06. SEMESTA DARI YANG TELAH PERGI

4.6K 359 4
                                    

Seorang cowok berlari kencang sepanjang koridor rumah sakit, lantai bening itu ia bijak kan dengan kuat, hingga menimbulkan suara keras yang cukup menggema. Dirinya tidak peduli dilihat oleh banyak orang, yang terheran - heran karena berlari kencang di rumah sakit.

Baru lima menit yang lalu, cowok itu mendapatkan telpon dari kakak tirinya, kalau kondisi Mama sedang diambang antara hidup -mati. Cowok itu berlari tergesa - gesa, setiap lorong dia berlari dengan buliran keringat di pelipisnya, perasaan cowok itu tidak tenang, pikiran nya kacau melayang pada satu kemungkinan, yang semoga hanya ketakutan nya saja.

Akhirnya setelah tiga menit berlari tanpa henti, cowok itu sampai di depan ruangan bertuliskan ICU, cowok yang mengenakan kemeja biru itu, bertumpu pada dinding mengatur nafasnya yang terasa sesak, lebih sesak saat mengetahui kabar Mama nya, kritis.

Lelah berlari dengan pikiran kacau, mata cowok itu terpejam sesaat, mencoba mengusir pengusik pikiran nya, untuk tetap tentang. Namun, suara pintu ruangan terbuka, membuat cowok itu kembali membuka mata, dan dengan lesu dia menghampiri dokter itu, dengan sejuta harapan besar ia berusaha dengar, meskipun ia tau kemungkinan kecil kabar baik yang ia dapatkan.

"Saudari Hana Lestari, telah berpulang ke pangkuan sang pencipta."

Deg,

Runtuh sudah dunia seorang pemuda yang mendengarnya, sejuta harapan besar yang ia bawa itu, sekarang sudah hancur, melebur hanya menjadi debu, kemudian lenyap dibawa desiran angin sunyi, yang menyapa hati rapuh seorang cowok yang mendengar, kalimat yang dokter itu katakan.

"Nggak! Mama gak mungkin ninggalin gue!"

Menolak takdir secara paksa, itu yang selalu dilakukan manusia, tidak terima dengan apa yang baru saja Tuhan lakukan, mengambil nyawa seorang wanita berhati malaikat.

"Tenang El, ini semua udah takdir nya." Alvaro berucap, seolah ia ikhlas dan kuat. Iklhas melepas kepergian Mama sambungnya, seolah kuat menghadapi segalanya, namun apa yang bisa ia lakukan, sedangkan ia sadar akan posisinya sebagai kakak.

Elvan melepaskan cengkraman tangan Alvaro, dengan kasar ia memasuki ruangan dingin itu, lalu melangkah menghampiri seorang wanita, yang sedang terlelap tenang.

Desiran nyeri berdenyut di pembuluh darahnya, mengalir keseluruhan tubuh, hingga membuat Elvan jatuh lemah di samping Mama nya. Rasanya ini terlalu menyakitkan, untuk ia terima, bahwa jantung wanita itu sudah tidak berdetak, beberapa kali Elvan mencoba memanggil Mama nya, tapi sayangnya nihil, tidak ada tanda - tanda akan masih adanya kehidupan.

"Mama.." suara Elvan hampir tidak terdengar, nyaris hilang tercekat karena menahan isak tangisannya.

"Kenapa Mama ninggalin El, Ma? El mau sama siapa kalau gak ada Mama? Ma, jawab El. Bilang kalau Mama cuma pergi sebentar, jangan kayak gini Ma!" Elvan bersimpuh pada Mama nya, memeluk raga yang sudah tanpa jiwa di dalam nya.

Berharap kepergian Mama nya hanya mimpi buruk, untuk pertama kalinya cowok dingin itu meneteskan air mata.

"Bangun Ma! Ambil jantung El, Ma! Biar El yang pergi ninggalin Mama!" teriak Elvan frustasi, cowok itu mengepalkan tangannya erat, hingga urat dan rahangnya menegas, dia memukul - mukul dada nya kuat, melupakan segala sesak di dadanya, menyakiti tubuhnya sendiri atas kepergian Mama nya.

"KENAPA HARUS MAMA? KENAPA GAK GUE AJA YANG MATI?!" Elvan menjambak rambutnya kuat, dia terus memukul dada kirinya sendiri, seolah ia ingin merasakan sakitnya penyakit jantung, yang selama ini menyiksa Mama nya.

ELVARYN : Es dan Princess Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang