29. HELICOPTERS

1.6K 133 12
                                    

Jakarta pukul 22:46 wib.

Pesawat yang membawanya kembali dari Denpasar telah mendarat 10 menit lalu. Lelaki dengan topi hitam bermerek Prada itu, mencangkol tas ranselnya yang juga berwarna senada berjalan menuju taxi yang sudah dia pesan.

Elvan baru saja menyelesaikan tugasnya sebagai murid kebanggan, dia langsung melakukan penerbangan dari Bandara Internasional Ngurah Rai Denpasar menuju Jakarta. Tentu saja dia tidak sendiri, Leon mengekor dari belakang.

Tiba di titik yang sudah ditentukan, taxi berhenti tepat di dapan nya.

"Sorry, gue gak bisa jenguk Eryn. Besok pagi gue ke sana sama Azuri," ucap Leon pada Elvan.

Elvan mengangguk pelan, kemudian dia berdeham. "Gue duluan." pamitnya membuka pintu mobil taxi.

Namun kedatangan sebuah mobil Van putih berhenti di depan taxi yang hendak Elvan tumpangi itu membuat perhatian keduanya teralihkan, fokusnya menatap seorang Pria ke luar dari mobil tersebut.

"Selamat malam Tuan Muda Elvan, saya Pernon. Saya datang ke sini atas perintah Tuan Zantara," sapa Pria bertubuh tegap dan suara berat itu pada Elvan.

Elvan menaikan sebelah alisnya, butuh waktu untuk dia paham tujuan Ayah nya mengirim Pria itu menjemputnya di Bandara, Elvan tau dengan watak Ayah nya itu pasti mempunyai maksud tertentu.

"Ikut aja, pasti penting banget. Kalau gitu taxi lo gue ambil alih," kata Leon menepuk bahu Elvan sebelum pergi duluan.

Elvan terpaksa mengikuti perintah Ayah nya, lelaki dingin itu masuk ke dalam mobil Van putih.

"Ada apa?" Elvan bertanya dengan intonasi suara berat dan serius.

Pernon, pria suruhan Zantara itu memberikan tablet pada Elvan. Baru kemudian dia menyalakan mesin mobil, dan membelah jalan raya pada malam hari di Ibu Kota. Elvan membuka pesan dari nama seseorang yang memiliki marga nama Tionghoa nya. Pesan singkat dari keluarga Mama nya dari Tiongkok.

"Kapan Ayah saya pergi ke Beijing?" tanya Elvan menaruh tablet itu di kursi samping nya.

"Kemarin lusa Tuan, beliau melakukan pertemuan untuk membahas masa depan Tuan Muda di sana. Beliau ingin memberitahu Tuan Muda lebih awal, tapi Tuan Muda di sibukan dengan olimpiade." ujar Pernon.

Mendengar informasi dari orang suruhan Ayah nya, dan membaca pesan dari keluarga nya di sana. Elvan langsung mengerti maksud dari semua itu, tujuannya hanya satu.

Hembusan napas berat ke luar dari mulut lelaki memakai kemeja biru itu, kepalanya dia sandarkan ke belakang kursi sembari memejamkan mata, berusaha tetap tenang. Elvan sangat bingung keputusan apa yang harus dia ambil sekarang, dia berjanji pada mendiang Mama nya untuk tidak kembali. Lelaki dingin itu tidak ingin meninggalkan negara keduanya ini, Elvan sudah jatuh cinta pada negri tanah airnya, Elvan merasa nyaman sudah menemukan semesta nya di sini.

Elvan sama sekali belum mengistirahatkan tubuhnya, bahkan sekedar mengisi tenaga pun dia belum sempat. Lelaki itu memasuki ruangan inap VIP, ditangan kanan nya menggenggam buket bunga mawar pink untuk Tuan Putri Kesayangan nya.

Begitu cantik, terlelap nyaman dalam buaian mimpi dan beberapa alat medis menempel pada sisi tubuhnya. Lagi, Elvan merasa diremukkan tulang raga nya, sakit melihat kesayangan nya di ambang hidup mati. Elvan menaruh bunga di meja samping brankar, lelaki itu tertunduk lesu saat mendengar kabar kalau Tuan Putri kesayangannya itu akan segera pergi.

"Tuan Putri, bangun." panggil Elvan serak.

Pertahanan lelaki dingin itu runtuh, Elvan meneteskan air matanya. Terhitung ini pertama kalinya dia menangis setelah hari kematian Mama nya.

ELVARYN : Es dan Princess Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang