"SELAMAT DATANG di kediamanku, wahai Mare le Neptunus!" sambut sebuah suara serak dan berat yang menggema.
Entah dari mana asal suara itu. Namun, suara itu cukup membuat Mare merinding. Sekonyong-konyong, dari sebuah celah, keluar sesuatu seperti tentakel gurita berwarna ungu gelap, diikuti badan bagian atas layaknya manusia, tetapi berkulit ungu. Rambutnya yang panjang sepunggung, berwarna jelaga dan keriting.
Mare terkesiap, sontak beringsut mundur. Aye dan For lebih dahulu bersembunyi di belakang tubuh Mare. Kedua makhluk kecil itu menggenggam tangan Mare dengan gemetar. Mare bisa menyimpulkan bahwa makhluk setengah gurita yang—sepertinya—berjenis kelamin jantan ini adalah penyihir laut yang dirumorkan.
"Apa kau ... Penyihir Laut?" tanya Mare hati-hati, masih belum berani untuk maju.
Makhluk itu mengangguk. "Ya, itu aku. Namaku Veindor," ujarnya memperkenalkan diri sembari mengulurkan tangan pada Mare. Seakan mengerti ketakutan Mare dari ekspresinya, Veindor melanjutkan, "Tidak perlu takut, Tuan Muda Mare. Aku tidak jahat seperti yang dirumorkan, hahaha!"
Veindor terkekeh-kekeh, membuat gigi-giginya nan tajam tampak.Mare menoleh ke belakang, mengisyaratkan sekaligus meminta pendapat pada Aye dan For apakah ia harus membalas uluran itu atau tidak. Namun, keduanya malah kompak menggeleng. Mare kembali menghadap depan dan tersenyum ganggung.
"Ehm, namaku Mare. Salam ken—e-eh?!" Mare terkesiap tatkala Veindor mendadak meraih tangan kiri Mare dan menggenggamnya erat. Mare ingin menepis dan berteriak, tetapi melihat wajah Veindor yang antusias, ia memilih bungkam.
"Senang bertemu dan berkenalan denganmu, Tuan Mare!" Vendor berkata dengan nada amat senang. "Oh, astaga! Demi Neptunus! Sudah lama tidak ada yang mengunjungi kediamanku! Kebanyakan dari mereka terseret arus segitiga bermuda, tetapi kau? Kau bahkan dengan cepat sampai di sini!"
"Ah, itu—"
"Karena aku salut padamu dan aku sedang senang, aku akan mengabulkan permohonanmu dengan cuma-cuma. Jadi, apa yang membawamu pergi ke kediamanku, Tuan Muda Mare?"
Mare mendesah. Akhirnya ia diberi kesempatan bicara juga.
"Aku hanya ... aku hanya penasaran.""Penasaran?"
"Ah, tetapi, sebelum itu, dari mana kau tahu aku adalah Mare putra Neptunus?"
"Mudah, aku langsung mencari tahu tentangmu begitu aku tahu kau bisa lolos dari pusaran air itu."
Mare mengangguk paham. Tanpa sadar ia mendekatkan diri pada Veindor hingga For dan Aye menarik tangannya agar tidak
makin mendekat.Mare baru tersadar. Ia spontan menengok ke belakang dan berbisik, "Tenang saja. Veindor sepertinya bukan penyihir jahat seperti yang dirumorkan."
"Benar, benar! Kalian tidak perlu takut begitu, Makhluk Kecil."
Ketiganya terkejut karena Veindor ternyata dapat mendengar pembicaraan mereka. Makhluk setengah gurita itu mengeluarkan sebuah bola kristal berwarna hitam mengilap seukuran kepala.
"Lupakan saja. Jadi, apa yang kau inginkan, Tuan Muda Mare?" Vendor mengulangi pertanyaannya sembari mengusap-usap bola itu.
"Aku ... aku ingin kau mencari tahu keberadaan seorang gadis ... manusia." Mare menjawab dengan mengecilkan volume suaranya di kata terakhir.
Tangan Veindor berhenti. Ia membatu sejenak sebelum mendongak sedikit dan menatap Mare takpercaya.
"Kenapa? Apakah aku harus membayar sesuatu untuk informasi itu?" Mare mengerjap polos, sementara Veindor menggeleng-geleng.
"Kau pernah tahu kasus dua puluh tahun lalu? Saat seekor siren cantik, murid Akademi terbaik di angkatannya malah merelakan kehidupannya sebagai siren dan memilih menjadi manusia demi bersama pria pujaan hatinya?" Bukannya menjawab pertanyaan Mare, Veindor malah menceritakan kisah yang beberapa hari lalu diberi tahu Kyma.
Mare membisu, lalu menunduk. "Aku tahu," ujarnya lirih, "lalu, kenapa kau mengabulkan permintaannya?"
"Karena dia sudah membayar. Jadi, aku hanya melakukan tugasku sebagai penyihir laut, Nak."
