Epilog

93 15 0
                                    

Ujian Nasional telah terlewati sebulan lalu. Aku bersyukur masih bisa menyungging senyum kecil di tengah pesta kelulusan sekarang ini. Beban belajar dan perjuangan dua tahun terakhir membuahkan hasil mengejutkan. Aku mampu masuk sepuluh besar perolehan nilai tertinggi.

Awalnya tak menyangka aku bisa bangkit pasca hatiku remuk dan ternyata aku bisa berjuang amat keras menyingkirkan perih demi fokus masa depan.

Melihat aku yang kini memakai kebaya pink, berbagi kebahagiaan dengan sahabat, aku merasa aku kembali hidup. Meski tak terpungkiri hampa itu masih setia menetap.

Pandanganku menjelajahi tiap sudut sekolah ini dari tempatku berdiri. Aku pasti akan merindukan momen keluh kesah, senang bahagia bersama sahabat dan para guru yang memberi ratusan kepingan kenangan. Serta dia yang paling banyak menorehkan tinta pekat yang sulit terhapus.

Aku menggeleng. Aku sudah tidak tinggal lagi di rumah keluarga Effor dan sebentar lagi aku akan meninggalkan sekolah ini, seharusnya mudah untukku melupakan jejaknya. Nyatanya sulit.

"Kenapa diam aja? Ayo foto bareng!" Vina, Banyu dan Fahri mendekat. Mereka merangkulku. Fahri menyuruh teman yang lewat untuk memotret kami berempat.

"Bilang peace!"

Kami melakukan tiga kali pengambilan foto. Lalu tiba-tiba seorang teman datang menyerahkan sebuket bunga lili. Saat kutanya dari siapa. Ia menggeleng dan hanya bilang bunga ini untukku.

Sebuah kartu terselip di tengahnya. Aku membacanya.

Kamu cantik dengan kebaya itu. Kuharap kamu menyukai hadiah kecilku ini atas kelulusanmu. Satu buket lili perlambang kemurnian hatimu. Tunggu aku, Lily Edelia.

Kepala sontak mengedar ke segala penjuru sudut. Sahabatku, mereka berteriak memanggil aku yang berlari panik menyisir di antara para murid di aula ini. Seraya memupuk harapan ada keajaiban untukku menuntaskan rindu.

Aku tahu pasti siapa pengirim bunga ini. Aku ingin sekali saja bertemu dengannya. Sayangnya capaiku berkeliling sia-sia. Aku menggigit bibir dan mulai menangis.

Bodoh, dia sudah meninggalkanku, untuk apa berharap ia kembali. Dia menggantungku dengan jutaan harapan. Kenyataannya hingga detik ini semuanya omong kosong.

Harusnya aku membencinya. Benar-benar membenci Erza Regawangsa.

I'm Into You, Lily ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang