Aku terdiam mematung mendengar seluruh sikap maupun ucapan Freza pada Rista. Perasaanku senang, Freza berarti memang benar peka. Tak perlu lagi aku khawatir, karena Freza membantuku.
Rista menundukan kepalanya, wajahnya murung. Tangan kanannya terkepal kuat, aku tersenyum sinis melihatnya. Bisa dipastikan sekarang Rista sangat marah besar. Namun, dia tak bisa melakukan apa-apa.
"Ba baik, Tuan," ucapnya kemudian bergegas pergi meninggalkan aku dan Freza berdua di kamar.
Kutatap Rista sampai pintu benar-benar membuatnya hilang dari pandangan. Aku merasa sedikit jahat sekarang, tetapi itu lebih baik untuknya. Karena Freza tak menyukai Rista, jadi ku berusaha menyadarkannya untuk segera melupakan Freza.
"Ngapa lo? Seneng ya, tinggal kita berdua di sini?" Ucapan Freza berhasil membuyarkan lamunanku.
Aku tak menjawabnya, lebih baik sekarang menatapnya. Apakah pria itu akan merasa tidak nyaman jika kutatap seperti ini? Dan jawabannya tidak! Freza sama sekali tidak risih aku tatap, malahan dia menatapku balik dengan senyuman menggodanya.
Tak bisa kubiarkan lebih lama, bisa gila jika aku memandanginya terus. Segera aku berdiri dari pangkuan Freza dan berjalan ke arah ranjang. Jantungku sedari tadi berdetak dengan cepat, rasanya ingin meledak.
"Kok pergi? Bukankah kita akan melanjutkan aktivitas panas kita semalam?" tanya Freza dengan senyum godanya mendekatiku.
Kutatap Freza dengan intens, hati ini merasa kesal, karena sudah tak ada yang dapat dipercaya dari Freza. Pria itu membuatku gila akhir-akhir ini.
"Diem lo, gue gak pengen bercanda. Lagian gue tadi cuman pengen panas-panasin orang aja, gak usah berharap," ucapku dengan sarkas. Walaupun begitu, sedari tadi jantungku masih berdetak dengan cepat.
Tawa Freza pecah, memenuhi seluruh ruangan. Puas sekali dia tertawa, tetapi aku terhipnotis karenanya. Mood Freza sangat tidak bisa ku mengerti. Bukankah baru pagi tadi dia termenung diam sedih? Mengapa sekarang dia tertawa begitu puasnya?
"Gak usah ketawa, gak ada yang lucu," ucapku dengan sarkas. Ntah mengapa aku tidak suka melihat Freza menertawakanku.
"Lah, malah ngambek. Kan lo sendiri yang mulai duluan, ya gue ngikutin lo bawa ke mana lah," balas Freza membela dirinya sendiri.
Ck, dasar Freza! Aku kesal, karena perkataannya benar. Jika tidak mengingat jahilku, tidak mau aku melakukan semua ini.
"Oh iya, Freza. Kalau lo gendong gue di depan Mama sama Rista, berarti lo tahu soal Rista yang suka sama lo?" tanyaku mengikuti Freza yang mendorong kursi rodanya ke arah lemari.
Freza tampak mengeluarkan pakaiannya, tetapi handuknya sendiri tergantung di atas tak bisa dia gapai. Aku berdecak kesal melihatnya, Freza masih sombong tak mau meminta pertolongan pada orang lain.
"Minggir, biar gue yang ambil," ucapku mendorong kursi roda Freza ke tepian. Agar tidak menghalangiku mengambilkan handuk yang tergantung di atas.
Kutatap Freza yang menggaruk kepalanya canggung, sepertinya dia masih belum terbiasa dengan kehadiranku.
Sama sih, tapi bagaimana dengan ke depannya? Walaupun pernikahan kami hanya kawin kontrak, tetap saja harus ada interaksi yang baik antara kami.
"Za, inget ya. Lo tuh dah punya istri, babu-in kek gue gitu, suruh-suruh ambil ini itu. Ya emang pernikahan kita cuman kontrak, tapi gak seharusnya lo cuek gitu," tuturku membuat Freza terdiam.
"Baper kan? Ayolah lo pasti baper sama kata-kata gue," batinku berucap bangga.
Freza terdiam kemudian tersenyum menjijikan. Dia sekarang terlihat seperti seorang fedovil yang akan memangsa.
"Begitukah? Kalau gitu bersihkan tubuhku. Aku sangat lelah, apa kau tidak mau membantu suamimu sendiri?" tanya Freza dengan tersenyum smirk.
Aku terdiam, berusaha menelan salivaku karena terkejut dengan balasan Freza. Oh, Freza sepertinya menantangku? Siapa takut!
