06. Gagal Bulan Madu

103 7 1
                                    

Oh Tuhan, aku sangat kebingungan sekarang. Terlebih Freza mengatakan jika dia menyukaiku. Memang aku tidak mempercayainya di awal, tetapi ntah mengapa sekarang aku sulit untuk menyangkalnya.

Freza telah membuatku menjadi orang gila dalam sekejap. Langkah seperti apa yang harus kuambil? Baru memikirkannya sudah membuatku lelah. Tidak tahu sudah berapa kali indra penciuman ku menarik napas panjang.

Tiba-tiba kurasakan perut ini yang terasa sakit, aku baru sadar jika hari ini diriku belum makan sesuap nasi pun. Karena ibu Freza menyuruhku berangkat pagi datang ke kantor, membuatku melupakan sarapan.

Saat di kantor pun aku tak makan apapun, dengan langkah kaki gontai aku berjalan pergi ke kamar pun. Walau hati ini sedari tadi berdegup tidak karuan, aku tetap memaksa pergi.

Ketika sampai di depan pintu, ku tarik napas panjang. Tanganku meraih gagang pintu dan segera mendorongnya. Ku telusuri setiap sudut ruangan, tetapi nihil aku tidak menemukan sosok pria yang mengangguku.

Apakah Freza keluar? Atau dia tengah di kamar mandi? Perlahan aku mendekat ke arah kamar mandi, kemudian mengetuk nya pelan.

"Za? Lo ada di dalem?" tanyaku tapi tak ada jawaban. Aku ragu, dengan hati-hati ku dorong pintu hingga ia terbuka. Namun, tak ada siapapun di dalam, kuputuskan untuk keluar dan duduk di tepi ranjang.

Sebuah catatan kecil yang tersimpan rapi di atas ranjang mengangguku. Segera kuambil dan membacanya. Aku tersenyum, kedua pipiku terasa panas, sebuah kalimat singkat berhasil membuatku terbang melayang senang.

Freza meningggalkan sebuah catatan yang berisi;

Untuk istriku

Aku pergi sebentar untuk menyelesaikan pekerjaanku, bersiaplah untuk malam ini.
Dari suamimu

Terdengar aneh tapi aku menyukainya, membacanya saja sudah membuatku senang. Aku termenung memikirkan Freza yang menulis surat ini. Terkekeh geli karena menurutku lucu.

Kusimpan surat ini di tas, momen penting seperti ini harus ku abadikan. Ah sial! Aku berharap pada Freza, semoga saja perasaanku tidak terlalu dalam.

Sekarang aku dibuat bingung kembali, apa yang harus kulakukan sekarang? Freza terlihat begitu berharap atau mendambakan malam ini. Langkah apa yang harus kuambil? Tidak mungkin jika aku tidak mengakui dan berkata jujur di awal?

Kutarik napas panjang, oh aku sangat kesal jika gelisah seperti ini. Aku terdiam sesaat sebelum menarik napas panjang.

Keputusan sudah kuambil, aku akan menceritakan tentang keperawananku yang hilang pada Freza. Jika yang dikatakan Freza benar adanya, dia tidak akan memarahiku, kuharap begitu.

Aku sudah siap dengan segala konsekuensinya. Tak peduli bagaimana reaksi Freza nanti, aku tak akan gentar. Walau sebenarnya ada satu harapan yang kulambungkan, yaitu Freza tidak membenciku setelah tahu rahasiaku.

Waktu sudah hampir petang, aku bergegas bersiap-siap layaknya seorang pengantin baru. Aku terkekeh geli, mengapa diriku terlalu bersemangat? Apakah ini tanda jika aku pun menyukai Freza? Sepertinya begitu.

Tuhan, mengapa cintaku begitu mudah dan sederhana? Bahkan, selama 25 tahun aku hidup, tak pernah aku merasakan perasaan seperti ini pada pria-kecuali Freza.

Ada apa dengan diriku? Jangan terlalu percaya dengan Freza, dia bisa saja tengah menipuku. Ya, pikiran dan hatiku tengah berbeda pendapat, aku sudah dibuat gila oleh Freza.

Dengan hati yang berdebar, aku terduduk diam di ranjang kamar. Rasanya sedikit berbeda, walaupun ini bukan kali pertamaku.

Sudah hampir dua jam aku terduduk diam seperti ini. Freza tak kunjung datang, sampai aku bosan menunggunya. Ku berusaha untuk bersabar lebih lama lagi, tetapi tetap saja hasilnya nihil.

Ini sudah jam setengah sepuluh malam, tetapi Freza tak kunjung datang. Aku geram sekali, pria itu begitu menyebalkan sekarang.

Walaupun diperlakukan seperti ini oleh Freza, aku malah mengkhawatirkannya. Khawatir sesuatu yang buruk menimpanya, membuatku tak tenang saja.

Aku akan menunggunya lagi, aku berharap Freza baik-baik saja dan segera pulang ke villa. Namun, lagi dan lagi aku harus dikecewakan olehnya.

Tak terasa kini jarum jam pendek sudah mengarah pada angka dua. Sampai dini hari aku menunggu kehadirannya, sebenarnya kerjaan seperti apa yang Freza kerjakan sampai jam segini?

Aku menyerah, kuputuskan untuk tidur. Mata ini sudah terlalu berat, mulutku ntah sudah berapa kali menguap. Kubaringkan tubuhku, ditatapnya langit-langit kamarku.

Hatiku berdenyut sakit, cairan bening membasahi pipiku. Inilah yang paling kubenci, terlalu melambungkan harapan pada sesuatu yang belum jelas kebenarannya.

Isak tangis menjadi pengantar tidurku. Detik terakhir aku merutuki sikap Freza. Aku menyesal, setelah kejadian ini aku tak akan pernah percaya pada pria itu.

Sudah cukup, terakhir kalinya aku sakit hati oleh Freza. Aku tidak mau jika harus menangisi pria yang tidak tahu malu sepertinya. Sia-sia saja aku menunggu, bodohnya sekali diriku.

Kurutuki diri ini yang terlalu percaya dengan ucapan Freza. Seharusnya aku curiga kenapa Freza tiba-tiba berubah pikiran, bukannya malah percaya dan mengikuti semua ucapannya seperti orang bodoh.

Argh rasanya aku ingin  melenyapkan pria itu sekarang, jenis pria sepertinya tidak baik ada di muka bumi ini. Bisa-bisa setiap harinya banyak gadis yang menangis karena ulahnya.

Walaupun begitu, ada hal aneh. Aku baru tahu Freza bisa berbuat seperti itu, yang kudengar dari rumor sangat berbanding terbalik dengan aslinya.

Kadang heran darimana rumor itu berasal, siapa yang menciptakannya? Freza adalah pria sejuta misteri. Kukira sikapnya tidak akan terlalu beda dengan yang dikatakan rumor, tetapi ternyata tidak juga.

Malahan sikap Freza sangat berbanding terbalik dengan rumor yang ada. Ah sial! Kenapa aku terjatuh dalam perangkapnya.

Bukankah diri ini sudah memutuskan untuk tidak terjatuh dalam sebuah perasaan? Lalu mengapa dengan Freza aturan itu tidak berlaku!

Lihat saja, setelah ini aku tak akan percaya pada Freza lagi. Dia sudah membuatku sakit hati, dan kesalahan yang sama tak akan kuulangi lagi. Biarlah ini ini menjadi pelajaran bagiku, ya aku harus berhati-hati terhadap pria yang bernama Freza itu.

Aku akan membencinya, tetapi semua keputusanku tak berjalan ketika aku melihat sosok Freza di pagi hari.
Freza tampak berbeda dengan kemarin, ada sorot kesedihan di matanya. Pun tatapannya seperti kosong, bahkan saat aku datang dia tak menyadarinya. Terbukti dengan Freza yang masih terdiam menatap taman di sebrang sana.

Pagi buta seorang pelayan wanita membangunkanku, ia berkata jika Freza menyuruhku bersiap pulang. Jujur aku tak mengerti dengan keputusannya, mengapa tiba-tiba dia membatalkan rencana awal?

Aku benar-benar kecewa, mengapa Freza tega memperlakukanku seperti ini? Memainkan sebuah perasaan manusia, aku yang baru mendapat satu dua perlakuan manisnya saja marah. Apalagi nanti ke depannya, aku tidak tahu Freza akan memperlakukanku seperti apa. Hati ini sungguh sakit kalau membayangkan hal itu.

Priaku di Kursi RodaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang