Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)
*
Sejak Lia masuk bersama Bibi Kim, tatapannya langsung tertuju ke seluruh penjuru kamar. Awalnya ia merasa sedih karena ditempatkan di kamar paling ujung yang jauh dari jangkauan. Tapi setelah melihat isi kamar serta view yang sangat indah, Lia merasa senang.
Sejenak melupakan segala masalahnya dan fokus pada keindahan yang ada di hadapannya. Hingga sentuhan tangan Bibi Kim membuatnya sadar.
Setelah Bibi Kim keluar dan pintu tertutup rapat, Lia beranjak duduk di sebuah sofa yang terletak di sudut ruangan dan menghadap ke halaman belakang. Ia menghela napas berat saat kembali mengingat tujuannya datang ke sini yaitu melayani tamu ayah.
“Kenapa hidupku semenyedihkan ini, Tuhan. Memangnya kesalahan apa yang pernah aku lakukan hingga mendapat balasan seperti ini..” Lia bergumam pelan seiring dengan air matanya yang mulai mentes.
Cukup lama Lia tertunduk dalam diam, memejamkan matanya sejenak seraya berusaha mendoktrin dirinya bahwa semua akan baik-baik saja. Lia cukup melakukan apa yang diperintah nantinya karena kalau tidak, maka ayah akan marah.
Pasrah, hanya itu yang bisa ia lakukan sekarang. Tidak mungkin ia kabur karena ia tidak punya tujuan lain. Apalagi kalau sampai ayah tahu, ia mungkin akan dipukuli habis-habisan. Tapi Lia juga bersyukur karena bisa keluar dari rumah itu walaupun hanya satu minggu ke depan. Karena Lia sangat-sangat lelah berada di sana.
Lia mengusap air matanya dan beranjak berdiri kemudian mendekat ke arah kaca sambil kembali memperhatikan detail dari halaman belakang itu. Ada satu pintu yang terletak di ujung, yang menjadi akses ke halaman belakang. Tapi saat Lia semakin memperhatikannya, ternyata halaman belakang itu hanya terhubung dengan kamar yang ditempatinya saat ini sebab tembok mengitari. Seperti dibuat khusus hanya untuk kamar ini.
Di pojok halaman itu, terdapat sebuah tempat istirahat yang terlihat nyaman. Ada kursi kayu serta kursi berbahan busa dengan hiasan tanaman di sekitarnya. Lalu untuk menjangkau tempat itu, ada jalan berbatu polos dan di sekitarnya ditumbuhi rumput terawat yang sangat hijau.
Lia membuka pintu yang menghubungkannya ke halaman belakang itu lalu berjalan ke pojok dan beranjak duduk. Menikmati udara segar yang dihirupnya. Hingga perlahan, ia malah terlelap di sofa empuk itu.
*
Jeno memicingkan matanya saat Jaemin dengan tidak sopan langsung duduk di sampingnya dan mengganggu kegiatan makan siangnya bersama Karina di cafetaria kantor siang ini.
“Aku mendapat hadiah, persis seperti apa yang kau katakan.”
“Wow, lalu sekarang dia di mana?”
“Di mansion, sudah ku antar ke sana.”
Senyum misterius Jeno seolah menggambarkan banyak arti. Matanya memicing seraya tangannya yang dengan sengaja mencolek punggung tangan Jaemin bermaksud menggoda.
Sementara Karina hanya diam mendengarkan kedua atasannya itu. Fokus memakan makanannya tanpa berniat ingin tahu dan mengganggu.
“Kau akan menggunakannya?”
“Lihat nanti saja.” Jaemin berdeham pelan lalu beranjak setelah menghabiskan sisa minuman Jeno. “Tapi dia cantik, mahasiswi. Wajahnya mungil.”
“What the fuck? Mahasiswi? Oh my god!” pekik Jeno dengan wajah kagetnya.
Jaemin hanya mengedikkan bahu dengan senyum tipis kemudian berlalu pergi. Sebenarnya ia tidak terlalu mementingkan hadiah yang diberikan oleh Tuan Choi karena memang maksud dan tujuannya datang ya karena ingin mengulik lebih dalam tentang sosok Tuan Choi untuk mendapatkan informasi mengenai perdagangan manusia yang pria itu lakukan dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAVE ME [JAELIA✔️]
Fiksi PenggemarLia meminta dan memohon untuk diselamatkan supaya bisa terbebas dari rasa sakit fisik. Tapi setelah itu, setelah ia merasa bebas, ia malah tersakiti secara batin. 2022. ©dear2jae