17. Alex

93 19 0
                                    

Ujian tengah semester hampir di depan mata. Aku harus meningkatkan intensitas belajar. Kurangi ngebucin oppa, apalagi ngebucin Kak Erza. Pendidikan nomor satu, masa depan harus jadi prioritas utama. Soal cinta nomor sekian. Masa?! Batinku mengolok.

Keluar dari ruang lab, Banyu menghadangku.

"Yuk, kencan!"

"Nggak ada waktu." Aku melewatinya.

Ia menghadang lagi. "Yang, gue traktir, deh."

Aku berkedip. Gratis dia bilang? Uh, kelemahanku yang satu itu nggak bisa ditolerir.

"Siomay plus es doger. Kalau Ayang mau batagor atau es dawet, hayuk."

"Ayuk!" Aku langsung menggeretnya tanpa tedeng aling-aling.

Sepanjang jalan, ia memandangku tak berkedip.

"Kenapa ngeliatin segitunya?"

"Kaget, aja. Ini pertama kalinya kita kencan."

"Bukan berarti kencan, ya. Gue mau karena lo traktir gue!"

"Jadi, kalo gue traktir lo setiap hari, lo mau?

"Tergantung."

Ia mencebik. Mengambil motor matic dan aku menunggunya keluar dari deretan motor lain.

"Mau ke mana?"

Aku terlonjak. Elus dada karena kaget. Berbalik kutemukan seraut bengis Kak Erza. Mukaku langsung memerah teringat pengalaman semalam. Sayangnya entitas Diana di sampingnya melongsorkan kenangan itu seketika.

"Kencan." Banyu yang menyahut.

"Enak aja! Cuma makan, doang," koreksiku.

"Ikut aku."

"Erza kamu udah janji sama aku, kita pergi cuma berdua." Si ular bikin mood anjlok. Pakai pegang tangan segala lagi!

"Biarin aku pergi. Kakak lupa kata-kata ayah yang menyuruhku untuk berhati-hati sama Kakak."

Ya, saat sarapan tadi, ayah tiba-tiba mengatakan kepadaku untuk lebih berhati-hati pada Kak Erza di depan si muka datar pula. Ia melarangku berangkat bersama Kak Erza. Aku rasa ucapan Kak Erza soal kamera di mana-mana memang benar adanya. Tapi Kak Erza malah menarikku pergi ke sekolah dengannya seperti biasa. Sama sekali tidak mendengarkan titah paduka raja.

Tanpa menunggu persetujuannya, aku nangkring di atas jok motor Banyu dan menyuruhnya segera enyah.

"Pegangan Ayang,"

"Jangan banyak tingkah, deh. Cepet jalan!"

Kami bermotoran mencari gerobak jajanan murah meriah di sepanjang pinggir jalan. Menemukan penjual siomay di kedai kecil, Banyu mengerem motor. Aku mengikutinya masuk.

"Bang dua porsi siomay. Minumnya es campur dua." Banyu memesan. Ia menggiringku ke meja yang kosong setelah mendapat anggukan dari si bapak penjual.

"Ah! Senangnya, akhirnya Abang bisa kencan dengan Ayang Lily. Nggak nyangka juga Ayang milih Abang ketimbang si Ketos kejam itu."

"Udah gue bilang, ini bukan kencan!"

"Terserah lo mau bilang apa. Yang terpenting selangkah gue bisa makin deket sama lo. Dan posisi gue akan setara sama Erza, bahkan melampauinya."

Aku tak menggubris khayalannya yang memuakkan itu. "Setelah kita makan, langsung pulang, ya. Aku nggak mau dimarahi orang rumah."

"Iya, Ayang Lily-ku. Jangan cemas, Abang akan mengantarmu selamat sampai rumah."

I'm Into You, Lily ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang