"Eps. 15"

124 23 3
                                    

Sepanjang perjalanan menuju sekolah, Sejeong diam saja. Bahkan ketika Jaehyun mengoceh tiada hentinya soal kelakuannya. Dia tak merespon, entah di mana pikirannya sekarang. Ini karena dia mendengar percakapan Wendy dan Chanyeol dengan ayahnya mengenai kondisi Jaehyun.

PTSD?

Bagaimana bisa pria yang selalu tampak ceria dan cerewet ini memiliki gangguan seperti itu. Meski Doyeon dan Sejeong tak tahu lebih rinci perihal penyakit itu. Tapi, apapun itu pasti merugikan Jaehyun dan bahkan orang lain. Dia lebih tak habis pikir lagi karena penyebab dari gangguan itu adalah orang tua Jaehyun sendiri.

"Apa yang telah di lakukan orang tua Jaehyun sehingga dia membentuk kepribadian yang menyimpang?" Batin Sejeong.

Yang diketahui Doyeon pun terbatas, banyak hal yang tak di ungkapkan penulisnya dalam menggambarkan tiap tokoh di cerita ini dan dia lebih buta soal Jaehyun. Seperti yang di katakan Ayahnya, Jaehyun diberikan stimulus berupa rasa kasih sayang yang harus di tunjukkan dengan cara menyakiti orang tersebut.

Yah, memang terkadang orang tua bisa keliru perihal mendidik anaknya. Mereka bisa menganggap itu sebagai bukti kasih sayang, namun bisa saja menyakiti anak mereka tanpa di sadari.

Semasa kecilnya, Jaehyun terus menjadi nomor dua. Terlebih lagi Chanyeol unggul dari segala apapun. Hal itu membuat dia tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya. Dia malah sering di banding-bandingkan, penghinaan verbal dari orang terdekat lebih menyakitkan. Bukan hanya itu, dia juga di paksa untuk ini dan itu padahal Jaehyun menginginkan hidup yang bebas dan melakukan apa yang dia inginkan. Dia juga menjadi objek pelampiasan amarah ayahnya dan mendapatkan perlakuan kasar sejak dini. Di usianya yang baru 7 tahun, dia sudah memiliki banyak luka. Tapi, itu tak terlihat karena sikapnya yang pendiam dan dingin. Saat itu, Sejeong hadir seperti matahari baginya. Meski dia acuh pada gadis yang sering mengekorinya tapi dia senang karena ada yang mengharapkannya baik sebagai teman ataupun kakak bagi gadis itu.

Hingga mereka beranjak dewasa bersama, pola pikir Jaehyun kian kompleks perihal dia perlu sosok orang baik yang mencintainya secara tulus. Dia pun mengira Naeun adalah jawabannya, tanpa menyadari bahwa Sejeong selama ini berada di sisinya. Sikap Sejeong yang terkadang menempel dan suka cari perhatian mengingatkan Jaehyun soal dirinya dulu. Dia juga pernah seperti itu untuk menarik perhatian orang tuanya. Kemudian, tanggapan orang tuanya juga dia copy paste ke Sejeong. Sehingga membuatnya berpikir impulsif, dia bisa melakukan apapun untuk melindungi yang dia hargai dan menyampaikan kasih sayangnya seperti orang tuanya itu dengan cara menyakiti objeknya.

Rasa kasih Jaehyun terhadap Sejeong berubah jadi luka bagi Sejeong tapi Jaehyun tetap tak menyadari jika hal seperti itu malah menyakitinya.

*****

Sejeong menghela nafas panjang lalu turun dari motor Jaehyun ketika sudah sampai di parkiran sekolah. "Kenapa wajahmu kusut dan pucat seperti itu? Kau sakit?" Tanya Jaehyun sembari memegang kening Sejeong.

Dia menggelengkan kepalanya, "aku hanya banyak pikiran," jawabnya.

Mereka saling menatap, mata kebingungan nan polos Jaehyun membuat Sejeong bersimpatik. "Kau pasti sangat menderita selama ini," Sejeong berdecak sembari menepuk pundak Jaehyun kemudian meninggalkannya begitu saja.

"Dia kenapa sih?" Jaehyun juga segera meninggalkan parkiran itu.

"Selamat pagi, Uri Sejeong-ah!" Sapa Mina yang berpas-pasan dengan Sejeong di koridor.

Dia melirik Jaehyun sebentar, "hei~ kenapa dia terus mengikutimu?"

"Bukannya Jaehyun dan aku sekelas?" Jawab Sejeong.

"Aisshh~ bukan begitu, aku melihat dia datang dari arah dan kau juga... Omo~" Mina menebak situasi itu tapi dia tak ingin menerimanya.

"Kau benar, dia dan aku datang ke sekolah bersama. Oh, aku belum memberitahumu yah. Kau juga harus memberitahu Yeeun, Jaehyun sekarang tinggal di rumahku?"

Suddenly, I Became a Antagonist (The End✓✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang