01. Bukan Pengantin Biasa

678 15 2
                                    

"Layanilah Tuan Freza dengan baik, jangan bantah apapun perkataannya. Mengerti?" Aku tersenyum sinis mendengarnya.

Bukankah sebelumnya diriku ini dipuja dan diperlakukan layaknya seorang ratu? Mengapa sekarang pelayan saja berani memerintahku? Dengan malas aku menganggukkan kepala, takmau memperpanjang dan berakhir debat.

Lagipula tiada gunanya aku membantah. Semuanya akan terasa sia-sia. "Jangan khawatir, gue ngerti sama tugas sendiri. Terima kasih," sinisku membuat wanita tua itu berdecak kesal.

Batinku tertawa puas melihat ia takkuasa atas diriku. Iyalah, ini kan tubuhku! Lagipula sekarang statusku sudah berubah, tiada yang mampu memperlakukanku dengan buruk lagi-kecuali pria yang sudah berstatus suamiku itu.

Pelayan tadi bergegas keluar, karena rasa jengkelnya padaku ia bahkan sampai menutup pintu dengan kencang. Aku tertawa dibuatnya, memang benar hanya seorang boneka saja aku di sini.

Kakiku berjalan ke arah lemari, membukanya dan mengambil satu pakaian yang sangat tipis dan transparan. Oh Tuhan, apakah aku harus memakainya untuk malam ini? Jantungku sudah tak aman. Sedari tadi berdetak tidak karuan.

Bukan, bukan karena ini adalah malam pertama untukku setelah menikah. Melainkan diriku yang sudah tak suci lagi. Berat memang, tetapi karena si Vina itu aku harus merelakan mahkota yang sudah kujaga bertahun-tahun lamanya.

Ck, mengingatnya membuatku kesal. Sekarang bagaimana dengan nasibku? Oh Tuhan, aku tidak mengerti dengan takdir hidupku sendiri. Mengapa sangat suram dan gelap, sampai aku tidak bisa merasakan kebahagiaan.

Suara pintu yang dibuka secara paksa berhasil mengagetkanku. Kepalaku menoleh ke sumber suara dan mendapati dua orang pria. Terlihat jelas sekali jika mereka tidak menyukai kehadiranku di sini, melalui tatapannya. Memangnya aku mau apa? Jika bukan karena Tante Hera yang menikahkanku dengan cepat, aku takakan menikahinya.

Ingin sekali kucongkel kedua matanya itu, tetapi mengingat jika ini bukan wilayahku, sepertinya aku akan mati di sini jika melawan. Terlebih pada pria yang duduk di kursi roda, aku sangat membencinya.

"Ngapain? Lo pikir gue datang kemari buat ngabisin malam pertama bareng lo? Ck, gak usah berharap banyak. Inget ini cuman pernikahan kontrak." Tanganku terkepal kuat mendengar penuturan pria kursi roda itu. Dasar orang kaya! Memangnya aku tak punya hati apa? Memang benar orang yang banyak hartanya pasti takpunya hati.

"Santai aja, lagipula Tuan bukan selera gue," ucapku dengan nada meremehkan. Sengaja membuatnya jengkel, agar situasi ini cepat berakhir. Ayolah daritadi kakiku bergemetar takut, jika malam ini rahasiaku akan terbongkar.

Ia tersenyum sinis, rahangnya menegas. Aku berusaha untuk acuh, tidak mau pria itu berpikiran jika diriku akan takut padanya. Ia bisa memelotot aku pun bisa, mau bertanding kekuatan? Ayo! Siapa takut.

Namun, sepertinya ia mengalah. Karena dirinya yang memutuskan untuk pergi. Aku bersorak gembira, senang karena akhirnya bisa terbebas untuk malam ini. Kuregangkan otot-otot tubuh, dan segera membaringkannya di atas ranjang.

Ah, rasanya nikmat sekali. Semua beban di pundak seketika menghilang seiring mulutku yang terus menguap. Hari ini sangat berat bagiku, semua terjadi begitu cepat. Tak terasa kini aku sudah menyandang status sebagai seorang isteri.

Walaupun pernikahan yang kujalani tak lebih dari sekedar pernikahan kontrak, itu bukan peduliku. Yang menjadi pikiranku sekarang adalah hidup bahagia dengan menghabiskan harta tuan kursi roda tadi-Freza.

Iya, aku akan menghabiskan hartanya demi kepuasan batin, baru memikirkannya sudah membuat air liurku menetes keluar.

Aku wanita baik, tapi manusia mana yang akan menolak uang? Mungkin ada, tapi itu hanya 10% dari 100% dan aku ke 99.99% yang menyukai uang.

Mataku mengerjap beberapa kali, rasanya sangat berat hingga akhirnya aku menutup mata dan tertidur pulas.

*

Pagi yang sangat menyebalkan untukku, pelayan wanita semalam datang dan membangunkanku dengan tidak sopan. Menyuruhku untuk segera bergegas dan bersiap pulang ke mansion. Seolah aku ini seekor hewan ternak saja yang akan siap disembelih.

"Setelah kau bersiap, tunggulah Tuan Freza di lobi hotel. Kalian harus pulang bersama, karena Tuan dan Nyonya Alberia akan menyambut. Kau harus terlihat cantik, jangan mempermalukan marga Alberia. Untuk itu aku akan memberikanmu seorang pelayan-namanya Rista, dia akan menjadi bayanganmu nanti."

Kuanggukan kepala dengan malas, celoteh pagi yang membosankan. Kulihat seorang gadis yang berdiri di samping pelayan tua tadi; jari-jari yang dipermainkan, kepala yang tertunduk dan lirikan mata ke arah lain sudah memberitahuku jika ia tengah gugup sekarang. Sepertinya aku akan mendapatkan kawan baik, tetapi aku juga harus tetap waspada.

"Ya terima kasih," balasku acuh. Setelahnya aku ditinggal berdua dengan pelayan gadis tadi di kamar. Kutatap dari bawah hingga atas, "Jangan terlalu tegang, santai aja. Gue gak bakal nuntut apapun, kalau lo nggak mau jadi pelayan gue nggak masalah. Lo bisa keluar dari sini," ucapku membuatnya terperanjat.

Gadis itu menggelengkan kepala menolak, "Tidak Nyonya, sa saya adalah pelayan Nyonya. Seperti yang Maam bilang kalau saya akan jadi bayangan Nyonya." Aku tersenyum mendengarnya, diri ini sudah terlalu banyak mendapat tipuan dari manisnya kata. Oleh karena itu, aku tidak akan percaya pada orang lain lagi.

Kubalas dengan anggukan kepala, dan aku pun bersiap. Rista cukup ramah dan baik, tetapi aku tidak akan terpengaruh lagi. Kali ini aku harus bisa menyeleksi siapa yang memang baik terhadapku, atau sekedar omong kosong belaka.

Setelah siap segera aku pergi ke lobi hotel untuk menunggu Freza. Kami sudah menikah, bahkan pernikahan kami digelar begitu mewah dan meriah. Freza adalah seorang bos mafia dan pemilik Company Store yang terkenal sudah mendunia. Sempurna, satu kata untuknya. Sudah kaya, tampan, terkenal pula.

Ada satu kekurangannya, dia cacat. Kakinya lumpuh sehingga berjalan pun menggunakan kursi roda. Tidak tahu apa yang terjadi pada Freza. Walau begitu tidak mengurangi jumlah popularitas yang memuja dirinya.

Semua itu tidak berlaku untukku. Ya, menurutku Freza adalah pria menyebalkan. Malam pertama saja sudah berkata tidak sopan, sikap angkuhnya itu ingin sekali kuhancurkan. Lihat saja, aku akan menghabiskan hartanya nanti demi membalas dendam. Kan kubuat dia jatuh miskin lalu kutinggalkan, itu tujuanku saat ini.

Tunggu, mengapa Freza tak kunjung datang? Kakiku sudah mati rasa dibuatnya. Sudah dua jam aku menunggunya di sini. Hingga tiba seorang pria menghampiri kami dan mengatakan jika Freza sudah pulang duluan.

Emosiku memuncak, bisa-bisanya dia pulang tanpa memberitahuku. Jika memang takmau pulang bersama setidaknya katakan! Jangan buat aku menunggu di sini. Tanganku terkepal kuat, rasanya aku ingin melenyapkan pria itu sekarang.

Dengan langkah kaki kesal aku berjalan pergi pulang ke mansion. Lihat saja, aku akan membalas perbuatannya padaku. Freza sialan!

Priaku di Kursi RodaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang