35. DDJ- Kenyataan baru

5.5K 285 75
                                    

Hai kisanak

Jangan lupa Vote dan komen ya😚
Tandain kalo ada typo sksksk

Selamat Membaca🖤

🍊🍊🍊

Di dalam kamarnya Lina masih termenung dengan isak tangis yang masih saja tersisa. Dimas sudah membujuk dan bertanya kepada anak semata wayangnya itu tentang apa yang terjadi namun Lina tidak mau memberitahunya. Dimas tidak akan memaksa, biarkan saja nanti Lina yang bercerita sendiri. Sekarang yang dia khawatirkan adalah Lina belum mau keluar dari kamar dari semalam. Bahkan perempuan itu melewatkan makan malamnya.

Tok tok tok!

"Lina, bangun yuk kita sarapan. Mba udah masakin makanan favorit kamu. Ayo keluar," ucap Dimas sembari mengetuk pintu kamar Lina.

Lina mengusap buliran air mata yang tersisa di pelupuk matanya sambil menarik nafas dalam-dalam. "Iya, Pah. Sebentar!"

Wanita itu mencuci wajahnya terlebih dahulu agar tidak terlalu terlihat seperti orang yang sedang menangis. Dia tidak mau membuat Papanya semakin khawatir.

Setelah mencuci wajahnya Lina pun keluar dari kamar dan menuruni tangga untuk menuju dapur. Lina sedikit terkejut melihat keberadaan Arsen di meja makan. Untuk apa pria itu kemari? Pikir Lina.

Seolah tak ada Arsen, Lina berjalan dengan santai dan mengacuhkan keberadaan Arsen. Dimas yang sedang disiapkan makanannya oleh asisten rumah tanggannya pun hanya bisa terdiam. Dia tau anaknya pasti masih marah pada Arsen, entah apa sebabnya sebenarnya Dimas juga penasaran. Tapi dia tidak ingin ikut campur sampai Lina maupun Arsen memberitahu.

"Terima kasih, ya, Mba," ucap Dimas pada asisten rumah tangganya. Mba hanya mengangguk kemudian pergi dari ruang makan setelah menyiapkan semua sarapan untuk majikan-majikannya.

Ketiganya makan dengan tenang. Sebelumnya Arsen memang meminta izin pada Dimas untuk datang ke rumah pagi-pagi tanpa mau Lina mengetahuinya. Dimas pun menawarkan untuk sarapan bersama di sana. Arsen menurut walau sebenarnya tidak enak. Harusnya dia yang membawakan sarapan, bukannya malah makan di sana.

Arsen sesekali melirik istrinya yang sama sekali tidak mau menatap balik. Entah harus bagaimana lagi membujuk Lina Arsen sedang bingung.

"Em, Arsen. Bagaimana bisnis roti kamu? Papa jarang ke sana, ya, sekarang. Masih ramai seperti biasa, 'kan?" tanya Dimas basa-basi.

Arsen tersenyum sambil mengangguk.
"Alhamdulillah, Pa masih ramai. Kalau Papa mau nanti Arsen bawakan sepulang dari kampus, ya?"

"Boleh. Nanti kalau Papa belum pulang, Papa titipkan uangnya di Mba, ya?"

"Nggak usah, Pa. Kayak sama siapa aja. Itu gratis buat Papa. Nanti Arsen bawakan," jawab Arsen sembari tersenyum. Yang benar saja, masa harus membayar, sih, kepada menantunya sendiri.

"Lina. Hari ini kamu ke kampus jam berapa?" tanya Dimas pada anak semata wayangnya itu.

"Lina gak masuk."

"Kenapa?" pertanyaan itu sontak keluar dari bibir Arsen.

"Nanti jam sembilan Lina nyusul ke kantor Papa, ya?" Lina mengabaikan pertanyaan Arsen dan justru berbicara kepada Ayahnya.

Dear, Dosen Julid.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang