12. In & Out
"Atas kelancaran dan kesuksesan acara kita bersama yang telah dilaksanakan kemarin, mari kita bersulang untuk kerja keras kita semua!" Erada mengangkat cawan minumannya tinggi tinggi. Para bangsawan, terutama orang-orang penting kali ini ikut makan malam bersama. Meja makan yang berbentuk oval memanjang itu dipenuhi hidangan hidangan mewah. Suasana benar-benar ramai saat itu.
Orang-orang bersorak lalu mulai menyantap hidangan yang tersedia dengan antusias. Kapan lagi mereka bisa menikmati makanan makanan khas kerajaan Nerath yang lezat seperti ini?
Callysta menahan senyumnya. Ia hanya menoleh pada piringnya yang kosong dan kembali menatap datar entah kemana. Ia tidak berniat untuk ikut menikmati hidangan itu, meskipun ia sangat menginginkannya.
"Lysta, putriku, apa makanannya tidak sesuai seleramu?" Tanya Erada yang duduk berdekatan dengan putri semata wayangnya itu.
Callysta menggeleng, "Tidak ayah, aku hanya sedang memikirkan hal lain."
"Kalau begitu makanlah, jangan membuat bangsawan lain mengira kamu tidak menghargai mereka, Lysta." Saran Paman Hebia yang baru saja menelan sepotong daging panggang nya.
"Itu benar, jangan murung seperti itu. Makanlah sepuas hatimu." Erada menyahuti. Callysta hanya mengangguk kecil, lalu mulai memotong daging panggang dan meletakkannya pada piringnya.
"Tapi sayangnya tidak semua orang disini bisa dipercaya, ayah." Ujar gadis itu pelan. Raja Erada yang mendengarnya hanya tersenyum tipis. Ia merasa ada yang aneh dengan putrinya. Gerak-geriknya lebih asing dibanding biasanya, ia adalah gadis yang gemar makan, tapi mengapa kali ini ia sama sekali tidak bersemangat?
Vivi yang dari tadi juga memperhatikan perilaku Callysta yang aneh ikut mengerutkan alis. Gadis sialan itu mungkin hanya mencari-cari perhatian, pikirnya.
Beberapa menit berlalu, bangsawan lain ada yang sibuk mengunyah makanan, ada juga yang memilih sambil berbincang-bincang. Erada hanya memperhatikan itu dengan santai.
"Yakh, daging ini cukup pahit ternyata. Apa yang mereka masukan pada hidangan ini?!" Istri Paman Heb memprotes sesaat setelah membuang daging yang masih ia kunyah. Wanita itu memotong daging di piring yang juga di cicipi Callysta.
Mendengar hal itu Erada menatap istri Hebia, "Apa rasanya seburuk itu, adik?" Wanita itu hanya mengangguk. Ia menoleh pada Callysta lalu terpekik cukup keras, ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya, matanya melotot kaget.
Erada langsung menoleh pada putrinya,
"Sudah kubilang, ayah.." Ujar gadis itu. Mata Erada terbelalak kaget melihat keadaan putrinya yang pakaiannya sudah ternodai darah. Darah itu keluar dari mulut dan hidungnya cukup banyak. Semua orang langsung menoleh, tidak terkecuali Vivi, beberapa diantara mereka ikut berteriak kaget melihat Callysta."...tidak semua orang bisa dipercaya disini." Ia berujar lirih sebelum akhirnya kesadarannya terenggut. Gadis itu tersenyum saat melihat wajah shock ayahnya, ia pingsan saat Erada meraihnya. Callysta masih bisa mendengar sayup-sayup teriakan ayahnya dan orang lain.
Mungkin gadis itu tidak akan melupakan ekspresi panik ayahnya seumur hidup. Bagaimanapun ia sudah pernah mengalami kecelakaan yang direncanakan seperti ini dulu hingga harus tertidur lama sekali, Raja Erada tentu tidak akan rela jika putrinya mengalami musibah lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tyrant's Beloved Woman [END]
Romance'𝘞𝘩𝘦𝘯 𝘵𝘩𝘦 𝘥𝘦𝘷𝘪𝘭 𝘧𝘢𝘭𝘭 𝘪𝘯 𝘭𝘰𝘷𝘦 𝘧𝘰𝘳 𝘵𝘩𝘦 𝘧𝘪𝘳𝘴𝘵 𝘵𝘪𝘮𝘦' "Callysta...kau sangat indah, sangat cantik. Aku mencintaimu." ujarnya pasti sambil mendekatkan wajah kami, suaranya yang berat dan sedikit serak itu berhasil memb...