THE LAST HANDYCAM

2.5K 316 47
                                    

Jay melangkah dengan sukacita. Ingin segera memeluk istri dan kedua putranya dengan satu kabar baik yang ia bawa bahwa sebentar lagi mereka akan tinggal di pulau baru.

Pulau yang lebih layak dan memiliki segelintir banyak orang sehingga Bella atau pun kedua putranya tidak akan merasa terisolasi lagi.

"Ayah pulang." Katanya setelah membuka pintu dengan kunci cadangan yang ia punya sementara Jungwon mendengus kecil. "Bella, aku pulang!" Katanya lebih keras namun sampai beberapa saat tak ada sahutan apapun.

"Bella!" Ia memanggil lebih keras lagi sambil berjalan menuju kamar utama dengan dahi yang perlahan mengerut dalam. Ada sesuatu yang janggal.

Seperti ada suatu hal besar yang terjadi tadi malam karna beberapa perabotan bergeser dan sampai pada satu titik ia menemukan Bella yang terbaring dalam kumbangan darah memeluk Noe.

Jay tak sanggup berteriak atau pun mendekat. Kedua tungkainya melemah dan jatuh tersungkur di lantai sementara Jungwon dengan tangan gemetar mencoba menghubungi Minhye.

"Hallo?" Bukan Minhye yang menjawab melainkan Namjoon.

"Tolong kemarilah hyung..."

••••

Minhye tak pernah ingin melibatkan perasaan dalam pekerjaannya. Namun dalam titik krusial bagaimana ia mencoba menahan laju darah yang terus merembes keluar dari kepala Bella yang bukanlah perkara mudah membuatnya sadar bahwa ia melibatkan perasaannya.

"Bertahanlah kak." Ia berusaha keras dengan menahan diri untuk tidak menangis. "Kakak harus hidup..."

"Jangan mati dalam keadaan begini." Ucapnya dengan gesit berusaha melakukan apa yang ia bisa sampai Namjoon menahan lengannya dan menyeretnya menjauh dari meja operasi. "Keluarlah. Kau tidak akan bisa menyelamatkannya dalam keadaan begini Kang Minhye."

"Tidak aku--"

"Keluar Kang Minhye." Namjoon yang menatapnya nyalang membuatnya dengan berat hati keluar dari ruangan dan menemukan Jungwon yang langsung memeluknya.

"Tak apa."

Sementara Jay masih duduk di kursi tunggu dengan memeluk Noe dalam pelukannya membuat Minhye semakin terisak keras. "Noe, bukankah harus segera di makamkan?"

Jungwon dengan getir menggeleng, "Jay masih bersikukuh bahwa Noe hanya tertidur."

Minhye dengan gemetar duduk di samping Jay dan mengusap puncak kepala Noe yang sedingin es. "Noe memang suka sekali tidur." Ucap Jay serak yang kemudian mengecup pelipis putra bungsunya lembut.

"Jay-ya..." Minhye berusaha mengatakannya berhati-hati karna bagaimana pun Noe memang harus segera di makamkan. "Ini memang sulit. Tapi--"

"Aku tahu Hye.." Jay semakin mengeratkan pelukannya pada Noe. Mengecup pipi si anak bergantian, "Aku tahu, aku tahu... tapi bisakah seperti ini sebentar saja." Ia terisak pilu. Menggema di sepanjang lorong yang membuat Jungwon pun ikut menangis.

Sampai beberapa saat kemudian dengan tubuh ringkih Jay berusaha kuat untuk tetap melakukan pemakaman di belakang rumahnya.

Ia ingin agar setiap saat bisa melihat Noe disini. Karna ia sudah memutuskan untuk tetap berada di pulau ini dan mencari segala cara untuk menemukan Noa yang di bawa lari oleh si keparat Hyukjae.

Jay dengan tangan gemetar mengusap nisan Noe dan mengecupnya seolah mencium pipi gembil si anak yang akan tertawa riang. Repetisi ingatan itu terasa menyenangkan sekaligus menyakitkan.

"Noe, ayah akan selalu menyayangimu nak." Ucapnya sebelum kehilangan kesadaran. Semuanya terasa gelap dan ia sadar pada satu momentum hari dimana ia melihat sang ibu yang menatapnya penuh kesedihan lantas melayangkan satu tembakkan di kepala.

SLAVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang