Ingin rasanya memarahi pria labil itu. Namun, hatiku tak tega melihatnya, jelas sekali terlihat jika Freza tengah kecewa. Tidak tahu dia kecewa karena apa, tetapi dapat ku simpulkan masalah Freza sangatlah berat.
Sampai kami di perjalanan pulang pun Freza tak mengajakky berbicara. Sungguh Menyebalkan! Aku tak menyukai suasana canggung seperti ini.
"Maaf." Aku tersentak, kutatap Freza yang tertunduk lesu. Cukup lama dia terdiam, hingga kepalanya berputar menatapku.
"Maaf, lo pasti nungguin gue semaleman?" tanya Freza.
Aku terdiam sesaat sebelum taw aku pecah memenuhi mobil. "Ya kali gue nungguin lo, lagian kapan sih seorang Freza bisa serius?" tanyaku balik berusaha menutupi luka di hati.
Kesalahan terbesarku adalah mudah percaya pada pria, yang berstatus suamiku sekarang. Apakah ini efek dari sebuah pernikahan? Mudah sekali aku percaya pada Freza.
Makanya, aku mencoba berbohong pada Freza aku tidak mau jika pria itu tahu, kemarin aku sempat jatuh dalam sikapnya.
Freza tertawa, hatiku melunak kala melihatnya. "Iya juga sih, kapan juga gue ngomong serius ama lo. Yakin sih gue, pasti kemarin malem lo langsung tidur, senang gak bagi ranjang sama gue," tutur Freza.
Aku terdiam membatu, dadaku terasa sesak mataku terasa panas. Rasanya aku ingin melenyapkan pria tidak tahu malu ini. Bisa-bisanya dia mengatakan hal tadi.
Ucapan Freza benar-benar di luar dugaan, dengan mudahnya dia berkata seperti itu. Dasar tidak berperasaan! Terbuat dari apa sih hatinya!?
Bodoh sekali diriku berharap banyak pada Freza, sepertinya di masa depan nanti hatiku harus terbungkus besi. Agar ia tidak mudah mencair karena sikap Freza.
"Tu lo tahu, kali ya kan gue duduk di ranjang kek gadis pengantin terus nunggu lo berjam-jam. Dan bodohnya sampe dini hari pun, masih berharap lo dateng! Mimpi!"
Aku membongkar aibku sendiri, sedari tadi aku ingin mengatakan hal ini. Lega rasanya, walau Freza akan salah menduga aku tidak peduli.
"Iya iya, paham kok lo gak mungkin baper sama gue," balas Freza membuatku tersenyum sinis. Tepat seperti dugaanku.
Hatiku berdenyut sakit, bagai dihujami ratusan pisau. Definisi dari sakit tak berdarah kurasakan sekarang. Freza adalah lelaki terburuk yang pernah kutemui, sering sekali aku dibuat bingung olehnya.
Ntah apa mau Freza, dia lelaki sejuta misteri yang belum pernah kutemui. Sejujurnya, aku masih merasa janggal dengan pernikahanku. Sebenarnya apa tujuan Freza menikah kontrak denganku? Aku harus memastikannya sekarang.
Kutatap Freza yang tengah asyik membaca dokumennya. "Freza," panggil ku membuatnya menoleh, menatap penuh tanda tanya padaku.
"Em, gini sebenernya lo nikahin gue karena apa? Sampe sekarang gue gak pernah tahu maksud lo apa," ucapku berusaha agar tidak gentar.
Freza terdiam, dia menutup dokumennya dan segera berbalik menghadapku. "Kan gue pernah bilang, lo mau gue jadiin umpan," balas Freza membuatku jengah.
"Iya gue inget, cuman ya umpan apa!?" Jujur aku masih tidak mengerti dengan kata 'umpan' yang Freza maksud, sejak kejadian kemarin aku tak bisa mempercayai ucapan Freza lagi.
Bisa saja sekarang dia tengah bercanda juga, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Freza dan Tuhan.
Freza berdecak kesal, "Iya umpan, tahu kan umpan maksud gue?" tanyanya balik.
Aku muak mendengar kata umpan, malas aku membalasnya. Ku acungi jempol dan melirik ke arah jendela. Terdengar suara Freza yang terkekeh geli, tuh kan bisa saja Freza bercanda juga, untuk masalah yang satu ini.
Argh! Freza oh Freza kau membuatku menjadi gila seperti ini. Mungkin sampai di kota aku akan mengunjungi psikiater untuk konsultasi kewarasanku.
