:: Bring Back Your Light ::
::
::
::SETELAH menjalani serangkaian tes endoskopi dan laboratorium, akhirnya dokter menyatakan bahwa Anka disarankan mendapatkan tindakan operasi segera, akibat tukak lambung yang dialaminya telah berada di titik mengkhawatirkan.
Sayang, Anka terlampau keras kepala. Remaja berambut gondrong itu menolak melakukan tindakan operasi. Dengan alasan tak ingin banyak merepotkan keluarga Luna.
Luna tahu, bukan itu alasan utama Anka menolak berobat dan memilih terjerat dalam rasa sakit berkepanjangan. Luna mengerti, Anka sudah tak memiliki semangat hidup lagi semenjak Davinka pergi ke pangkuan sang Ilahi Rabbi.
Sekarang, di sinilah Luna, duduk di kursi sendirian, memandang wajah pucat Anka yang terlelap damai usai diberikan injeksi oleh perawat jaga.
Selang infus menancap di tangan kanan Anka. Luna mengusapnya dengan lembut, berharap sentuhannya dapat mengalirkan cahaya baru untuk menerangi semesta Anka yang gelap gulita.
"Kamu tahu nggak, Ka? Kamu ada di sini sekarang. Tapi, entah kenapa aku ngerasa kangen banget sama kamu," monolog Luna dalam sunyinya ruangan di pagi buta.
Gadis yang rambutnya tak lagi sependek dulu itu menghela napas sejenak. "Aku kangen kamu yang dulu, Ka," lanjut Luna.
"Kamu yang petakilan, yang selalu usilin aku, selalu nyengir dan memamerkan senyum kotak jelekmu itu. Jujur, aku kangen banget, Ka."
Luna merapatkan bibirnya. Hatinya perih mengingat keadaan Anka sebulan terakhir. Pemuda itu benar-benar seperti malam yang kelam. Kelam kehilangan warna.
"Anka, tolong jangan seperti ini. Jangan buat aku selalu takut, Ka. Aku nggak mau kehilangan lagi. Cukup Apin. Cukup adik kamu. Tolong, kamu jangan---" Luna tak kuasa menahan isaknya. "Aku mohon jangan menyerah, Ka. Jangan tinggalin aku. Anka," Luna menjatuhkan kepalanya dan mengecup pelan punggung tangan Anka.
Luna akui, hatinya telah jatuh terlalu jauh dalam pesona sosok aneh nan misterius seorang Ravianka. Pemuda yang dengan lancang memanggilnya 'Dora' dan mengambil sebelah sepatu kets-nya seperti lakon Cinderella. Remaja berambut mangkok yang berhasil menyebabkannya masuk ke dalam klub malam dan membuatnya dalam masalah besar yang mengancam nyawa.
Sebuah tangan lain tiba-tiba mengusap lembut pucuk kepala Luna, disusul suara lirih yang teredam oleh masker oksigen.
"Jangan nangis," lirih Anka dengan mata sayu yang sedikit terbuka.
Luna mengangkat wajahnya, lalu menurunkan tangan Anka dari kepalanya. "Anka, maaf," kata Luna.
Gadis itu semakin terisak. Rasa bersalah atas kepergian Avin kembali mengusai relung hati Luna.
"Kenapa?"
"Maaf, karena aku, Avin meninggal. Maaf, Ka. Maaf."
Hati Anka tersentak mendengar isak tangis gadis manis berlesung pipi di sisinya. Seakan Anka merasa baru saja kembali dari mimpi buruk yang menenggelamkannya begitu lama.
Sejenak, Ia baru menyadari jika anak kepala polisi yang ditemuinya di gerbang Skydream itu ternyata tak bisa lagi dipanggilnya sebagai dora, karena rambut gadis itu telah tumbuh panjang dan kini diikat ke belakang.
Cantik, Luna terlihat seperti rembulan purnama yang meneduhkan. Hanya saja linangan air mata dan merah hidungnya, sangat mengiris hati Anka.
"Luna, jangan nangis. Jelek tahu!" cibir Anka mengembangkan senyum tipisnya.
Bukannya mereda, tangis Luna justru makin menjadi kala menemukan senyum Anka kembali. "Anka!" panggilnya.
"Iya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SKYDREAM 2012 [✔]
Novela Juvenil"Hai Nona Dora!!" sapanya. *** Tentang Anka yang berjuang mewujudkan mimpi demi menyembuhkan adik tersayangnya, Apin. Tentang Luna yang ingin menemani langkah Anka bersama teman-temannya. Tentang Gio, Anya, Vania dan mereka penghuni Skydream. Semua...