Aku terus berlari di sepanjang padang ilalang ini mencari sosok Jay yang akhirnya kutemukan di ujung sana berdiri menatapku redup, "Jay!" Aku memanggilnya dan semakin berlari kencang ke arahnya.
Namun rasanya sulit sekali aku mencapainya sampai aku kelelahan dan berhenti menatapnya dengan pandangan berkabut. "Jay... aku lelah. Kemarilah." Kataku dengan nafas tersenggal melambai kearahnya dan ia tersenyum redup.
"Haruskah?"
"Aku mohon..."
Ia berjalan mendekat dan merangkum wajahku lembut, "Jangan menangis Bella." Katanya serak menunduk mengecup keningku lama. "Kau harus bahagia meski tanpaku."
Aku terbangun dan menatap plafon kamar dengan kedua mata basah sampai kemudian terduduk terisak untuk meluruhkan rasa sesak di dada.
Tidak menyangka bahwa rasa kehilangan dan rinduku pada Jay akan begitu menyakitiku sampai seperti ini.
Aku terus menangis sampai suara derap langkah mendekat membuatku memelankan isak tangisku karna takut suara tangisanku terdengar oleh Junkyu atau Taehyung.
Aku lelah jika harus terus menerus menerima pil tidur dari mereka selama beberapa minggu ini.
Klak
Suara kunci kamar terbuka membuatku menahan nafas menanti siapa yang akan datang namun dalam beberapa sekon tak ada siapa pun yang masuk.
Aku dengan jantung bertalu gelisah beranjak turun dari ranjang dan dengan perlahan membuka pintu kamar namun tidak ada siapa pun.
Menatap sekeliling rumah ini yang baru kulihat kali pertamanya karna selama disini mereka mengisolasiku di dalam kamar agar aku tidak berlari pergi dari rumah sialan ini.
Dengan gemetar aku berjalan mencoba mencari pintu keluar dengan penerangan minim karna seluruh bagian rumah ini lampunya di matikan. Sampai deru angin berhembus kencang dan aku mengikuti asal angin itu sampai terlihat pintu utama yang terbuka lebar.
Aku segera keluar tanpa pikir panjang dan berlari sekencang yang aku bisa sampai berada di pagar rumah yang sudah terbuka lebar. Sepertinya memang ada seseorang yang ntah siapa membiarkanku keluar dari rumah sialan itu.
Persetan dengan itu aku harus segera pergi agar bebas dari orang sinting seperti Taehyung dan Junkyu yang selalu mengakui diri sebagai kakakku.
Aku terus berlari tanpa alas kaki seperti orang sinting yang membuat orang-orang sekitar di keramaian menatapku aneh.
Ini bukan di Seoul. Aku tahu ini masih berada di kota Seattle atau ntah kota mana yang pasti ini bukan di korea selatan melainkan negara asing yang tak kukenal.
"Hei, you okay?" Tanya seseorang yang berwajah asia tak seperti kebanyakkan orang disini.
"Aku mohon tolong aku." Kataku menatapnya penuh permohonan.
"Kau orang korea?" Tanyanya dan aku mengangguk.
"Renjun kau dengan siapa?" Tanya seseorang lainnya datang menghampiri, "Siapa gadis ini? Kekasihmu?"
"No Felix, kupikir dia tersesat. Bukankah begitu?" Katanya yang kemudian melemparkan satu pertanyaan padaku.
"Bukan. Aku--"
"Bella!" Suara Sunghoon terdengar dekat yang ternyata berada di sebrang sana membuatku mencengkram erat lelaki bernama Renjun itu. "Aku mohon tolong aku. Aku mohon."
Melihat kepanikanku lelaki bernama Renjun itu mengangguk dan membawaku masuk ke dalam mobil yang terparkir tak jauh. Lelaki bernama Felix itu bersungut-sungut tak suka namun tetap menjalankan mobil dan aku menghela nafas lega sesaat melihat Sunghoon tertinggal jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
SLAVE
Fanfiction"Aku tidak ingin mainanku di sentuh oleh orang lain, kau mengerti Kim?" ⚠️ TRIGGER WARNING - MATURE. DEPICTION OF OBSESSION, RAPE, EMOTIONAL/PHYSICAL ABUSE, MANIPULATION, MENTAL ILLNESSES AND STRONG LANGUAGE THAT WILL NOT BE SUITABLE FOR SOME MINOR...