÷21. One Month Later

18 6 5
                                    

:: One Month Later ::

::
::
::

SATU purnama telah berlalu.

Banyak perubahan yang terjadi pada Anka. Di minggu pertama ia memutuskan kembali pulang ke rumahnya, remaja itu menjadi makin tak terurus. Hanya berdiam diri di kamar, tak pernah keluar walau hanya untuk makan. Tubuhnya semakin kurus dan tulang wajahnya semakin menonjol. Kantung matanya membengkak hitam dan bibirnya kering.

Terlebih saat mengetahui fakta bahwa Irawan, ayah kandungnya sendirilah yang menjadi dalang kematian Davinka. Menurut hasil penyidikan yang dilakukan oleh AKBP Adhi bersam rekan-rekannya, Irawan saat itu dalam kondisi mabuk sehingga tak sadar atas apa yang sudah ia lakukan kepada putra bungsunya.

Pengungkapan fakta itu sangat mengguncang mental Anka dan menyebabkan remaja itu semakin terpuruk hingga jatuh sakit dalam kesendiriannya.

Gio dan Anyalah yang pertama kali menemukan Anka tergeletak di depan kamar mandi ketika mereka datang berkunjung. Sejak saat itu, baik AKBP Adhi maupun Sriani memutuskan untuk memaksa Anka tinggal di rumah mereka. Paling tidak, ada yang mengurus pemuda itu, meskipun pada akhirnya ia tetap sama saja. Seperti bulan yang kehilangan mataharinya. Gelap, tak kan bercahaya.

Davinka benar-benar sangat berarti bagi Ravianka. Bocah tiga belas tahun itu adalah sumber kehidupan Anka. Dia adalah matahari di semesta Anka. Tanpa Avin, Anka tak memiliki alasan untuk tetap bertahan hidup.

Luna telah mencoba menawarkan diri untuk memberikan cahayanya kepada Anka. Namun, semesta Anka terlampau gelap untuk ditinggalinya. Kini tak ada yang bisa Luna lakukan selain mencoba mengembalikan semangat hidup Anka.

"Lebih baik Apin lumpuh selamanya dari pada Apin harus kehilangan Abang!"

Suara itu menggema memenuhi rongga kepala Anka, memicu menggunungnya butiran bening di pelupuk mata Anka.

"Terus Abang harus gimana, Pin, kalau Apin pergi ninggalin Abang kayak gini?" tanyanya dalam kesendirian di dalam ruang kamar, menatap hamparan kehijauan yang membentang di luar jendela sana.

"Abang jangan kenapa-napa ya. Abang harus jaga diri Abang baik-baik, jangan terluka lagi, ya."

"Abang nggak bisa, Pin. Abang sakit banget! Apin harus balik ke Abang, nya. Atau Abang nyusul Apin, aja?"

"Anka!"
Sentakan Luna mengalihkan perhatian Anka. Gadis itu terlihat memasang muka garang ketika mendekati Anka dengan membawa nampan berisi makanan juga obat dan vitamin yang harus Anka rutin konsumsi.

"Jangan ngomong gitu! Kamu pikir Apin seneng lihat keputusasaan kamu, ini?"

Anka tak bersuara. Ia mengabaikan Luna dan lebih memilih memperhatikan pemandangan di luar jendela. Semenjak kepergian Avin, Anka total kehilangan senyumnya. Rambut pemuda itu semakin panjang, menutupi wajah kuyu yang selalu murung itu.

"Ayo makan dulu. Kata Ibu, kamu belum makan sejak tadi malam. Ini perut nggak boleh kosong!" ujar Luna seraya iseng menekan abdomen Anka dengan telunjuknya, berharap remaja laki-laki itu meresponsnya dengan senyuman tipis. Tetapi tidak, Anka justru meringis menahan sakit.

"Sakit?"

"Aku nggak lapar."

Anka beringsut menyingkir dari kusen jendela dan kembali mendudukkan diri di kasur yang dulu sempat di tempatinya bersama Avin.

"Ka, kamu harus makan, minum obat dan vitamin. Kalau nggak, nanti kamu sakit!"

Luna membawa nampannya mendekat ke Anka. Niatnya ingin membuat remaja itu tergiur oleh aroma masakan sang ibu.

SKYDREAM 2012 [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang