:: Our Dream ::
::
::
::TERKADANG ada orang yang rela mengorbankan diri sendiri demi melindungi orang tersayangnya, tanpa tahu bahwa itu melukai orang yang tulus menyayanginya.
"Pin, lihat kaleng kong ghuan di belakang lemari, nggak?"
Pagi-pagi buta, sekitar jam setengah empat pagi, Anka sudah ribut sendiri mencari tabungan uang berupa kaleng bekas biskuit lebaran.
Karena tak ada jawaban dari sang adik, Anka pun mendekati gundukan selimut di kasur lantai kamar.
"Pin! Apin!"
Anka mengguncang pundak sang adik yang masih terlelap, hingga beberapa sekon kemudian netra bulat serupa milik rusa itu mengerjap, disertai aksi menguap lebar.
"Ada apa, Bang?" tanya Avin, sembari mengulurkan tangan, meminta bantuan Anka agar bisa duduk bersandar pada dinding kamar.
Dengan cekatan, Anka menyusupkan tangan kanan ke belakang punggung sang adik dan mengangkatnya perlahan sampai sang adik bisa duduk tegak seperti yang diinginkan.
Davinka, adik kandung Anka ini telah kehilangan fungsi saraf motorik dan sensorik pada bagian pinggang hingga kaki akibat cidera tulang belakang pasca kecelakaan yang dialaminya enam bulan lalu. Saat itu, dengan berat hati, dokter menyatakan kedua kaki Avin mengalami kelumpuhan.
Sebenarnya masih ada harapan untuk Avin sembuh dari kelumpuhan, asalkan ia rajin mengikuti prosedur fisioterapi yang dokter anjurkan. Namun, hingga saat ini tak satupun fisioterapi yang Avin jalani. Semua itu karena keadaan ekonomi keluarganya yang hanya bergantung kepada Anka.
Ibu dari Anka dan Avin telah lama meninggal dunia, sedangkan ayah mereka tidak bisa lagi diharapkan. Pria tua itu sudah terlalu asik dengan dunianya sendiri, tidak peduli nasib Anka dan Avin yang menderita karena ulahnya.
"Kamu lihat kaleng tabungan Abang, nggak?"
Jantung Avin serasa hampir meledak mendengar pertanyaan Anka. Wajah yang semula tampak lesu karena kantuk langsung berubah tegang seketika. Diam-diam, kedua tangan Avin meremat kuat selimut tidurnya.
"Pin, kamu lihat, nggak?" tanya Anka sekali lagi.
Avin menunduk. Kini kedua tangannya sudah berada di atas pangkuan dengan jempol yang sibuk menggaruk kuku jari. Anka melihatnya, sebagai seorang kakak, Anka mengerti ada suatu hal yang Avin sembunyikan darinya.
"Pin."
Avin melengos, ia tak berani menatap mata kakaknya.
"Apin. Abang tanya sekali lagi, kamu lihat tabungan Abang, nggak?"
Avin mengangguk.
"Di mana? Abang butuh uang itu sekarang!"
"Aku kasih ke preman yang biasanya ke sini, nagih utang Ayah," cicit Avin tanpa mengangkat wajahnya.
"Apa?!" sentak Anka. Ia terkejut mendengar jawaban Avin. Bagaimana bisa Avin melakukan itu?
Uang yang susah payah Anka kumpulkan untuk pengobatan sang adik, raib begitu saja, bahkan ia tak sempat melihatnya. Anka mendesah kasar. Matanya sudah memerah. Dia ingin marah, sangat ingin, tetapi tidak bisa. Anka harus menahan diri, jika tidak ingin hati Avin terluka dan berakhir kembali pada traumanya.
Hanya dengan cara ini Anka menunjukkan kemarahannya, meremat kuat pundak sang adik. "Pin, kamu tahu 'kan, di dalam kaleng itu ada uang tabungan Abang untuk kamu berobat. Apin tahu 'kan?" Anka bertanya penuh penekanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKYDREAM 2012 [✔]
Ficção Adolescente"Hai Nona Dora!!" sapanya. *** Tentang Anka yang berjuang mewujudkan mimpi demi menyembuhkan adik tersayangnya, Apin. Tentang Luna yang ingin menemani langkah Anka bersama teman-temannya. Tentang Gio, Anya, Vania dan mereka penghuni Skydream. Semua...