5. DDJ- Curhat.

4.3K 316 14
                                    

Welcome pembaca setia Tiwaypiii!

Eh ada gak sih?

Haha ga ada ya? Gaoaoa kok gaoaoa
Asal vote aja:)

Salam jeruk🍊

🍊🍊

Pagi cerah seperti biasanya. Tidak ada burung yang mengiringi matahari untuk terbit. Tetapi suara dangdut yang berasal dari tetangga sebelah lah yang menemani matahari muncul. Entah, apa yang mereka pikirkan sehingga pagi-pagi seperti sudah dangdutan. Beberapa orang yang lewat sempat menegurnya tetapi balas tetangga itu hanya "Rumah, rumah saya. Toh, saya dangdutan di dalam rumah saya. Bukan di rumah situ." Untunglah orang yang menegur itu masih waras sehingga tidak berniat melanjutkan perdebatan itu.

Berbeda dengan orang-orang yang merasa terganggu dengan dentuman gendang itu, Lina justru sangat menikmati. Lumayan, kan, untuk mengisi telinganya yang pagi ini terasa kosong.

Yang bernyanyi kaset, jadi Lina sangat menikmati meskipun lagu dangdut. Coba kalau misal tetangga itu yang menyanyi, sudah dipastikan dia akan bergerak untuk menegur orang itu supaya bakat terpendamnya lebih baik dipendam saja dari pada harus memamerkannya yang malah membuat semua orang menganga saking tak sedapnya.

Lina tidak mengejek. Itu kenyataan.

"Kamu ini anak muda kok suka banget sama dangdut. Jarang-jarang, loh, Lin," ucap Dimas yang sedang memakai jam tangan. Pria itu sudah akan berangkat bekerja sekarang.

"Gapapa, dong. Dangdut itu juga enak, kok, di denger." jawab Lina terkekeh geli.

"Ah, Panya udah dateng. Lina berangkat dulu, Pah." Lina mencium punggung tangan Papanya kemudian berlari menyusul mobil Vanya yang sudah siap di depan gerbang.

"Hati-hati, Lina!"

"Ay, ay, Kapten!"

Begitu sampai di dalam mobil, pandangan Lina beralih menatap wajah Vanya yang terlihat lebih cerah dari biasanya. Sedikit aneh memang, tapi tak apalah dari pada harus melihat wajah Vanya yang seperti orang depresi.

"Juna nembak gue."

"WHAT THE...WHAT?!" Lina terkejut sampai suara emas yang dia pendam, ia keluarkan lagi.

Vanya meringis kecil mendengarnya. Lina jika sudah berteriak memang tidak bisa dikontrol. Untung telinganya itu kuat jadi tidak pecah mendengar suara teriakan Lina yang menggema meskipun sebenarnya mustahil untuk pecah.

"B--bentar, sumpah? Pan, demi what? Anjir gue kaget lo ngomong enteng banget gak ada basa-basi, wah, kurang ajar lo!" Line heboh sambil menatap Vanya meminta penjelasan.

Tidak ada angin dan badai, kenapa tiba-tiba Vanya mengatakan itu?

"Kemarin waktu Juna nyusulin gue. Dia sempet marah-marah, kan, nyuruh gue buat ngelawan atau pun kabur kalo bokap udah ngamuk. Gue cuma diem dan gue dibawa entah kemana. Terus, tiba-tiba dia cerita terus nembak gue." Jelas Vanya dengan wajah yang terlihat malu-malu.

"Terus lo terima?"

Vanya mengangguk kecil menjawan pertanyaan sahabatnya. "Gue terima, lah. Gila kali kalau gue nggak nerima Juna. Secara, kan...,ya...,lo tau lah Juna itu nyaris sempurna di mata gue. Ahk, gue malu, ah!"

Dear, Dosen Julid.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang