11 | The List of His Parade Girls

666 30 0
                                    

[Audrey Sophia Dall]

Audrey menatap seluruh pakaian yang masih menggantung rapi di tempatnya. Tidak ada yang berubah sejak terakhir ia datang ke walk-in closet ini, karena sang pemilik juga tidak mengenakan seluruh pakaian ini. Kemudian Audrey menatap tersenyum pada sebuah sweater berwarna abu-abu yang berada di tengah pakaian lainnya. Sweater itu adalah pemberiannya untuk Stephen.

Kakaknya dari dulu gemar mengoleksi sweater dan ini adalah hadiah ulang tahun yang Stephen dapatkan dari Audrey. Seketika Audrey meneteskan air matanya tak sanggup. Rasa tenang tadi seketika berganti dengan amarah.

Apa yang perlu dibereskan, sih? Semua masih rapi di tempatnya. Atau malah seharusnya semua barang Stephen sudah berada di thrift store atau dikenakan oleh orang-orang yang tidak mampu, pikirnya dengan ketus.

Sudah dua tahun berlalu dan detik ini juga Audrey harus berhenti membersihkan kamar kakaknya. Ia tidak peduli jika ibunya marah mengetahui masih ada debu yang menempel di kamar tidur tak berpenghuni itu. Detik ini juga, Audrey akan berbohong pada ibunya dan mengaku bahwa sudah membersihkannya.

Tadi ia masuk kamar Stephen pukul sebelas siang, dan sekarang waktu sudah menunjukkan pukul dua belas. Ini pertanda satu jam Audrey lalui dengan melamun di kamar Stephen, mengingat kembali momennya bersama dengan Stephen. Satu jam juga waktu yang tepat untuk mengelabui ibunya bahwa ia telah membereskan kamar kakaknya.

Audrey berjalan menunju pintu kamar Stephen yang tertutup. Saat ia memegang gagang pintu, langkah selanjutnya terhenti ketika ia mendengar suara teriakan dari ayahnya yang kemudian disusul ibunya, dan mereka saling saut-menyaut.

Badan Audrey mendadak melemas. Lehernya yang tak mampu menopang kepalanya sendiri kemudian disandarkan pada pintu. Ia menundukkan kepala selagi berdiri. Lagi-lagi ia menangis mendengar pertengkaran ayah-ibunya karena Stephen. Ini alasan mengapa ia benci akhir pekan. Karena akhir pekan ia selalu berada di rumah, dan saat di rumah ia tidak bisa menikmatinya karena pertengkaran kedua orangtuanya ini.

Daripada mendengar ribut orangtuanya, biasanya Audrey memutuskan untuk ikut mengawasi Kafe Dall-Icate. Namun, kali ini baik batin maupun fisiknya sedang lemah. Ia tidak mampu bekerja di sana. Keputusan akhirnya adalah ia akan pergi menuju ke makam kakaknya. Tempat damai di mana ia bisa mencurahkan seluruh isi hatinya, karena ia yakin Stephen akan mendengarnya.

 Tempat damai di mana ia bisa mencurahkan seluruh isi hatinya, karena ia yakin Stephen akan mendengarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Alex Osbert]

Kini Alex menatap makan siangnya yang didominasi dengan daging sapi. Ia sekarang berada di mansion orangtuanya, karena orangtuanya mengundangnya untuk makan siang bersama. Sebuah suara pisau yang menggesek piring terdengar pelan namun Alex tetap bisa mendengarnya dan ia tak menyukai deritan itu. Ia langsung menoleh ke sumber suara dan melihat Hailexa sedang menyingkirkan brokoli dengan pisaunya. Wajah Hailexa terpasang raut jijik melihat brokoli yang ada.

Alex langsung mendecih dan bergumam, "Kebiasaan." Sejak kecil, kembarannya itu benci brokoli.

Kembali Alex menatap makan siangnya dan mulai menyantap. Tiba-tiba keheningan meja makan direnggut oleh ayahnya yang menaruh ponsel di atas meja sambil mengeluh. "Mengapa Brian susah dihubungi?" Raymond heran.

The List of His Parade GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang