Jangan lupa VOTE & KOMEN
Kalau ada typo, harus kasih tau saya ya ges ya...
Happy reading... ❤️❤️❤️
*****
Dipta menutup pintu mobilnya dengan cukup keras, kedua kakinya berlari masuk ke dalam rumah. Ini masih pukul lima pagi, udara di luar juga masih dingin, bahkan cuaca hari ini sedikit mendung dan berkabut. Tapi apa yang dilakukan Dipta pagi ini sungguh mengherankan. Pria itu sudah seperti orang kesetanan. Untung saja tak ada tetangga yang melihatnya panik di pagi hari.
"Untung bawa kunci sendiri," gumamnya sambil membuka pintu rumah dan menguncinya kembali dari dalam. Kedua kakinya segera melangkah ke arah dapur, tempat di mana wanita itu biasanya menghabiskan waktu di pagi hari yang masih gelap.
Namun ketika langkahnya berhenti di depan pantri, Dipta tak mendapati siapa pun. Tapi tak kehabisan akal, pria itu justru melangkah ke arah kamar Niskala. Salah satu tangannya terangkat, tapi urung mengetuk pintu kamar karena takut sang empunya akan terbangun.
"Oh, hari ini kan jatah dia cuti." gumamnya setelah mengecek ponsel, kemudian menyugar rambutnya dengan kasar. Napasnya masih sedikit memburu karena acara berlari yang dilakukannya tadi.
"Lagian gue juga ngapain sih, kelabakan pulang ke rumah jam segini? Gue nyari apa?!" rutuknya sambil terduduk di atas lantai. Kepalanya bersandar ke dinding di dekat pintu kamar Niskala, sambil masih tetap mengatur napasnya yang sedikit tersengal.
Dipta mengernyit merasakan pening yang tiba-tiba menyerangnya. "Lo ngapain sih, Dip?" gumamnya pada diri sendiri sambil memejamkan kedua matanya. Ia masih mengantuk tentu saja, setelah pukul empat pagi tadi pria itu terbangun secara tiba-tiba dan langsung memutuskan pulang ke rumah.
Semenjak Dipta mengetahui tempat bekerja Galang yang baru, pikirannya seketika tak bisa merasa tenang. Entah apa yang membuatnya seperti itu, tapi rasanya ia harus segera memastikan sesuatu. Hampir saja dirinya tidak bisa mengerjakan tugasnya dengan benar dan semua itu karena perkataan Lio yang menyebutkan tempat di mana adiknya bekerja.
Sebenarnya Dipta tak perlu bertindak sejauh ini karena memang tidak ada yang bisa diharapkan. Lagi pula dirinya juga tak memiliki hak atas privasi Niskala, meski wanita itu adalah istrinya. Tapi ketika melihat senyuman Galang malam itu, pikiran Dipta mulai menggeliat kemana-mana dan rasanya sungguh tidak nyaman. Ia seorang pria dan tentu saja ia tahu apa yang tengah dirasakan oleh adik sahabatnya itu.
Sementara itu, Niskala menggeliat kecil dan membuka matanya dengan perlahan. Ini hari liburnya, tapi kenapa ia harus terbangun pukul enam seperti ini. Seharusnya Niskala tidur lebih lama dan bangun sedikit siang. Lagi pula Dipta juga pasti belum pulang dari kantornya.
Setelah mengumpulkan kesadarannya, wanita itu turun dari atas ranjang dan memilih keluar kamar. Mencoba memasak sarapannya sendiri sepertinya bukan yang ide buruk, pikirnya.
Tangannya terulur membuka pintu dan sesuatu terasa seperti mengganjal langkahnya.
"Dipta? Ngapain dia tidur disini?"
Niskala berjongkok tepat di depan pria itu. Dipta masih terlelap, bahkan ketika Niskala mencoba membangunkannya dengan menepuk-nepuk pelan bahu suaminya.
"Dipta... Dipta... ish! Ngapain tidur di sini, sih?" gerutu Niskala sambil mencebik kesal.
Saat hendak meninggalkan pria di depannya, tiba-tiba tubuh kekar Dipta hampir saja terjatuh ke samping. Kepalanya pasti sudah terbentur lantai jika saja tangan Niskala tak bergerak cepat untuk menahannya.
Merasa tak nyaman, Dipta menggeliat dan bergumam pelan. Ketika kedua matanya mulai terbuka, hal yang pertama kali dilihatnya adalah wajah Niskala dengan ekspresi tak terbaca. Wanita itu mengernyit dan masih tetap memegangi kepalanya, meski sudah tahu jika pria di hadapannya sudah terbangun.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER 100 [REVISI]
RomanceNiskala tak bisa menolak permintaan sahabatnya, begitu juga dengan Dipta yang terpaksa menikahi Niskala karena permintaan terakhir kekasihnya. Mereka sepakat akan menyudahi pernikahan ini setelah seratus hari kepergian Mita. Tapi seiring berjalannya...