"Tenang, gue gak bakal nyakitin lo. Karena gue udah janji sama Mama, tetapi ini untuk masalah umpan itu. Ya kalo lo nyebelin itu beda lagi, gue gak janji gak nyakitin lo, haha!" ucap Freza diakhiri dengan tawanya.
Ampun dah, mengapa Freza begitu senang mengejekku. Baru saja aku akan tersenyum senang, tetapi akhir kalimat Freza membuatku geram.
Ku pukul bahu Freza cukup keras hingga pria itu meringis sakit. Walaupun begitu, Freza tetap mempertahankan tawanya.
Aku tak habis pikir dibuatnya, Freza benar-benar berbeda dari rumor. Kadang aku merasa jika diriku mengerti akan dirinya, tetapi ada saja hal yang langsung membuatku ragu seketika.
Freza si lelaki sejuta misteri, ntah mengapa aku ingin mengenalnya lebih dalam. Walaupun diriku sudah pernah dibohongi olehnya, aku tetap tak menyesal. Tidak tahu mengapa aku berpikir ada yang tengah Freza sembunyikan.
Ingatan tentang wajah sedihnya Freza pagi ini benar-benar menganggu pikiranku. Aku ingin tahu mengapa pria itu tampak sedih untuk pertama kalinya. Wajah dingin dan sangarnya tiba-tiba menghilang.
Tentu sebagai manusia yang peduli, aku ingin mengetahui alasan di balik itu semua. Ku pandangi wajah Freza intens, sengaja membuat pria itu tak nyaman.
"Apa?" Mendengar Freza bertanya membuatku tersenyum senang.
"Za, gue sebagai manusia yang memiliki kepedulian yang begitu tinggi, ingin bertanya kenapa tadi pagi wajah lo murung?" tanyaku membuat Freza tertawa.
Cukup aneh aku bertanya dengan narasi panjang. Basa-basi yang ambigu, membuat malu diriku saja. Bodohnya aku baru menyadarinya sekarang.
"Ya lo ngertilah maksud gue apa," tambah ku sambil menggaruk tengkukku yang tidak gatal. Jujur sekarang aku sangat malu, ada apa dengan diriku yang tiba-tiba melodrama seperti ini.
"Lo pengen tahu?" Ucapan Freza berhasil membuatku tersadar dari lamunan. Kutatap Freza yang sama tengah menatapku dengan wajah serius.
Aku mengangguk antusias, tak sabar dengan curahan hati Freza nantinya. Freza menyuruhku mendekat, ketika tubuhku mendekatinya dia mengatakan sesuatu.
"Kepo banget sih lo!" Aku mengepalkan tangan geram, kulayangkan pelototan tajam padanya, dan Freza malah tertawa.
Ok, Freza minta dikirim ke Pluto sekarang. Ingin rasanya memberikan tembakan shotgun untuknya. "Za, gue serius." Kutatap Freza intens, memberitahunya jikalau aku tengah serius sekarang.
"Tapi gue pengen bercanda," balas Freza membuatku menyipitkan mata tak percaya. Terkejut karena untuk kali pertamanya aku mendengar nada suara gemas Freza.
Freza yang melihatku seperti ini langsung tertawa, aku benar-benar kesal. Tawa Freza mengiringi mobil yang mulai masuk ke dalam pekarangan rumah. Aku tak menduga obrolan kami sangat panjang hingga tak terasa kami sudah sampai di rumah.
Asisten Freza membantunya turun dari mobil. Sebelum pergi, Freza mengatakan sesuatu yang takbisa kudengar dengan jelas. Bunyi alarm hpku lah pelakunya. Saat hendak pergi, Freza tersenyum menatapku.
Aku yang melihatnya menarik napas jengah. Bisa-bisa nya alarm hpku berbunyi, ketika suasana penting seperti tadi. Emosiku meledak, aku begitu penasaran apa yang Freza katakan tadi. Merutuki ketidakberuntunganku.
Rasanya ingin menangis karena terlalu kesal, aku ingin melampiaskan emosi ini pada seseorang. Sebuah ketukan di jendela mobil membuatku menoleh. Segera aku menatapnya dan menemukan sosok yang sepertinya aku mengenal. Ia menatapku sambil tersenyum dan memanggikku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Priaku di Kursi Roda
RomansaTidak tahu apa yang terjadi, tetapi sekarang aku sudah menjadi istri dari seorang pria kursi roda! Tiada yang ku permasalahkan dari pernikahan ini. Namun, diriku bukanlah gadis lagi! Bagaimana aku menjalankan pernikahan? Aku harap ini hanya sebatas...