Ekspresi wajah Levi benar-benar di luar dugaan. Aku bisa melihat gairah dari mata hitam tersebut. Meski perlahan mulai menghilang. Kalimat itu masih berputar di kepalaku. Seperti kaset rusak milik ayah, membuatku merasa jauh dari kata nyaman.
Dan aku tidak bisa menahan diri ketika insting alpha Levi merespon kegelisahanku yang perlahan muncul.
Suara bariton kembali terdengar. Memanggil namaku dengan nada... berharap. Bayangan Frieda masih terlihat begitu jelas. Sekeras apa pun insting omega berusaha untuk membuatku tunduk, senyuman Frieda berhasil mengingatkanku akan masa lalu.
Aku menggeleng pelan. Ekspresi Levi berubah. Dia terlihat... tersakiti.
"Tidak. Aku... tidak ingin menjadi mate siapa pun."
Bohong.
Insting omega berusaha untuk memberontak. Namun, aku mencoba tetap kuat. Berusaha untuk mengacuhkan segala penolakan yang membuatku merasa sesak.
"Baiklah. Aku mengerti."
Aku menggeleng, lagi. Itu tidak mungkin. "Tidak... kau tidak mengerti."
"Kalau begitu buatlah aku mengerti."
Andaikan saja aku bisa!
"Tidak bisa. Tidak semudah itu."
"Jelaskan perlahan padaku. Aku tidak keberatan untuk menunggu."
Mengapa? Mengapa dia sangat keras kepala? Bukankah kalimatku sudah jelas? Aku tidak mau menjadi mate siapa pun! Aku tidak mau terikat hubungan yang belum tentu bisa membuatku bahagia! Aku tidak butuh seorang mate yang suatu saat nanti akan menyakitiku. Seperti mereka menyakiti Frieda! Seperti mereka yang merenggut semua kebahagiaan Frieda dengan sangat mudah.
Tapi belum tentu dia seperti itu.
Dan kenapa insting omega ini selalu membuatku semakin frustasi?!
"Eren. Aku tahu insting omega itu menyuruhmu untuk tunduk padaku. Aku tahu, karena aku ingin sekali membuatmu menyerahkan diri seutuhnya untukku. Hal yang wajar jika kau berusaha menolak semua itu dan—
"Levi-san," potongku dengan suara bergetar.
Bukankah ini tidak adil? Mengapa dia tahu bagaimana insting omega sialan ini bereaksi? Mengapa dia begitu keras kepala? Mengapa dia sangat memahami semuanya?!
Sepasang mata hitam sedikit melebar ketika aku mengangkat wajah. Levi terlihat terkejut. Ah, ya. Siapa yang tidak terkejut ketika melihat seseorang menangis?
"Eren—
"Aku bukan omega." Tidak, kau memang omega. "Aku... bukan omega." Eren, kau omega dan dia alphamu. "Aku tidak ingin menjadi omega. Kumohon... beri aku waktu untuk memikirkan semua ini."
Insting omega di dalam tubuh sialan ini menjerit. Memakiku dengan semua kata kasar. Berusaha untuk memanggil alpha yang kini hanya diam. Dia berdiri tanpa berkedip, sebelum akhirnya menunduk untuk memutuskan pandangan.
Lalu, ia mengangguk. Menghancurkan harapan omega di dalam tubuhku.
"Ya," ujarnya lirih dan sedikit serak. "Baiklah."
Malam dingin semakin membuat insting omegaku hancur. Aku menangis di dalam dekapan Armin ketika pulang dari panti asuhan. Sakit. Sakit sekali. Armin tidak banyak berkomentar. Ia hanya diam, mengusap punggung dan kepalaku dengan lembut.
Mengapa Tuhan mempertemukanku dengan Levi?
Lagi, bayangan Frieda kembali menghantui. Membuat tangis semakin menjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
When We Meet [Rivaere]
Fiksi Penggemar[BL] [BOY X BOY] Alpha dan Omega. Aku dan Dia. Ini adalah kisah kami, awal perjumpaan. Sebuah permulaan. Kisah yang membawa sebuah kebahagiaan. . . . Omegaverse AU. Rate T+. Romance. Drama. Age Gap. Slow burn. Levi x Eren. Top! Levi x Bottom! E...