21. Pria Mesum

66 2 0
                                    

Sudah dua hari lamanya dari  obrolanku dengan Freza di ruang kerjanya. Sejak saat itu aku sudah tidak menemui Freza, bahkan ketika kami berpapasan kita berdua seperti orang asing.

Hatiku benar-benar hancur melihat sikap acuh Freza. Bahkan ketika aku berada di kantor, semua orang menghinaku dengan tanpa rasa malu.

Dan aku hanya bisa diam saja, aku pergi ke kantor untuk menunaikan janjiku pada Mama. Namun yang kudapatkan hanya sebuah kesia-siaan.

Seperti hari ini, aku memilih untuk diam di atap kantor sendirian di sana. Menikmati angin sejuk yang menyapu seluruh kulit.

"Nyonya," seseorang memanggil membuatku melihatnya.

Seorang pria menunduk hormat, membuatku menatapnya dengan tatapan bingung.

"Nyonya, maaf tapi Anda diundang untuk datang ke acara pesta aniversary pernikahan temannya tuan. Saya diperintahkan untuk menyampaikannya kepada nyonya," ucapnya dengan tegas.

Aku terdiam, "Siapa yang menyuruhmu?" tanyaku.

"Tuan Freza," balasnya singkat membuatku tersenyum sinis.

Dengan sikapnya yang acuh terhadapku, dia sekarang malah menyuruhku untuk datang ke acara seperti itu?

"Aku menolak, kamu tidak memiliki hak untuk memaksaku," balasku dengan tegas.

"Tidak bisa! Lo harus tetep dateng. Semua orang tau kalau kita pasangan suami istri."

Suara itu begitu memekik telingaku, membuat jantungku berdetak dengan cepat.

Gigiku menggertak kesal, tanganku terkepal dengan kuat mendengar ucapannya yang bersikap seenaknya.

"Ya, bener emang. Tapi lo juga yang buat semua orang tahu kalau hubungan kita gak harmonis, jadi buat apa gue dateng?" tanyaku dengan tatapan tajam.

"Lo harus dateng, atau gak gue bakal buat Alvian gak bisa hidup lagi!" balas Freza dingin.

Kedua mataku membulat sempurna mendengarnya. Freza mengancamku dengan membawa Kak Alvian?

"Apa maksud lo!? Alvian gak ada urusannya sama hubungan kita!" teriakku tidak bisa menerima ucapan Freza.

Freza tersenyum smirk, "Makanya lo dengerin apa yang gue bilang. Jangan bantah apapun!" ucapnya kemudian melenggang pergi dengan kursi rodanya, disusul dengan asistennya.

Kakiku lemas mendengarnya, membuatku berangsur jatuh ke tanah.

Apakah Freza tengah membalaskan dendamnya padaku? Namun, atas dasar apa? Aku bahkan tidak pernah membuatnya dalam kesulitan.

Hatiku menjerit sakit, tangisku tak terkendali. Aku menangis sekencang-kencangnya.

Aku sudah tidak kuat menahan sikap Freza dan apapun yang membuatku terhina dengan begitu jelas.

"Lo jahat, Za! Gue gak tahu harus gimana biar lo bisa lepasin gue!" ucapku dengan terisak.

"Ah! Berisik sekali!" Aku terkejut ketika mendengar suara seorang pria, tatapanku mengitari sekitar, tetapi tidak menemukan seorang pun.

Hingga ketika seseorang keluar dari sudut lain membuatku terkejut. Terlebih dia tengah berjalan menghampiriku.

"Si siapa?" tanyaku membuat pria itu menatapku dengan tatapan tajam.

Dia tersenyum smirk, kemudian berjalan mendekatiku. Kakiku mati lemas rasanya, aku tidak bisa berdiri dan menghindar.

Ketika sudah dekat, dia sedikit berjongkok menatapku dengan masih mempertahankan senyumannya.

Priaku di Kursi RodaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang