Pagi ini aku sarapan sendiri, Mama dan Papa sudah pergi keluar kota.
Karena proyek Papa, mengharuskan Mama berada di sampingnya. Untuk menjaga kesehatan dan asupan gizi yang masuk.
Pantas saja Mama selalu menyuruhku untuk pergi ke kantor Freza. Ternyata memang sudah menjadi kebiasaan dan aturan di keluarga ini.
Yah, aku tidak terlalu terkejut. Karena tradisi itu dilakukan agar kita sebagai seorang istri tidak suntuk di rumah terus.
Aku tidak melihat Freza sejak tadi malam. Sebelumnya asistennya Freza datang padaku, dan mengatakan agar aku tidak pergi ke kantor.
Hatiku sakit mendengar pesan yang disampaikan Freza padaku. Namun, ada hal aneh. Kupikir jika tadi asisten Freza akan memberiku surat cerai, tetapi nyatanya tidak.
Apakah itu berarti Freza batal menceraikanku? Ntahlah, yang jelas sekarang aku harus bisa berbicara dan menceritakan yang sebenarnya pada Freza.
Aku tidak mau hidup digantung seperti ini. Jika, Freza sudah tidak menginginkanku, aku akan pergi dari hidupnya.
Perlakuan Mama semalam sudah membuka mataku, ternyata masih ada orang yang memperhatikanku.
Terlebih sekarang ada anak yang harus kujaga dan kurawat dengan sepenuh hati. Aku tidak bisa membunuh masa depannya, hanya karena keegoisanku sendiri.
"Nyonya, apakah Nyonya akan pergi ke kantor?" tanya seseorang membuyarkan lamunanku.
Kutatap ke samping, Rista sedang berdiri di sampingku dengan menunduk hormat.
Aku benar-benar terkejut karena melihat Rista kembali. Pasalnya selama ini aku tidak melihatnya di sekitarku.
aku terdiam sesaat, kemudian mengangguk kecil. "Siapkan aku pakaian untuk pergi ke kantor Freza," balasku membuatnya mengangguk dan pergi.
"Za, gue gak bisa lo gantung kayak gini. Gue harus tahu keputusan lo yang pasti ini," tuturku dengan semangat.
Aku beranjak pergi ke kamar dan mulai bersiap-siap dibantu Rista. Setelahnya aku berangkat menuju kantor Freza.
Hingga ketika aku tiba di kantornya, banyak mata yang menatapku sambil berbisik.
Aku kebingungan sendiri dibuatnya. Apakah ada gosip baru tentangku?
Hingga ketika di satu belokan aku mendengar beberapa wanita yang tengah bergosip.
"Hei, kalian sudah mendengarnya bukan? Jika hubungan keluarga Pak Freza tidak begitu harmonis. Pantas saja mereka tidak selalu bersama seperti Pak Kepala Direktur dengan istrinya," tutur salah seorang wanita.
"Benar, bahkan di acara kemarin mereka tidak datang bersama. Apakah mereka akan membuat rekor pernikahan tercepat di tahun ini?" imbuh yang lain.
Aku terdiam mendengarnya, jujur sekali aku bingung harus berkata apa. Ketika tengah berdiri mematung, aku tidak menyadari jika Freza sedang berada di hadapanku.
Freza menatapku dengan tatapan tajam yang mengintimidasi. Hingga ketika para wanita tadi melewati kami, mereka tampak terkejut tapi setelahnya biasa saja.
Freza mengacuhkanku, dia kemudian pergi dengan asistennya yang senantiasa mendorong kursi rodanya.
"Tunggu! Ada yang perlu kita bicarakan," ucapku sedikit berteriak.
Akan tetapi, Freza tidaj mendengarkanku. Wanita yang tengah bergosip tadi menatapku dengan tatapan kasian dan mengejek.
"Lihatlah, benar kataku jika Pak Freza menikah dengan wanita salah. Bahkan, dia tidak didengarkan oleh Pak Freza," tuturnya setengah berbisik.
Tidak tahu dia sengaja melakukannya atau tidak. Yang jelas, amarahku langsung memuncak.
Segera aku pergi dari sana, Freza benar-benar tidak tanggung-tanggung untuk mempermalukan diriku.
Sikapnya malah memperparah gosip yang beredar di seluruh kantornya. Pantas saja semua orang menatapku dengan tatapan mengejek.
Aku pikir Freza akan marah atau kesal lalu menegur mereka, tetapi nyatanya Freza juga ikut membenarkan apa yang dikatakan gosip.
Hatiku merasa kesal dan sakit rasanya, aku memutuskan untuk pergi ke kafe yang sedikit jauh dari kantornya Freza.
