Arc I; Chapter 1. University

823 95 9
                                    

Dering alarm terdengar tepat pukul enam pagi walau hanya berlangsung sebentar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dering alarm terdengar tepat pukul enam pagi walau hanya berlangsung sebentar. Tangan seseorang sudah mematikannya terlebih dahulu. Hanya memberikan suara tersebut kesempatan selama hitungan detik.

Pertama kali dalam sejarah, Eren Jeager merasa tidak membutuhkan alarm untuk bangun dari mimpi panjang yang memang belum ia sambangi semalaman.

Rasa kantuk sudah berada di ujung tanduk. Siap terombang-ambing menuju mimpi indah. Namun, sayangnya, setiap kali memejamkan mata, Eren hanya bisa melihat gelap. Tidak ada tanda-tanda akan terlelap meski sudah menguap beberapa kali.

Helaan napas lelah keluar dari sela bibir. Eren memandang langit-langit kamar dengan sepasang mata yang sedikit kuyu dan lesu. Sudah mengetahui alasan di balik tingkahnya yang tidak biasa.

Mengapa?

Tentu saja karena Eren Jeager tidak pernah sulit tidur.

Kecuali jika sedang memikirkan hal-hal yang seharusnya tidak perlu.

Seperti semalam.

Lagi, helaan napas terdengar.

Eren memejamkan mata. Dua tangan berada di atas dada yang masih tertutupi selimut tebal. Saling meremas satu sama lain, seperti berdoa. Baginya, melihat langit-langit lebih lama lagi justru akan membuat kepala semakin penuh oleh pemikiran yang tidak perlu.

Bagaimanapun juga, alasan yang membuat Eren susah tidur adalah kamarnya sendiri.

Kamar yang ... asing.

Sebuah kamar pribadi yang jauh lebih besar dari kamar asrama yang ia tempati bersama Armin. Tidak ada nuansa putih monoton seperti beberapa bulan lalu. Kini, Eren di kelilingi oleh dinding biru dengan gradasi warna yang mirip seperti tempat kesukaannya; laut. Pun, aroma yang menguar di dalamnya hampir sama berkat pengharum ruangan.

Semalaman Eren tidak bisa berhenti memikirkan alasan apa yang membuat kamarnya menjadi ... tidak nyaman dan memberikan efek susah tidur.

Mungkin karena lemarinya terlalu besar? Bahkan semua baju yang ia bawa dari asrama dan kampung halaman tidak bisa mengisi kotak tinggi dan besar tersebut sampai penuh.

Mungkin karena meja belajarnya yang terlalu mulus tanpa ada bekas coretan seperti di asrama? Bahkan aromanya masih sangat baru. Eren sampai takut untuk mendekat, takut tersandung dan meninggalkan luka gores pada permukaannya yang mulus.

Mungkin karena rak berukuran sedang di sebelah meja belajarnya? Kosong, seperti memang sengaja disediakan untuk ia isi sesukanya.

Mungkin juga karena cermin tinggi di dekat lemari pakaian? Bahkan Eren bisa melihat seluruh bayangannya dari atas kepala hingga sepuluh jari kaki. Bersih. Tanpa noda. Tanpa cap tangan orang lain.

Entah.

Eren tidak tahu.

Satu hal yang pasti, ranjang berukuran queen—yang sangat nyaman dan lembut, demi Tuhan!—menjadi alasan pertama dari sekian banyak yang telah disebutkan.

When We Meet [Rivaere]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang