BURU BURU NIKAH (3)-(OnGoing)

Bab 304. Isya (4)

Mencari...

Masuk Daftar
RUMAH
DAFTAR NOVEL
SERVER DISCORD
Rumah  Pernikahan Predator Bab 304 - Isya (4)



Sebelumnya Lanjut

Pernikahan Predator — Bab 304. Isya (4)

Penerjemah: Atlas / Editor: Regan

Kurkan yang diturunkan dari garis keturunan kucing seringkali bertubuh kecil. Mel mengeluh tentang kelemahan keturunannya selama beberapa waktu.

"Aku ingin tahu apakah Haban akan baik-baik saja," tambahnya dengan suara lebih rendah. “Dia mungkin lebih tinggi dariku sekarang…”

Untuk sesaat, melankolis yang langka memenuhi matanya, tetapi dia masih berbicara dengan riang.

“Dia anak laki-laki yang tinggal di sebelah saya,” jelasnya kepada Isha. “Dia tidak hanya sangat baik, dia juga sangat kuat. Saat kita kembali ke rumah, aku akan memperkenalkannya padamu.”

Ada kesedihan yang tersisa di matanya, tetapi Mel tahu tidak ada gunanya berkubang di dalamnya. Apapun situasinya, dia selalu berusaha untuk bahagia. Isha memiliki banyak kesempatan untuk tertawa karena Mel, dan para Kurkan lainnya tertarik padanya seperti sinar matahari. Mel menjaga mereka semua seperti kakak laki-laki.

“Kamu harus menjaga kesabaranmu,” Mel memarahi Isha suatu hari, setelah salah satu penjinak memukulinya dengan sangat keras. Ini lucu karena Isha selalu tutup mulut, tidak peduli apa yang dilakukan penjinak padanya. “Sangat khas.”

Mel membuat perban dengan merobek baju-baju lama, dan mengikatnya erat-erat di atas luka Isha.

"Sakit," keluh Isha, wajahnya memelintir.

"Kupikir dia juga mengambil lidahmu, tapi dengarkan sekarang."

"Aku belajar segalanya, aku hanya tidak ingin mendengarkan bajingan itu."

“Astaga…”

Meskipun Isha dengan cepat mempelajari etiket yang disyaratkan oleh para penjinak, dia selalu menerima pukulan keras karena ketidaktaatan. Mel menggelengkan kepalanya dan mengganti topik pembicaraan.

"Saya berharap saya bisa melihat matahari," katanya. "Aku sudah terjebak di ruang bawah tanah ini begitu lama."

Ketika mereka tinggal di gurun, sepertinya setiap hari mereka akan terpanggang oleh matahari, tetapi di tempat ini hanya ada cahaya obor yang redup. Mel merindukan sinar matahari yang menyengat.

“Saat kita pulang ke rumah, kita akan tinggal di luar sepanjang hari,” katanya sambil menyelesaikan perban Isha.

“Kamu tidak akan bertahan sepuluh menit sebelum berlari ke tempat teduh,” Isha tertawa, memikirkan pasir panas itu. Kenangan tentang tanah air telah memudar dalam ingatannya sendiri, seolah ternoda.

Sudah berbulan-bulan sejak dia datang ke tempat ini. Sekarang satu-satunya hal yang terasa nyata adalah kegelapan yang suram ini, dan berjalan di atas pasir keemasan yang dihangatkan matahari dan minum air dingin di oasis itu tampak seperti mimpi. Satu kata datang kepadanya, hal yang paling dia ingat dengan jelas.

Mencari...

Masuk Daftar
RUMAH
DAFTAR NOVEL
SERVER DISCORD
Rumah  Pernikahan Predator Bab 304 - Isya (4)



Sebelumnya Lanjut

Pernikahan Predator — Bab 304. Isya (4)

Penerjemah: Atlas / Editor: Regan

Kurkan yang diturunkan dari garis keturunan kucing seringkali bertubuh kecil. Mel mengeluh tentang kelemahan keturunannya selama beberapa waktu.

"Aku ingin tahu apakah Haban akan baik-baik saja," tambahnya dengan suara lebih rendah. “Dia mungkin lebih tinggi dariku sekarang…”

Untuk sesaat, melankolis yang langka memenuhi matanya, tetapi dia masih berbicara dengan riang.

“Dia anak laki-laki yang tinggal di sebelah saya,” jelasnya kepada Isha. “Dia tidak hanya sangat baik, dia juga sangat kuat. Saat kita kembali ke rumah, aku akan memperkenalkannya padamu.”

Ada kesedihan yang tersisa di matanya, tetapi Mel tahu tidak ada gunanya berkubang di dalamnya. Apapun situasinya, dia selalu berusaha untuk bahagia. Isha memiliki banyak kesempatan untuk tertawa karena Mel, dan para Kurkan lainnya tertarik padanya seperti sinar matahari. Mel menjaga mereka semua seperti kakak laki-laki.

“Kamu harus menjaga kesabaranmu,” Mel memarahi Isha suatu hari, setelah salah satu penjinak memukulinya dengan sangat keras. Ini lucu karena Isha selalu tutup mulut, tidak peduli apa yang dilakukan penjinak padanya. “Sangat khas.”

Mel membuat perban dengan merobek baju-baju lama, dan mengikatnya erat-erat di atas luka Isha.

"Sakit," keluh Isha, wajahnya memelintir.

"Kupikir dia juga mengambil lidahmu, tapi dengarkan sekarang."

"Aku belajar segalanya, aku hanya tidak ingin mendengarkan bajingan itu."

“Astaga…”

Meskipun Isha dengan cepat mempelajari etiket yang disyaratkan oleh para penjinak, dia selalu menerima pukulan keras karena ketidaktaatan. Mel menggelengkan kepalanya dan mengganti topik pembicaraan.

"Saya berharap saya bisa melihat matahari," katanya. "Aku sudah terjebak di ruang bawah tanah ini begitu lama."

Ketika mereka tinggal di gurun, sepertinya setiap hari mereka akan terpanggang oleh matahari, tetapi di tempat ini hanya ada cahaya obor yang redup. Mel merindukan sinar matahari yang menyengat.

“Saat kita pulang ke rumah, kita akan tinggal di luar sepanjang hari,” katanya sambil menyelesaikan perban Isha.

“Kamu tidak akan bertahan sepuluh menit sebelum berlari ke tempat teduh,” Isha tertawa, memikirkan pasir panas itu. Kenangan tentang tanah air telah memudar dalam ingatannya sendiri, seolah ternoda.

Sudah berbulan-bulan sejak dia datang ke tempat ini. Sekarang satu-satunya hal yang terasa nyata adalah kegelapan yang suram ini, dan berjalan di atas pasir keemasan yang dihangatkan matahari dan minum air dingin di oasis itu tampak seperti mimpi. Satu kata datang kepadanya, hal yang paling dia ingat dengan jelas. – Diposting hanya di NovelUtopia

“…Kurma,” gumamnya, mengingat selera mereka. “Aku ingin makan kurma.”

Sudah lama sekali dia tidak makan sesuatu yang manis. Mel cerah sekaligus.

"Tanggal!" serunya. "Aku bisa makan pohon yang penuh dengan mereka."

Anak-anak lain berkumpul dengan penuh semangat.

“Aku juga ingin makan kurma!”

“Mereka sangat lezat …”

Mel tersenyum.

“Saat kami pulang, kami akan memakannya sampai perut kami pecah,” dia meyakinkan mereka.

Ada keheningan. Kemudian…

"Apakah kita benar-benar dapat kembali?" seseorang bertanya, putus asa.

"Tentu saja," kata Mel langsung. Dia bertemu mata mereka karena mereka semua menatapnya. “Kami adalah Kurkan. Jangan pernah lupakan itu. Mereka tidak memiliki roh kita.”

Isha tidak mengerti mengapa dia melakukan ini. Bagaimana dia bisa memberikan begitu banyak dari dirinya kepada orang lain? Itu pasti melelahkan. Begitu kedua anak laki-laki itu sendirian lagi, dia harus bertanya.

“Kenapa kamu tidak pernah menyerah?” Dia bertanya, rendah.

"Karena aku seorang Kurkan," jawab Mel, seolah itu sudah jelas. Isha menatapnya, dan Mel mengacak-acak rambutnya, malu. “Baiklah, aku akan menjawab dengan serius. Di satu sisi ... saya bertindak seperti seorang pemimpin.

Dia mengatakannya dengan suara malu-malu dan senyum canggung.

“Jadi, aku tidak bisa menunjukkan kelemahan.”

Tapi tidak seperti suaranya, ada tekad di matanya. Dan sepertinya tidak ada yang bisa menghancurkannya. Mungkin dia adalah bunga langka yang mekar di neraka.

Tapi betapapun indahnya bunga itu, neraka tetaplah neraka.