Aku tidak mau menemui orang-orang kantor Freza. Sudah begitu malu aku dipermalukan seperti itu, setidaknya jika memang Freza tidak mau lagi denganku dia tidak harus menggantung diriku.
"Loh, Fiona? Kamu di sini?" Suara itu membuatku menatap ke atas dan menemukan seorang pria yang tengah menatapku sambil tersenyum.
Aku lantas berdiri ketika bertemu dengan Kak Alvian.
"Kak, sudah lama kita tidak bertemu. Bagaimana kabar Kakak?" tanyaku sambil mempersilahkan Kak Alvian untuk duduk.
Kak Alvian menurut dan tersenyum menatapku. "Seharusnya Kakak yang bertanya hal itu. Seluruh orang di kantor menggosipkan hubungan pernikahan kalian, apa yang terjadi?" tanyanya membuatku terdiam sambil menatap ke arah lain.
Aku tidak tahu bagaimana aku membalasnya. Tidak mungkin aku mengatakan aib keluargaku sendiri.
"Tidak apa-apa, Kak. Hanya kami bertengkar sedikit, mungkin besok akan ada hal baik," balasku sambil tersenyum.
Kak Alvian hanya diam dan menatapku, kemudian dia mengusap kepalaku dengan lembut.
"Kamu wanita spesial, Fiona. Semoga saja hubungan kalian baik-baik saja, tidak sesuai dengan apa yang beredar di gosip," ucapnya membuatku tersenyum menatapnya.
"Maaf, Kak. Aku menganggapmu sebagai Kakakku sendiri, tetapi aku tidak bisa menceritakan yang sesungguhnya," tuturku dalam hati.
"Oh ya, Kakak ingin memesan kopi? Di sini kopinya begitu nikmat," ucapku dengan semangat membuat Kak Alvian tertawa.
"Haha, baiklah. Aku akan memesannya," balasnya membuatku mengangguk.
Aku tersenyum menatap lurus ke depan, hingga tiba-tiba kedua mataku membulat sempurna ketika melihat sosok pria yang tengah menatapku jauh di belakang Kak Alvian.
Senyumku memudar seiring dengan jantung yang berdetak dengan cepat. Aku bisa melihat dengan jelas jika Freza tengah menatapku dengan tatapan yang begitu tajam.
Apa maksudnya? Dia menatapku seolah aku sedang tertangkap basah berduaan dengan kekasih gelap.
"Fiona, itu Freza?" tanyanya membuyarkan lamunanku sendiri.
Tatapanku beralih menatap Kak Alvian yang tampak sedikit merasa bersalah.
"Sepertinya, aku harus menjelaskan keberadaanku pada dia," ucap Kak Alvian yang langsung bangkit hendak mengejar Freza yang sudah pergi tidak tahu kemana.
Segera aku menahan tangannya, "Tidak perlu, Kak. Biarkan dia pergi, tidak ada yang perlu dijelaskan. Biarkan saja dirinya," ucapku membuat Kak Alvian terdiam dan menurut.
"Benar tidak apa-apa?" tanyanya memastikan membuatku tersenyum.
Aku mengangguk dengan semangat, "Kakak tadi ingin pesan ini, kan? Kalau begitu kita panggil pelayannya," balasku mengalihkan perhatian.
Sebenarnya aku sedikit khawatir, tetapi aku teringat kembali dengan sikap Freza yang mengacuhkanku sebelumnya.
Aku ingin membalaskan dendamku padanya. Tidak ada yang akan senang jika diperlakukan seperti itu, dalam hatiku aku berharap jika Freza bisa mengambil pelajaran atas sikap acuhku yang seperti ini.
Kutatap ke arah jendela, menatap sebuah mobil yang melaju pergi menjauh dari kafe ini.
Aku bisa memastikan jika mobil itu adalah mobil Freza. Namun, ada satu hal yang menjadi pertanyaanku sekarang.
Mengapa Freza mengejarku sampai kemari? Ada apa dengan sikapnya? Padahal sebelumnya dia begitu acuh padaku, tetapi sekarang dia bersikap seolah peduli padaku.
"Za, gue harus gimana sekarang? Bahkan lo sendiri buat gue jadi bingung kayak gini? Sebenernya apa yang lo mau?" tanyaku dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Priaku di Kursi Roda
RomanceTidak tahu apa yang terjadi, tetapi sekarang aku sudah menjadi istri dari seorang pria kursi roda! Tiada yang ku permasalahkan dari pernikahan ini. Namun, diriku bukanlah gadis lagi! Bagaimana aku menjalankan pernikahan? Aku harap ini hanya sebatas...