BURU BURU NIKAH (3)-(OnGoing)

Bab 255. Count Weddleton's Mansion (13)

Sesuai dengan kata-katanya, Ishakan sangat lembut. Dan Leah menyadari bahwa dia salah. Bahkan ketika dia tidak kasar, intensitas kesenangan yang dia rasakan sulit untuk ditanggung.

Matanya tertuju padanya setiap saat saat dia dengan lembut memutar pinggulnya ke dalam dirinya, memperhatikan setiap reaksinya, membisikkan namanya berulang-ulang. Hanya suara beratnya yang menyebut namanya membuatnya sedikit gemetar.

Dan ketika dia masuk ke dalam dirinya, dia cl!maxed lagi, mendengar erangan kasar Ishakan saat kejantanannya memenuhi dirinya dan s3men-nya menyebar jauh di dalam dirinya. Ple@sure sangat luar biasa.

S3x mereka seperti berenang di madu. Setelah itu, saat mereka berbaring berpelukan, Leah mengeluarkan erangan lembut kepuasan. Dengan lengannya di sekelilingnya, dia menarik napas dalam-dalam. Itu wajar, bahkan refleksif untuk berciuman saat mereka berbaring saling berhadapan, tubuh mereka yang berkeringat saling menempel.

Ini benar-benar tentang berhubungan seks, pikir Leah saat bibir mereka bergesekan dengan lembut. Merasa baik tentang satu sama lain, berbagi emosi, benar-benar terhubung satu sama lain ...

Hal-hal yang dia lihat di tempat tidur Blain sama sekali tanpa cinta. Itu hanya memuaskan keinginan duniawi.

Ishakan berbaring telentang, meletakkan Leah di dadanya dan dengan lembut membelainya dengan satu tangan. Dan jari-jari tangannya yang lain bergerak di antara kedua kakinya, mendorong s3men-nya kembali ke dalam dirinya saat mengalir keluar di antara pahanya.

Tiba-tiba, matanya gelisah.

"Kurasa aku tidak bisa melakukannya lagi ..." kata Leah ketakutan, ketika dia menyadari apa yang dia pikirkan. Tidak ada kekuatan dalam suaranya, dan dia menarik jari-jarinya dari dalam dirinya, perlahan-lahan membelai klitorisnya yang bengkak sebagai gantinya. Dia menjilat bibirnya.

Rambut perak Leah mengalir di sekelilingnya seperti air terjun saat dia duduk, menghindari jari-jari yang menyiksa itu.

"Aku harus kembali ke istana ..." Dia berkata dengan ragu-ragu.

Ishakan hanya mencium seikat rambut yang kusut di jari-jarinya dan menariknya kembali ke pinggangnya, membaringkannya di tempat tidur di sampingnya. Anggota tubuhnya terjerat dengan miliknya.

"Jangan pergi," katanya.

Dia juga tidak ingin pergi. Dia ingin tidur nyenyak di pelukannya, dan benar-benar beristirahat. Tapi dia harus kembali ke istana. Ketika dia tidak menjawab, dia mengerutkan kening.

"Saya telah melakukan kesalahan," katanya. "Seharusnya aku melakukannya sampai kamu pingsan."

“……”

Leah membenamkan wajahnya di dadanya. Bahkan jika dia mengatakan hal-hal seperti itu, dia tahu dia akan membawanya kembali ke masa lalu.

"Aku punya pertanyaan," katanya tiba-tiba, mengangkat kepalanya untuk menatapnya. “Mantra itulah yang membuatku jatuh cinta pada Yang Mulia, bukan?”

Dalam ingatannya, pasti ada saat ketika Blain bersikap baik dan penuh kasih sayang padanya.

“Dulu, dia baik, sebelumnya. Bukankah Yang Mulia juga berubah karena dia di bawah pengaruh mantra?”

Wajah Ishakan tanpa ekspresi.

“Bajingan itu selalu sampah. Kamu akan mengerti ketika kamu mengingatnya.”

“……”

Mata Lea tertunduk. Dia berasumsi bahwa dia akan melakukannya, seolah-olah dia pasti akan mendapatkan kembali ingatannya yang hilang. Tetapi hanya ada sedikit waktu yang tersisa, sepertinya tidak mungkin dia bisa melakukannya. Kecemasan memenuhi dirinya.

Jika dia tidak pernah memulihkan ingatannya, dia tidak akan pernah mengerti semua itu.

"Kadang-kadang aku memikirkannya," bisiknya, menatapnya dengan mata muram dan khawatir. “Tentang seperti apa aku dulu… Aku pasti sangat berani.”

Kepala Ishakan dimiringkan, cukup dekat hingga bibir mereka hampir bersentuhan.

“Kamu berusaha sangat keras. Sama seperti sekarang.” Senyumnya lembut. Dia mencium keningnya. "Kenapa kamu tidak tidur sebelum kembali?

Begitu dia mengatakannya, rasa kantuk menguasainya. Tidak mungkin untuk menjaga matanya tetap terbuka. Leah tertidur.

***

Thanks banget yg udah sll vote🥰