27. Dilamar

81 19 0
                                    

"Apa aku boleh melepas jaket dan maskernya?"

"Buka aja. Kita sudah lepas dari mereka."

Hah! Leganya akhirnya bisa terbebas dari hawa gerah.

Mobil pun meluncur dengan kecepatan sedang. Tidak ada kendaraan lain yang mengikuti. Berarti kami memang sudah benar-benar selamat.

"Ehm ... Kak?"

"Hem." Ia hanya melirik sebentar.

Alex. Aku sudah ingat pemilik nama itu. Pria yang tak sengaja menemuiku saat bersama Banyu dan orang yang memberikan foto-foto Kak Erza.

"Jadi, siapa Alex ini?"

Untuk beberapa saat Kak Erza membisu. Ia mengetuk telunjuknya pada setir.

Jemariku saling terpilin di pangkuan. Kebisuannya bisa jadi adalah cara ia tak ingin aku tahu lebih banyak.

Bisa sejauh ini mengetahui kehidupan Kak Erza adalah hal gila yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Sudah seperti masuk ke dalam karangan fiksi genre action saja. Tapi rasanya tanggung jika tidak menguliknya sampai tuntas. Bukan rasa takut yang kurasakan, melainkan rasa penasaran laiknya hantu gentayangan. 

"Tapi kalau Kakak tidak mau aku tahu, aku tidak apa-apa."

"Dia seorang penjahat bayaran. Bekerja di balik layar. Kliennya rata-rata orang penting. Artis hingga pejabat. Sistem kerjanya tidak menentu, tergantung permintaan. Ia bisa menjadi kurir narkoba, stalker, negosiator, bahkan pembunuh."

"Selama ini kerjanya sangat bersih. Bahkan penegak hukum pun tidak bisa berkutik. Tidak ada bukti yang bisa memberatkannya karena dia pasti sudah memikirkan cara paling cerdik memusnahkan bukti, sehingga kematian korban terlihat seolah kecelakaan murni atau karena penyakit."

Track record-nya bikin merinding. Aku tidak menyangka, kala itu bertemu, tidak pernah terlintas bahwa ia seorang penjahat. Soalnya penampilannya layaknya pemuda biasa dengan senyum ramah.

"Anu ... Lily pernah bertemu dengan Alex ...." Sungguh berat sekarang cuma menyebut namanya saja. Lidah seperti terlilit tali gaib.

"Aku tahu."

Mataku membeliak. "Bagaimana bisa?"

"Ayah sudah menempatkan bodyguard untuk mengawasimu dan juga Kak Bella dari jarak jauh selama ini. Tugas mereka melaporkan setiap hari kegiatan kalian di luar, mengawasi rumah kalian dan berjaga-jaga jika terjadi apa-apa dengan kalian. Mereka ada bahkan sebelum kita bertemu."

Aku tidak lagi terkejut. Bukan karena perasaan diawasi sudah terbukti benar, melainkan mereka ada sudah sangat lama berarti, sampai aku baru menyadarinya sekarang.

"Kembali ke topik, apalagi yang dia bicarakan padamu selain menjelek-jelekkan namaku?"

"Selang beberapa hari setelah bertemu, seorang siswa memberikan amplop coklat besar titipan dari Alex untukku. Isinya foto-foto Kakak sedang bersama wanita-wanita yang berbeda di klub malam. Kalian tampak mesra sekali. Kalian keliatan sedang berciuman."

Uh! Foto-foto itu tergambar jelas di pikiran seolah mengejek. Membahasnya malah makin bikin hati kacau saja. Aku membuang muka ke jendela. Mengembungkan pipi. Mau mogok bicara.

Mobil merapat di pinggir jalan. Mesin mati. Entah apa yang direncakannya, aku tidak peduli.

Tangannya terulur menyentuh pipi kiriku. Lembut mengarahkan wajahku kepadanya. Pipiku memanas, pasti bakalan merah.

"Beritahu aku perasaanmu saat itu." Dominasinya bikin aku nggak bisa mengelak.

"Aku jelas nangis. Berusaha mempercayai Kakak, tapi nggak bisa. Semua foto itu terlalu meyakinkan. Bahkan aku sempat terpikir untuk menghubungi Alex dan mendatangi klub yang sering Kakak datangi untuk membuktikan kebenaran foto."

I'm Into You, Lily ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang