Akhirnya chakraku yang menghilang selama satu bulan, kini kembali utuh untuk membuka wattpad dan meneruskan cerita di draft lagi...
(Hilih alasan banget sih Bu Thor!!)Selamat membaca... kalau ada typo bisikin ya...
*****
Sudah sejak beberapa jam yang lalu Niskala tak henti meremas jemarinya dengan gelisah. Bahkan sekarang, saat dirinya duduk bersanding dengan Dipta di atas pelaminan pun, rasa resahnya tak kunjung reda.
"Kita gak bisa ngelakuin ini..." gumamnya sekali lagi, tanpa menatap ke arah pria yang kini sudah berubah status menjadi suaminya.
"Tapi pernikahannya udah sah, surat-surat juga udah keluar."
"Seratus hari. Seratus hari pernikahan." ralat Dipta yang langsung memutus keresahan Niskala. Diliriknya sang suami yang sama sekali tak menatapnya kemudian tersenyum kecut.
"Gak usah diulang. Aku udah tau, dan setelah ini aku masih bisa tinggal di apartemenku sendiri kan?"
Mendengar pertanyaan itu Dipta langsung menatap ke arah Niskala secara terang-terangan sambil mengernyit tak suka.
"Apa?" Niskala mengangkat kedua alisnya merasa heran degan tingkah laku suaminya.
"Gak. Kita tinggal satu rumah. Gak ada acara tinggal terpisah kecuali, tidur di kamar terpisah."
"Dip, kok? Ya gak bisa gitu! Kita nikah gak serius loh! Kenapa harus tinggal serumah? Buat apa? Kita gak--"
Protes yang dilayangkan Niskala terhenti ketika keluarga besar Dipta menghampiri mereka. Dengan senyum terpaksa, Niskala berdiri seraya menyambut uluran tangan ibu mertuanya.
"Semoga kalian bahagia ya... mama cuma bisa doain ini aja buat kehidupan kalian setiap hari. Niskala, tolong jaga Dipta ya."
Niskala melirik Dipta sekilas, memastikan ekspresi pria itu yang ternyata sedang berbincang dengan salah satu saudaranya.
"Mama tenang aja ya..." jawab Niskala seadanya.
Tentu saja ia tak mau mengatakan jika dirinya sanggup menjaga Dipta seperti pesan mertuanya. Pernikahan ini sama sekali tak serius, tak ada niat atau pun perasaan. Sama sekali tak ada yang bisa diharapkan dari pernikahan ini.
Setelah resepsi yang begitu melelahkan, Dipta langsung membawa Niskala pulang ke sebuah rumah yang dibelinya beberapa tahun lalu. Rumah bergaya minimalis yang terlihat begitu nyaman dan seharusnya ditinggali bersama dengan Mita. Tapi ternyata justru kini Niskala lah yang harus tinggal disana dengan Dipta tentu saja.
"Disini kamar kamu, kamarku di sebelah sana. Terserah kamu mau ngapain aja di rumah ini, butuh apa-apa tinggal kamu cari sendiri."
Niskala hanya mengangguk kemudian beralih ke arah meja rias dan mulai membersihkan riasan yang masih menempel di wajah cantiknya.
"Jadi setelah seratus harinya Mita kamu bisa mengajukan gugatan cerai."
Dipta menatap wanita yang kini sudah menjadi istrinya itu dengan tatapan dingin. Sedangkan Niskala yang masih duduk di depan meja rias itu hanya terdiam seraya mengangguk pelan. Tatapannya kosong seolah kehidupan telah menjauh dan meninggalkannya dalam ruangan yang begitu gelap.
"Aku pergi dulu."
Setelah kepergian Dipta yang entah kemana, Niskala segera menyelesaikan pekerjaannya kemudian beranjak masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tubuhnya terasa begitu lengket karena keringat dan pasti tak akan nyaman jika langsung merebahkan diri di atas ranjang dengan keadaan kotor.
Niskala tersenyum kecil ketika air shower menyentuh kulit putihnya, seolah beban di kedua bahunya ikut luruh bersama air yang terasa dingin. Tapi secepat senyumannya muncul, sedetik kemudian wajah muramnya kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER 100 [REVISI]
RomanceNiskala tak bisa menolak permintaan sahabatnya, begitu juga dengan Dipta yang terpaksa menikahi Niskala karena permintaan terakhir kekasihnya. Mereka sepakat akan menyudahi pernikahan ini setelah seratus hari kepergian Mita. Tapi seiring berjalannya...