BURU BURU NIKAH (3)-(OnGoing)

Bab 339. Toko Buku (2)

Pria ini tampak asing dari caranya berbicara, tapi Leah memutuskan untuk menyimpan pengamatan itu untuk dirinya sendiri.

Pria itu tertawa terbahak-bahak.

“Itu benar,” katanya. “Kamu juga tidak terlihat seperti orang biasa.”

Lea hanya tersenyum. Karena sepertinya pemilik toko buku tidak akan kembali dalam waktu dekat, dia hanya memberi tahu pria itu nama buku yang dia cari.

“Apakah Anda memiliki Numismatik Klasik jilid kedelapan?”

“Kalau kamu bisa membaca buku itu, kamu pasti sudah menguasai bahasa-bahasa kuno,” jawabnya terkejut.

"…Saya tahu sedikit."

Keluarga kerajaan Estian wajib mempelajari banyak bahasa kuno agar bisa membaca teks kuno. Tapi Leah adalah satu-satunya yang kesulitan mempelajarinya dengan benar. Itu cukup sulit, bahkan bagi para sarjana.

Dan sekarang dia adalah satu-satunya anggota keluarga kerajaan yang masih hidup.

“Kamu luar biasa,” kata pria itu, membuat Leah tersadar dari lamunannya, wajahnya bersinar. “Sudahkah Anda membaca Monarki, Negara, dan Politik? Dan Penafsiran yang Jujur?”

Suaranya cepat dan bersemangat.

“Saya sudah membaca keduanya.”

Dia sepertinya akan memperpanjang pembicaraan jika dia tidak melakukan sesuatu.

“Apakah kamu akan mendapatkan buku itu?” Leah mengingatkannya, sebelum dia bisa mengatakan hal lain.

“Maaf, saya sedikit bersemangat,” katanya sambil tersenyum canggung. Dia bangkit dari konter danmenyelinap melewati Leah. “Tolong beri saya waktu sebentar…”

Pria itu bergumam pada dirinya sendiri sambil meraba-raba rak buku di belakangnya. Leah melihat buku-buku yang ada di konter dekat kasir. Sebagian besar adalah novel ringan yang mungkin menarik perhatian pelanggan. Satu judul menarik perhatiannya.

"Eat me…?

Itu adalah judul yang aneh. Leah membaca sekilas bagian halaman pertama. Tampaknya protagonis perempuan telah meminjam uang dari protagonis laki-laki, yang cukup menakutkan, meskipun kecantikannya. Lalu masalah pun dimulai. Itu tampak seperti dongeng moralitas, mengajarkan pentingnya kepedulian terhadap uang.

Namun dia segera kehilangan minat; menurutnya banyak karakter yang tidak sehat secara mental. Bahkan dia tidak bisa menganggap protagonis laki-laki itu normal. Sambil menggelengkan kepalanya, dia meletakkan buku itu. 

Ada suara di belakangnya, dan Leah berbalik, kaget. Sebuah tangan meraihnya, menariknya, dan dia memejamkan matanya saat dia kehilangan keseimbangan, berharap jatuh ke lantai.

Namun alih-alih terkejut, ada sesuatu yang menahannya dengan kuat.

“……”

Dengan lembut, Leah membuka matanya, menatap tatapan pria itu. Tudungnya terjatuh ke belakang saat dia terpeleset, dan dia menatapnya, bibirnya sedikit terbuka. Lea mengalihkan pandangannya.

Dia kehilangan keseimbangan di tangga, meraih buku di rak tinggi, lalu meraih jubahnya agar tidak terjatuh. Untungnya dia pulih cukup cepat untuk menangkap mereka berdua.

Tapi Leah merasa malu dengan posisinya saat ini, dipeluk begitu erat hingga dia mengira pria itu mungkin meninggalkan bekas di tangannya.

“Lepaskan aku,” katanya serius.

Sekalipun itu sebuah kesalahan, dia tidak bisa menyembunyikan nada dingin dalam suaranya. Pria itu melepaskan genggamannya perlahan.

“…Aku minta maaf,” katanya, permintaan maafnya terbata-bata dan terlambat.

"Berapa harganya?" Leah bertanya, mengambil buku itu dari tangannya dan menarik tudungnya kembali ke tempatnya.

Pria itu dengan gagap menyebutkan harganya, dan Leah meletakkan uangnya di konter lalu pergi sebelum dia bisa mengatakan apa pun lagi.

“Lea!”

Mura tersenyum saat Leah mendekat, berjalan perlahan. Dia terlalu lelah untuk pergi ke kedai kopi. Dia hanya ingin kembali ke istana. Tiba-tiba, dia berhenti, melirik judul buku di tangannya.

“Haa…”

Dia menghela nafas keras, sejenak melupakan sopan santun.