BURU BURU NIKAH (3)-(OnGoing)

Bab 324. Isya (24)

Ishakan mengatupkan sebatang cerutu di antara giginya dan menyalakannya. Bara api masih menyala di dalam dirinya, dan dia membutuhkan sesuatu untuk menghilangkan ujungnya, untuk melampiaskan energi yang membuatnya ingin melakukan sesuatu, apa saja.

Dengan cepat, dia mengisap cerutu pertama, lalu mengambil salah satu handuk dan membasahinya dengan air untuk menyeka tubuh Putri yang tertutup cairannya.

Dia bijaksana untuk meminta cerutu sebelum dia mencoba tugas itu. Begitu dia melihat tubuh telanjangnya, kejantanannya mengeras lagi dan nalurinya berkobar hebat. Jika dia tidak mengendalikan dirinya sendiri, dia benar-benar akan menjadi binatang buas.

Ishakan meletakkan cerutu lagi di antara bibirnya, menatap Putri. Dia tidur begitu damai, itu membuatnya tersenyum, dan secara impulsif dia membungkuk untuk mencium dahinya, dan kemudian hidungnya, dan pipinya, menggosok dirinya ke dalam dirinya.

Meskipun dia memiliki penampilan manusia, Ishakan masih menjadi binatang buas di dalamnya. Dia ingin menandai wilayahnya.

Puas, dia menundukkan kepalanya dekat ke lehernya, menghirup aroma tubuhnya. Kulitnya masih sedikit asin karena keringat, dan memancarkan aroma bunga yang samar. Mungkin beberapa parfum yang mereka gunakan di istana.

Dia pernah mendengar bahwa bahkan jika dua orang menggunakan parfum yang sama, baunya akan berbeda pada masing-masing karena chemistry mereka yang unik. Seperti kebanyakan orang Kurkan, Ishakan memiliki indera penciuman yang sangat tajam, dan dia tahu aroma sang Putri. Dia menyukai aroma tubuhnya.

Dia tidak menyadarinya, tetapi dia menggosok wajahnya ke tulang selangka, dan membuat dirinya mundur. Dia bertingkah seperti orang mesum, atau binatang. Dia harus bertindak seperti manusia.

Tetapi bahkan ketika dia mengangkat kepalanya, matanya masih tertuju padanya. Melihat bibir kecilnya membuatnya berpikir bahwa dia ingin dia menyebutkan namanya. Mereka belum pernah menyebut nama satu sama lain sejak mereka bersatu kembali.

Jadi dia mengatakannya.

“Lea…”

Rasanya menyenangkan untuk mengatakannya. Dia ingin mendengarnya menyebut namanya juga, tapi waktunya belum tepat. Dia hanya perlu bersabar. Segera dia akan dengan bangga memberitahunya nama aslinya.

Ishakan menyebut namanya beberapa kali lagi, seperti sebuah lagu, dengan ringan mengusap rambut peraknya dengan jemarinya.

“Lea. Lea…”

Dia berharap untuk membawanya ke padang pasir. Dia akan jauh lebih bahagia daripada di Estia. Dia akan memberikan semua yang dia inginkan, semua yang dia tolak. Kekayaan, kekuasaan, dan kebebasan.

Ishakan berpikir rencananya berjalan dengan baik.

Tapi ternyata, harapannya sangat, sangat salah.

Bukan kebebasan yang diinginkan Putri.

***

Begitu dia kembali ke istana, Ishakan duduk di dekat jendela di penginapan dan menyaksikan langit perlahan menjadi cerah, bermain dengan koin emas yang dia berikan kepada mereka. Akhirnya, matahari terbit di atas cakrawala.

Banyak puntung cerutu memenuhi asbaknya, tetapi gejolak di dalam dirinya masih belum hilang. Dia telah mengisap semua tembakau yang dia miliki.

“……”

Ishak menghela napas. Dia tahu bahwa itu bukan cara untuk menenangkan dirinya sendiri.

***

Berjalan melalui jalan-jalan Estia malam berikutnya, dia berjalan ke istana. Duduk di dahan pohon tinggi yang menghadap ke istana, dia memikirkan sang Putri. Dia telah bertanya padanya apakah dia ingin melarikan diri. Matanya menjadi gelap.

aku ingin… mati.

Mengingat pemandangan mata ungu kusam itu, dia merasakan gelombang kemarahan. Tiba-tiba, dia ingin melihatnya.

Senyum pahit melengkungkan bibirnya, dan Ishakan bersandar ke batang pohon, mendesah.

Dia tahu dia mempermalukan dirinya sendiri karena dia. Dia pasti tidak merasakan hal seperti ini sebelum dia datang ke Estia, dan perasaan aneh itu semakin kuat.

Tapi dia tidak keberatan. Dia lebih menyukainya. Dia merasakan kesemutan di hatinya, seolah-olah bulu telah menyikatnya dengan lembut.

Dia tahu apa yang akan dia lakukan. Dia ingin mengembalikan cahaya Leah. Menatap istana kerajaan di kejauhan, remang-remang diterangi oleh cahaya bulan, Ishakan menggumamkan berkah yang telah dia pelajari sejak lama.

“Biarkan cahaya menyinari Estia.”

Ini hanya awal.