"Baiklah, Mas. Aku bantu Mas mandi," ucapku dengan lemah lembut, dan memanggil Freza dengan sebutan 'Mas'.
Kudorong kursi roda Freza ke arah kamar mandi. Namun, tak ada perlakuan atau sikap Freza yang mencoba menghentikan perbuatanku. Aku terkesiap, jantungku berdetak dengan cepat.
Aku yang memulainya duluan, tetapi aku sendiri yang takut. Apakah ini senjata makan tuan? Seperti begitu, sekarang aku kesulitan dengan permainanku sendiri.
"Aku ingin mandi dengan air dingin, lagipula itu tidak akan terasa dingin jika bersama denganmu," ucap Freza menggelitik perutku.
Aku menahan tawaku sekuat mungkin. Sejak kapan dia belajar seperti itu, jijik sekali aku mendengarnya. Namun, ntah kenapa aku menyukainya.
Aku berjalan menuju bath up dan menyalakan keran air dingin. Ketika ku berbalik ke belakang, kulihat Freza tengah membuka bajunya.
Jantungku kian berdetak dengan cepat, tubuh Freza begitu atletis. Aku ingin menyentuhnya, tetapi hatiku ragu untuk melakukannya.
Freza menatapku yang terpaku akan tubuhnya. Dia tersenyum smirk kemudian mendekatiku, mengenggam tanganku hangat kemudian menyentuh rahangku lembut.
"Kau cantik, Fiona. Mau mandi bersamaku?" tanya Freza membuatku tersentak langsung berdiri.
Gila! Freza sudah gila! Aku segera berjalan keluar kamar mandi. Terdengar dari belakang suara tawa Freza, cih pria Menyebalkan itu! Bisa-bisanya dia menggodaku!
Hampir saja aku terhipnotis akan perlakuannya tadi. Mungkin sesuatu akan terjadi di antara kita.
"Fiona, mengapa kau pergi? Bukankah tadi kau ingin memandikanku? Daripada aku mandi sendiri, mengapa kita tidak berdua saja?" teriak Freza di kamar mandi diakhiri tawanya.
Freza sialan! Dia berhasil menggodaku, membuatku tak berkutit di depannya. Lihat saja nanti, akan kubalas perbuatannya ini.
"Gak, lo mandi sendiri aja sana. Gue sibuk, gak ada waktu ngurusin lo," balasku sarkas. Namun, Freza hanya membalasnya dengan tertawa.
Sepertinya dia puas sekali menggodaku, buktinya tawanya tidak henti² cukup lama. Aku yang sedari tadi duduk diam di depan kamar mandi, bosan hanya mendengar tawa Freza.
Jadi aku memutuskan untuk ke ranjang dan tiduran di sana. Akan lebih baik jika aku langsung tertidur, dan meninggalkan pria Menyebalkan itu ke alam mimpi.
Akan tetapi, saat aku mencoba untuk tidur. Sesuatu terlintas di kepalaku, pertanyaanku sebelumnya masih belum dijawab Freza.
Aku masih heran, mengapa Freza mau membantuku berpura-pura hubungan kita harmonis. Terlebih itu di depan Rista—wanita yang menyukainya.
Apakah Freza tengah membuat cemburu Rista? Lantas mengapa? Mengapa Freza melakukan hal itu?
Memikirkan semua itu aku memiliki dua kesimpulan, pertama Freza hanya iseng saja seperti sikap sebelumnya padaku. Kedua, Freza menyukai Rista. Dia terpaksa ingin membuat Rista cemburu, dengan menggodaku di depannya.
Aku masih belum mengetahui hubungan antara Freza dengan Rista. Namun, ntah mengapa hatiku kesal, kala mengingat kesimpulanku yang kedua.
Tunggu? Mengapa aku kesal? Aku terdiam sesaat, apakah ... aku menyukai Freza? Tidak mungkin, tidak mungkin aku menyukainya secepat itu.
Kututup kedua mataku dengan tangan kanan, rasanya begitu melelahkan mengingat semuanya. Terlalu banyak kejadian, hingga membuatku lelah sendiri.
Mataku terasa berat, aku menguap tanda mengantuk. Kemudian mengambil posisi yang nyaman dan mengambil tidurku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Priaku di Kursi Roda
RomanceTidak tahu apa yang terjadi, tetapi sekarang aku sudah menjadi istri dari seorang pria kursi roda! Tiada yang ku permasalahkan dari pernikahan ini. Namun, diriku bukanlah gadis lagi! Bagaimana aku menjalankan pernikahan? Aku harap ini hanya sebatas...