ichi 一 di laut

226 26 220
                                    

"MARE, SUDAH berapa kali kubilang, jangan berkeliaran di utara! Kalau kau hampir tertangkap manusia lagi bagaimana?" Omelan nyaring dari Ocea membuat ikan dan hewan-hewan laut yang berenang di sekitar mereka pergi menjauh.

Mare merengut. Ia menekuk wajah, menunduk sembari memainkan jemarinya yang berwarna putih pucat kebiruan. "Dari mana kau tahu?"

"Dua hari lalu, Marine melihatmu berenang ke utara, bahkan sampai ke perbatasan pantai. Kau ini cari mati, ya? Kalau Ayahanda sampai tahu, kau benar-benar bisa dihukum!"

Mermaid pengadu itu! Untung dia hanya melihatku saat pergi saja. Hati Mare benar-benar dongkol. Tak henti-henti pemuda itu bersungut-sungut di benaknya.

"Bagaimana jika ada manusia yang melihatmu? Itu berbahaya sekali, Mare!"

Bukan melihat lagi, tapi aku memang pergi ke Okinawa untuk menemui Obaa-san¹, wee!

"Yang penting aku, kan, tidak muncul ke daratan!" balas Mare tidak terima. "Aku mematuhi aturan Ayahanda!"

"Tidak muncul ke daratan dan pergi ke utara, apalagi pantai sama saja! Kau tahu kalau Ayahanda sampai mengetahuinya, kau bisa—"

"Ya, ya! Aku tahu, Oceanus! Kau cerewet sekali seperti perempuan!"

Bola mata Ocea yang berwarna hijau kebiruan membulat. Ia berkacak pinggang dengan tatapan nyalang seakan ingin menerkam Mare saat itu juga.

Sebagai anak sulung dari penguasa lautan, Oceanus memang terkenal ceriwis sekali meski dia bukan perempuan. Bahkan mulut ceriwisnya Ocea mengalahkan Marine, satu-satunya perempuan di antara tujuh bersaudara dan Aurora yang merupakan teman masa kecil mereka.

Lihatlah, pasti sebentar lagi amarah Ocea akan meledak dan ia akan mengomel panjang lebar. Namun, sebelum itu terjadi, Mare meraih tangan saudara sulungnya yang agak berlendir dan membawanya menjauh dari tempat itu karena mereka sudah menjadi tontonan makhluk laut.

"MARE! Kau ini—"

"Ocea, bisakah kau tidak mengomeliku di muka umum? Aku tahu kesalahanku, tapi kau semarah itu." Mare menggulirkan mata. Tangan kiri pemuda itu masih menggenggam erat tangan kanan Ocea. Ekor mereka yang indah, tetapi berbeda warna—Ocea berwarna pirus, sementara Mare sian—meliak-liuk indah saat mereka berenang. Siapa pun kaum duyung yang melihat mereka pasti akan terkesima oleh keindahan ekor dan paras tampan yang dimiliki oleh putra-putra Neptune.

Raut Ocea berubah. Alisnya menurun dan tatapannya melunak. Sembari berenang berirama dengan Mare, Ocea mendongak. Berbagai jenis ikan dan makhluk laut yang semula berenang di atas mereka, menyingkir dan mempersilakan mereka lewat. Terkadang baik Mare maupun Ocea tidak nyaman diperlakukan demikian. Padahal mereka sama-sama penghuni laut.

"Maafkan aku, Mare. Aku lepas kendali. Tetapi, sungguh, aku tidak mau kau bernasib sama seperti ...." Ocea menggantungkan ucapannya. Mare yang penasaran seketika berhenti hingga Ocea tidak sengaja menubruk punggung adik bungsunya.

Mare membalikkan badan dan menoleh. "Seperti siapa, Ocea?"

Ocea menggeleng pelan. "Tidak, lupakan saja," ujarnya lirih.

"Camkan kata-kataku, Mare. Kau baru boleh menyapa dunia atas laut saat umurmu beranjak tujuh belas. Bersabarlah dua hari lagi. Lalu setelah itu, kau boleh muncul di permukaan laut dan melihat bulan purnama yang indah," Ocea menepuk bahu Mare dengan sorot tajam, "walaupun aku tidak akan mengizinkanmu."

Setelah berkata demikian, Ocea menarik kembali tangannya dan mengedikkan bahu, lantas berenang mendahului Mare sebelum merman remaja itu berteriak kepadanya.

"Hei! Kenapa begitu? Itu tidak adil!"

***

Dua hari kemudian, Mare menginjak usia tujuh belas; usia matang bagi para duyung untuk bisa lebih bebas mengeksplorasi lautan luas dan menyapa dunia di atas permukaan air yang lebih berbahaya.

Until We Meet at the Sea | 海で会うまでTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang