15. Plan
Callysta duduk tegap menunggu kakek itu yang tengah menyesap tehnya dengan santai, baru saja kemarin ia dan ayahnya membicarakan sosok didepannya ini, sekarang ia harus berhadapan langsung dengannya.
"Bagaimana kabarmu, nak? Terakhir kali setelah kita bertemu kau langsung ditemukan tenggelam setelahnya, apa kau ingat?" Kakek tua itu terkekeh kita melihat anak kecil yang merengek meminta bukunya sudah sebesar ini, dan yang menjadi kejutannya adalah Xavier dekat dengannya sekarang.
"A-aku baik-baik saja, tu--"
"--Kakek, panggil aku kakek," selanya.
Callysta mengangguk, "Iya, aku baik-baik saja, kakek. Bukunya masih ku simpan sampai sekarang, aku hanya tidak mengingat saat kau memberikannya." Ujarnya ragu.
"Dan juga.. Aku tidak sepenuhnya mengingat hal lain, haha.." Lanjutnya sambil tertawa ringan.
Kakek Mora tersenyum kecil melihat gadis itu, "Sepertinya kau mempunyai hubungan yang cukup dekat dengan cucuku."
"Xavier? Y-ya bisa dibilang seperti itu." Callysta sedikit tertegun mendengar pernyataan itu.
Mora sontak tertawa renyah, "Ah, kau sudah mengenalnya juga rupanya. Kakek hanya ingin menitipkan cucu durhaka itu, dia mungkin terlihat seperti pribadi yang keras dan seenaknya, tapi itu muncul karena anak itu butuh perhatian. Perhatian yang sayangnya tidak bisa aku berikan, nak."
"Tidak jarang Leon muncul hanya untuk menjadi rasa sakit untuk Xavier, mereka itu tidak bisa dipisahkan. Jadi kakek harap agar kau memakluminya."
"B-baik, kek. Setidaknya aku harus berusaha mengenalnya terlebih dahulu." Ujar Callysta sedikit gugup.
"Baguslah. Sebenarnya ada hal lain yang penting untuk dibicarakan. Kakek tahu kau adalah perempuan yang handal dalam segala hal, karena itulah kakek ingin meminta bantuan."
"Bantuan apa, kek?" Callysta menaikkan alisnya tertarik.
"Besok, anak itu akan mengadakan rapat rutin dengan para dewan kerajaan. Mereka akan memaksakan kehendaknya, apalagi dengan posisi mereka sebagai penjabat sejak Erland masih berkuasa. Kau harus melakukan sesuatu."
Callysta memperhatikan dengan seksama setiap kalimat arahan kakek tua itu. Ia kemudian tertawa ketika selesai mendengar apa yang dikatakan Mora. Kakek itu tersenyum datar, "Aku tidak bercanda, nak. Lakukanlah."
"Haha, baiklah baiklah, kakek. Kau bisa mengandalkanku. Apa aku harus membicarakannya juga dengan Xavier?" Tanyanya yang mendapat gelengan dari kakek didepannya. "Tidak perlu, anak itu akan langsung mengerti maksudmu."
Mora menyesap tehnya sejenak, "Sepertinya pembicaraan ini sudah selesai. Kau bisa pergi istirahat, anggaplah tempat ini sebagai rumahmu sendiri."
"Aaa, iya. Sampai jumpa lagi, kakeeek." Callysta melangkah dengan riang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tyrant's Beloved Woman [END]
Romance'𝘞𝘩𝘦𝘯 𝘵𝘩𝘦 𝘥𝘦𝘷𝘪𝘭 𝘧𝘢𝘭𝘭 𝘪𝘯 𝘭𝘰𝘷𝘦 𝘧𝘰𝘳 𝘵𝘩𝘦 𝘧𝘪𝘳𝘴𝘵 𝘵𝘪𝘮𝘦' "Callysta...kau sangat indah, sangat cantik. Aku mencintaimu." ujarnya pasti sambil mendekatkan wajah kami, suaranya yang berat dan sedikit serak itu berhasil memb...