÷20. Davinka

22 6 0
                                    

:: Davinka ::

::
::
::

TERIK mentari di puncak cakrawala tak mengurangi semangat Anya untuk balap lari dengan Luna menuju rumah Anka, menemui Davinka. Mereka berdua telah bertaruh sejak di persimpangan jalan; siapa cepat sampai di rumah Anka, dialah yang menentukan ke tempat mana Avin diajak jalan-jalan.

Karena pertaruhan itu, Gio jadi kesepian di dalam mobil, tetapi ia kerap tertawa menyaksikan dua gadis berlarian di depan mobil yang dikendarainya. 

"Hah! Gue duluan!" pekik Anya seraya mengangkat tangan tinggi-tinggi, melambai ria kepada Luna yang membungkuk terengah.

"Fix, ajak Apin pergi ke wisata Lembang."

Anya cekikikan, mengabaikan sengat mentari yang mengucurkan keringatnya.

"Apin! Teteh Anya is coming!"

Anya lalu melajukan langkahnya menuju pintu rumah Anka yang sudah terbuka.

Luna menggerutu dalam hati. Ia kesal karena dikalahkan Anya, dan harus rela kehilangan kesempatan sebagai orang pertama yang menyambut Avin di rumah Anka.

"Capek?" tanya Gio.

"Pacar Kakak ngeselin!" adu Luna dan hanya dibalas senyum tipis oleh Gio.

"Lo-nya aja yang lemah!" cibir Gio.

Luna makin meradang mendengar ejekan Gio. Ingin sekali Luna memaki pemuda itu, tetapi suara lengking Anya lebih dulu mengalihkan perhatian keduanya.

"AAA!!"

"Ada apa sih? Anya teriak-teriak?!" gerutu Luna sedangkan Gio tak banyak bicara. Pemuda itu mengambil langkah seribu, menyusul Anya. Luna tak mau ketinggalan.

Semakin dekat mereka dengan rumah Anka, makin terdengar jelas jerit panik dari Anya.

"Babe, ada a---" ucapan Gio terpotong kala sepasang netra kembarnya menyaksikan pecahan botol kaca berserakan di lantai dan yang paling mengejutkan ialah keberadaan Davinka yang terkulai di lantai bersama genangan darah di sekitarnya.

"A-apin!!!" panggil Luna spontan menutup mulutnya bersamaan dengan kedua kakinya yang mendadak lemas.

Gadis itu hampir ambruk kalau saja Gio tak memegangi lengannya.

"Anya-Anya, Apin kenapa? Apin!"

Luna beringsut mendekati bocah tiga belas tahun yang kini sudah memejamkan matanya begitu damai.

"Apin!"

Luna mengangkat kepala Avin, meletakkannya di pangkuan. Luna bisa merasakan rembesan anyir yang membasahi tangannya kala mencoba mengangkat belakang kepala Avin.

"Apin! Apin denger Teteh? Apin buka matamu?"

Luna menepuk pipi Apin berulang kali, berharap bocah manis itu mau bangun dan tersenyum menyapanya.

"Apin! Teteh di sini? Apin! Bangun!" Luna meraung, mengusap wajah Avin yang dipenuhi darah.

"Kak, gimana? Apa yang harus kita lakukan?" tanya Anya diguncang rasa panik membuat pikirannya kalang kabut.

Gio tak menjawab. Sama halnya dengan kedua adik kelasnya, Gio masih syok mendapati pemandangan berdarah-darah di hadapannya ini. Apa yang harus Gio lakukan? Gio bingung.

"Kak Gio! Anya lakukan sesuatu! Apin-apin nggak bernapas, Kak!!! Tolong jangan diam saja!" desak Luna di sela isak tangis yang menenggelamkan suaranya.

"Ki-kita harus bawa Apin ke rumah sakit sekarang!" ujar Gio lantas merebut tubuh Apin dari Luna dan menggendongnya menuju mobil.

SKYDREAM 2012 [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang