14. Perubahan Sikap Freza

72 2 0
                                    

Aku tengah mencari bajuku di lemari, sedari tadi Freza memperhatikan kegiatanku. Membuatku menjadi salah tingkah dibuatnya.

Setengah jam yang lalu kami telah menghabiskan makan malam berdua, orang tua Freza tengah pergi ke suatu tempat. Sehingga di rumah yang luas ini hanya kami berdua yang menghuni selain para pekerja di sini.

"Za, jangan natap gue kayak gitu. Gak enak banget tau," ucapku yang telah menemukan pakaian tidurku malam ini.

"Kenapa? Gak boleh emangnya? Gue nungguin Lo jelasin sesuatu," balas Freza santai membuatku menjadi gelisah.

"Jelasin apaan sih? Gak jelas banget lo," ujarku dengan nada ketus.

Aku mencoba untuk tidak mengingat kembali kejadian sebelumnya. Namun, Freza bersikeras membuatku kembali mengingatnya.

"Mandi dulu sana, lo bau!" ucap Freza yang kemudian mendorong kursi rodanya menuju meja kerjanya.

Aku tercengang mendengar ucapan Freza, hal itu berhasil membuatku malu setengah mati. Segera aku berlari ke kamar mandi, malu sekali mendapat cacian bau dari Freza.

Satu jam berlalu, kini aku sudah wangi karena telah berendam hampir satu jam lamanya.

Kutatap Freza yang masih sibuk dengan pekerjaannya. Aku tidak berniat untuk membantunya, aku memilih untuk mengeringkan rambutku sambil bercermin.

Tidak ada yang aneh, sebelum Freza tiba-tiba datang menghampiriku. Dia membantuku mengeringkan rambutku yang basah karena mandi tadi.

"Gu gue bisa sendiri," ucapku menolak bantuan Freza. Namun dengan gigih Freza menolaknya dan malah mengambil alat pengering rambutku kemudian melakukannya sendiri.

Ya sudah kubiarkan saja Freza melakukannya, aku hanya diam sambil berpikir rencana apa yang tengah dilakukan oleh Freza sekarang.

Setelah selesai Freza menatapku di depan cermin, dia tersenyum kemudian menyimpan alat tadi ke meja rias.

Freza berbalik dan pergi melanjutkan pekerjaannya. Sedari tadi aku menahan nafasku tidak tahu kenapa, karena benar-benar mengejutkanku sikap Freza tadi.

Jam sudah menunjukan pukul delapan malam, aku memilih untuk tidur saja. Dengan cepat kubaringkan tubuhku di ranjang dan mencoba memejamkan mataku.

Ketika tengah berusaha untuk tidur di tengah-tengah perubahan Freza yang drastis, aku merasakan seseorang naik ke atas ranjang dan mendekat.

Awalnya aku menganggap biasa saja, tetapi tidak ketika sebuah tangan melingkar di perutku. Membuatku langsung terperanjat bangun dan menjauh.

Kutatap Freza yang sama terkejutnya denganku. "Belum tidur?"

Kutatap Freza dengan tajam, dia malah bertanya seperti itu setelah semuanya terjadi? Sungguh keterlaluan! Sekarang, apalagi yang akan dilakukan Freza terhadapku!?"

"Lo kenapa sih? Bersikap biasa aja, gak usah berlagak jadi romantis deh," ucapku perlahan menjauh darinya.

Freza bangkit dari tidurnya, dia menatapku yang tengah diam.

"Kita kan suami istri, wajar kalo suami minta dipeluk istrinya pas malem. Emangnya gak boleh?" tanya Freza membuatku berdecak kesal.

"Nggak perlu! Bersikap aja kayak biasa, gak perlu maksain jadi suami istri sesungguhnya. Lagian ini kan pernikahan kont ...."

Belum habis aku berbicara, dengan cepat Freza membungkam mulutku untuk tidak berbicara kembali.

Kutatap Freza dengan tatapan tajam, masalahnya atas ulah Freza yang mencoba membungkam mulutku, kini kami terjatuh ke ranjang kembali dengan posisi aku berada tepat di bawah Freza yang tengah menutup mulutku.

"Jangan banyak bicara, gue seneng lo gak suka sama si Alvian. Jangan deket sama cowok lain lagi, ya? Gue tamak, apa yang udah jadi milik gue gak bisa diambil orang! Paham ya, istriku?"

Dengan susah payah aku menelan air liurku. Kata-kata Freza benar-benar membuatku semakin membulatkan mata tidak percaya.

Freza menatap kedua mataku cukup lama, perlahan dia membungkukkan badannya dan semakin mendekat ke arah wajahku.

"Gue gak mau Lo deketin pria lain, gua bakal marah kalau gitu!" ucapnya setengah berbisik kemudian tersenyum menatapku.

Freza membuka bungkamnya, dia tersenyum sangat manis menatapku. Wajahnya perlahan mendekat, aku tidak bisa bergerak dibuatnya. Segera kututup kedua mataku, dan kurasakan benda kenyal menyentuh bibir kecilku.

Freza menciumku dengan sangat lembut, aku bahkan langsung melupakan segala kemarahan ku padanya. Hingga ketika aku hampir kehabisan nafas, segera kuakhiri kegiatan panas Freza padaku.

Pria itu tersenyum menatapku, dia mengecup singkat kening dan kedua pipiku dengan lembut.

"Lain kali tidak akan sesingkat ini, sekarang sudah malam. Lebih baik kita tidur sekarang," ajak Freza yang langsung memeluk tubuhku kembali. Namun sekarang posisinya aku menghadap padanya, jadi kepalaku bersandar di dada bidang milik Freza.

Aku masih terdiam mematung diam, hatiku benar-benar akan meledak karena detakan jantung ini yang tidak karuan.

"Fiona tidurlah, jangan banyak bergerak. Atau kau akan membangunkan yang lain," tutur Freza membuatku terdiam membeku di tempat.

Aku segera menutup kedua mataku kemudian terlelap mengikuti apa yang dikatakan oleh Freza.

***

Aku bangun pagi-pagi karena mendengar sebuah gaduh di sampingku. Ketika kedua mataku terbuka sempurna, kutatap Freza yang tengah sibuk memasukan dokumen-dokumen kerjanya ke dalam tas.

"Lo udah bangun? Bagus deh, coba bantuin gue sedikit," pinta Freza membuatku bangun dan bangkit berjalan menghampirinya.

"Pakein dasi," pinta Freza sambil menyodorkanku sebuah dasi berwarna hitam kepadaku.

Dengan wajah yang masih mengantuk aku melakukan apa yang Freza katakan tanpa perlawanan.

Aku setengah berdiri dan memasangkan dasi itu di kerah baju Freza. Freza masih memperhatikanku, membuat kedua pipiku merona merah dibuatnya.

Setelah selesai aku berniat untuk berdiri, tetapi Freza menghalaunya. Aku menatapnya dengan bingung, Freza melakukannya kembali. Dia mencium bibirku sekilas, membuatku mematung di tempat.

"Morning kiss, gue masih belum puas tapi udah keburu telat buat dapat. Makasih, Sayang," ucap Freza mencubit pipiku kemudian berlalu pergi meninggalkanku yang masih mematung di tempat.

Aku baru sadar jika ternyata ciuman panas semalam kami benar-benar nyata. Dan kini Freza melakukannya kembali.

Hatiku merasa senang sekali, aku tidak membendung rasa senang ini. Untuk pertama kalinya aku merasakan kebahagiaan yang belum pernah kudapat dari orang lain.

Aku berharap jika kebahagiaan ini akan awet dan bertahan sampai selamanya. Rasanya seperti aku ingin menghentikan waktu agar bisa menikmatinya lebih lama lagi.

Segera aku berdiri dan masuk ke dalam kamar mandi. Pagi yang menyenangkan bagiku, di dalam kamar mandi kutatap diriku di depan cermin.

Perlahan tanganku memegang bibirku, aku tidak pernah menyangka jika Freza akan menciumku sebulan setelah pernikahan kami.

Apakah pernyataan ku sore hari itu benar-benar membuatnya sadar akan keberadaan diriku? Ataukah sedang memanfaatkanku sekarang? Ntahlah, yang jelas aku merasa bahagia.

Ketika tengah asyik dengan pikiranku sendiri, tiba-tiba perutku terasa mual. Dan kemudian aku muntah-muntah tidak jelas.

Hampir lima belas menit mualku tidak hilang. Aku sedikit kelelahan karena rasa mual ini, kutatap cermin kembali.

Kedua mataku membulat sempurna, ketika teringat kejadian yang menimpaku sebulan lalu.

"Ti tidak mungkin aku hamil!?" pekikku di dalam hati.

Priaku di Kursi RodaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang