14. I'm Your Island"Aku mengerti ayah, terima kasih.." Gadis itu menghela nafasnya.
"Tidak perlu berterimakasih seperti itu, yang penting sekarang kau harus lebih waspada, nak. Tenang saja, ayah akan berusaha tidak membocorkan kejadian ini pada nenekmu dan kedua anak itu, mereka aman di akademi."
Callysta mengangguk, lalu menghambur memeluk ayahnya. Gadis itu berjalan memasuki kediamannya, warna oranye matahari senja melewati setiap celah bangunan itu dengan indah. Gadis itu tersenyum kecil, ia bergegas menuju kamarnya karena kebetulan ingin membaca buku asing itu.
Mungkin sekitar satu jam gadis itu membersihkan dirinya dan menyantap hidangan malam, kini ia sudah terduduk manis di kursi kesayangannya dengan tangan yang memegang buku itu.
Callysta tersenyum kecil melihat bagimana rapi dan indahnya tulisan tangan di buku itu. Kertasnya terlihat cukup usang, gadis itu sendiri bahkan tidak mengingat kapan dia menemukan dan menyimpan bukunya.
Santai tapi fokus, ia membaca kalimat demi kalimat dari halaman-halaman awal buku itu. Semuanya disusun bak cerita lama, gadis itu menyukainya.
Kau beruntung akan mendapat wujud yang sama.
"Jika aku menjadi dirimu, aku akan mengisi lembaran-lembaran kosong itu." Perempuan itu berkata dengan lembut.
Callysta sedikit merengut ketika membaca beberapa bagian yang menurutnya kurang jelas, tapi ia masih tetap melanjutkan kalimat-kalimat itu dan membuka halaman demi halaman. Beberapa kalimat kembali membuatnya tertarik.
Arah utara, cahaya senja terlihat memantul lurus ke atas.
"Saya melihatnya dengan jelas di atas bangunan tinggi itu, sayangnya suara tanda sore itu terlalu gaduh." Wanita itu bersuara dengan lembut.
Fokusnya teralihkan ketika sebuah suara ketukan jendela muncul dari balkonnya.
Gadis itu beranjak dan mendekati pintu balkon dengan hati-hati, matanya menangkap sosok yang tidak asing. Ia tersenyum kecil lalu membukakan pintu bercat putih pucat itu.
"Kau mengagetkanku," Ujar gadis itu pelan dengan sedikit tawa kecil.
Callysta sudah menyadari garis-garis hitam kembali terlihat diantara leher dan pipi lelaki di hadapannya, ia sedikit cemas namun gadis itu tetap bersikap biasa, lelaki itu tersenyum, "Anggap saja itu sebuah kejutan." Sesaat kemudian Xavier menghambur ke pelukan gadis itu, seakan melepaskan beban.
Callysta membalas pelukannya dengan sedikit ragu-ragu. "Ku dengar ada masalah. Apa kau baik-baik saja, Xavier?" Tanyanya, kecemasan yang Callysta rasakan sudah terlihat jelas dari nada bicara yang ia keluarkan.
Xavier menutup matanya serta menghembuskan nafas tenang, ia mengeratkan pelukannya ketika suara dari gadis yang ia dambakan terdengar penuh perhatian. Lelaki itu tersenyum, ia menyukainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tyrant's Beloved Woman [END]
Romansa'𝘞𝘩𝘦𝘯 𝘵𝘩𝘦 𝘥𝘦𝘷𝘪𝘭 𝘧𝘢𝘭𝘭 𝘪𝘯 𝘭𝘰𝘷𝘦 𝘧𝘰𝘳 𝘵𝘩𝘦 𝘧𝘪𝘳𝘴𝘵 𝘵𝘪𝘮𝘦' "Callysta...kau sangat indah, sangat cantik. Aku mencintaimu." ujarnya pasti sambil mendekatkan wajah kami, suaranya yang berat dan sedikit serak itu berhasil memb...