"Kalau begitu, lakukanlah padaku juga. Saat ini aku hanya ingin mencari tahu informasi tentang gadis itu."
"Hanya informasi, bukan?"
Mare mengangguk.
"Baiklah, sudah kubilang kau tidak perlu membayar. Aku akan melakukan secara cuma-cuma karena rasa senangku yang sudah lama tidak dikunjungi oleh seseorang."
Raut Mare berubah senang. Matanya berbinar-binar semangat. "Benarkah?"
"Tentu," jawab Veindor sembari mengangguk. "Boleh aku tahu siapa nama gadis itu?"
"Sachihara ... Sachihara ... ehm ...."
Mare mengutuk. Ah, kenapa ia malah melupakan nama belakang gadis itu. Kakoru? Kokaru? Karoru? Koraru? Sepertinya yang terakhir.
"Sachihara Koraru," lanjutnya dengan ragu, tetapi sorotnya menunjukkan keyakinan yang membuat Veindor tak bertanya lagi.
"Baiklah, apa yang ingin kau cari tahu dari gadis ini?"
"Tempat tinggalnya ... apakah dia punya seseorang yang disuka ... sekolahnya ... pokoknya apa pun!"
Veindor terbahak melihat Mare yang menggebu-gebu. Dengan segera ia meraba-raba bola kristal hitam itu sembari memejamkan mata.
"Sachihara Koraru, berasal dari salah satu pulau di Kepulauan Ryukyu, Okinawa, tepatnya pulau A. Saat ini tinggal bersama ibunya, tetapi mempunyai ayah dan satu saudari, juga satu anjing. Bersekolah di SMA Keshiki, punya satu teman dekat bernama Yamasashi Hara yang sekelas dengannya. Hobinya belajar dan saat ini tidak ada orang yang sedang disukainya."
Veindor membocorkan informasi itu dengan serius, tetapi Mare malah tidak menyimak dengan baik. Merman muda itu hanya menangkap betul-betul kalimat pertama dan terakhir. Pulau A? Berarti satu pulau dengan Obaa-san! Beruntungnya dia!
"Terima kasih banyak, Tuan Veindor! Saya pasti akan membalas kebaikan Anda!"
"Tidak perlu, Tuan Muda Mare. Aku hanya melakukan tugasku."
"Aku tidak suka berhutang budi! Aku pasti akan membayarnya nanti!"
Veindor terkekeh lagi. Tangannya bergerak mengusap-usap puncak kepala Mare. "Gunakan informasi ini dengan bijak, Nak. Kuharap kau tidak melakukan kesalahan yang sama seperti Mayera dahulu."
Mayera?
Mare ingin bertanya lebih lanjut, tetapi niatnya urung karena kata-kata Veindor menusuk hatinya.
"Kecuali kau benar-benar ingin membayarku dengan ekor sianmu yang indah, hahahaha!" Vendor tertawa lagi.
Mare spontan melirik ekornya. Sejak dahulu ia selalu penasaran bagaimana rasanya memiliki kaki seperti manusia. Bagaimana jadinya jika ia menukar ekor menyebalkannya ini dengan kaki? Mare tidak hanya bisa berenang, tetapi juga berjalan, melompat, menendang, dan lainnya.
"Mungkin lain kali. Lihat saja nanti."
Giliran Veindor yang membisu. Mungkin tak menyangka Mare mengiakan perkataannya secara tidak langsung.
"Terima kasih banyak atas bantuanmu, Tuan Veindor. Ke depannya aku mungkin akan bisa tidur dengan tenang." Mare membungkukkan badan sekilas.
Veindor mengangguk. "Sama-sama, Tuan Muda Mare. Terima kasih sudah mengunjungi kediaman saya. Jangan kapok-kapok datang kemari, ya!"
Mare baru saja hendak membalas perkataan Veindor andai ia tak tiba-tiba berada di lautan dalam, tempat pusaran arus air tadi menghantamnya, bukan lagi di dalam bangkai kapal. Sepertinya Veindor sengaja menteleportasikannya ke sini. Begitu pula dengan saat ia datang tadi.
Aye, si kepiting kecil, bertanya apa yang harus mereka lakukan selanjutnya.
"Aye, For, ayo kita ke tempatnya Obaa-san sekarang juga!" jawab Mare, mengajak kedua temannya dengan semangat membara. Sementara kedua teman kecilnya melayangkan tatapan protes.
🧜🧜🧜
Selamat membaca 🌊
KAMU SEDANG MEMBACA
Until We Meet at the Sea | 海で会うまで
FantasíaKatagaki Mizuo menyukai Sachihara Koraru sejak pertama kali mereka bertemu. Semuanya berawal dari seorang gadis SMA yang menyelamatkan seekor merman dari manusia yang menangkapnya. Mare--seekor merman, putra bungsu dari penguasa lautan--jatuh cinta...