Warning !!! Typo bisa jadi masih bertbaran, jadi bisa komen kalau ada yang masih typo ya ges ya...
HAPPY READING...
*****
Tak terasa, sudah hampir dua bulan usia pernikahan mereka dan selama itu juga tak ada sesuatu yang berarti.
Niskala dan Dipta tetap sama, tak saling berdekatan meski terkadang mereka saling bertegur sapa jika sedang membutuhkan bantuan satu sama lain. Mereka tetap tidur di kamar yang terpisah tanpa ada yang merasa tersinggung.
Bahkan Niskala juga merasa lebih baik jika dirinya tak terlalu berdekatan dengan Dipta. Rasanya masih sangat canggung, terkadang wanita itu juga merasa Mita dan Bima sedang mengawasinya dari jauh.
Untuk urusan pekerjaan rumah, mereka mengerjakannya bersama. Baik Dipta maupun Niskala akan membagi tugas, dan tak segan saling membantu jika salah satu dari mereka tak mampu mengerjakan tugasnya sendiri.
Sebenarnya, hal itu wajar saja dan setiap manusia memang harus saling menolong satu sama lain. Tapi rasanya akan menjadi jauh lebih aneh ketika ada tetangganya selalu menatap seolah mereka adalah pasangan yang manis, seperti hari ini.
"Dipta! Bantuin angkat pot ini!" teriak Niskala sambil menoleh ke arah pintu rumah. Peluh bercucuran membasahi dahi dan pelipisnya, ini sudah beberapa menit semenjak ia berkutat di halaman, menata pot-pot bunga agar terlihat rapi dan mendapat sinar matahari yang cukup.
"Bawa ke mana?" tanya Dipta yang berlari kecil keluar rumah setelah menyelesaikan mencuci piring bekas makan siang mereka berdua.
"Pojokan situ aja, biar kena panas."
Dipta mengangguk dan mengangkat pot berukuran besar itu bersama dengan Niskala, hingga sebuah seruan genit menusuk gendang telinganya.
"Ya, ampun! Kalian kok kompak banget sih? Aku sama suamiku aja gak pernah begini! Boro-boro mau angkat pot barengan, nyapu rumah kalau gak diteriakin dulu gak bakalan dikerjain. Mbak Niskala, tukeran suami yuk!"
Niskala mengangkat kedua alisnya sambil menahan tawa, kemudian melirik ke arah Dipta yang ternyata juga sedang melihatnya. Wanita itu menahan geli ketika sekilas melihat ekspresi Dipta yang terlihat sedikit mengernyit.
"Tanya Dipta dulu, Mbak... dia nya mau apa enggak diajak program tukar suami." jawab Niskala dengan santai sambil mulai menyirami tanaman di sekitarnya. Mengabaikan salah satu tetangga barunya yang memang terkenal suka menggoda dirinya dan juga Dipta.
Tapi menurut Niskala bukannya menyebalkan, malah terlihat lucu. Apalagi melihat ekspresi Dipta yang selalu mengernyit tak suka ketika namanya disebut-sebut sebagai suami idaman tetangganya itu.
"Mas Dipta mau ndak?" tanya wanita yang diketahui bernama Lidya itu, sambil tetap memasang wajah genit ke arah lawan bicaranya.
Dipta menghela napas, memaksa senyuman keluar dari bibirnya. Beberapa hari ini otaknya sudah terasa lelah dengan pekerjaan dan sesuatu. Lalu ditambah lagi sekarang ia harus berhadapan dengan tetangga aneh yang sering mengajak bertukar suami dengan Niskala.
Dipta memasang senyum manisnya, membuat Lidya merasakan pipinya memanas dan sudah pasti akan muncul rona merah di sana. Tapi setelah angannya melambung tinggi karena terpesona dengan senyum Dipta, sedetik kemudian pikirannya terasa dihempas dengan keras ketika melihat pria itu menggeleng dengan mantap dan yakin.
"Maaf ya Mbak, sayanya yang gak mau tukar istri. Cukup Niskala aja yang jadi istri saya."
Baik Lidya mau pun Niskala sama-sama dibuat melongo dengan pernyataan Dipta yang sungguh di luar dugaan. Bahkan ritme degup jantung Niskala terasa berbeda kali ini, sedikit lebih cepat dari biasanya. Mungkin karena terkejut dengan pernyataan Dipta yang lontarkan atau karena hal lain, ia sama sekali tak tahu.
"Soalnya pawang saya cuma Niskala dan yang bisa cuma dia. Kalau saya jadi suami Mbak Lidya, Mbak juga belum tentu kuat sama kelakuan saya."
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER 100 [REVISI]
RomanceNiskala tak bisa menolak permintaan sahabatnya, begitu juga dengan Dipta yang terpaksa menikahi Niskala karena permintaan terakhir kekasihnya. Mereka sepakat akan menyudahi pernikahan ini setelah seratus hari kepergian Mita. Tapi seiring berjalannya...