Epilog

3.6K 354 51
                                    

Dahulu, aku selalu mempertanyakan Tuhan. Merasa bingung dengan segala hal yang telah atau akan Ia lakukan. Bukan salahku jika pemikiran tersebut berada di dalam kepala selama beberapa tahun. Hidupku tidak semulus bokong bayi. Kalian pasti sudah tahu semuanya. Jika memang belum, kalian tidak mungkin sampai di akhir cerita ini.

Ah, maaf. Bukan akhir cerita, tapi... awal dari cerita kami.

Pada akhirnya, semua pertanyaan yang tertuju kepada Tuhan mulai berkurang. Bahkan menghilang seiring dengan berjalannya waktu. Tidak ada lagi Levi Ackerman yang selalu meragukan jalan takdir yang telah dibuat oleh-Nya.

Semua pengalaman yang telah aku lalui setelah bertemu dengan Eren merupakan alasan dari perubahan tersebut.

Tuhan tidak seburuk itu. Tuhan tidak selalu mengisi takdirku dengan hal-hal pahit. Tuhan ternyata juga tidak ingin melihatku merana setiap waktu.

Eren adalah jawabannya.

Tuhan mempertemukanku dengan satu-satunya manusia yang mampu merubah cara pandang hidup. Mencerahkan hati dan pikiran bahwa aku bisa meraih bahagia. Eren adalah sumber kebahagiaanku. Sebuah pemikiran yang juga dirasakan oleh pemuda tersebut.

Waktu berjalan begitu cepat sekaligus lambat. Aku merasa menjadi laki-laki paling bahagia di dunia. Eren adalah segalanya. Ia sangat sempurna. Sejenak, aku sempat berpikir bahwa aku tidak pantas mendapatkannya. Bahwa mungkin pemuda itu dapat memiliki alpha lain yang lebih sepadan.

Namun, Eren menolak keras. Aku belum pernah melihatnya sangat marah. Sepasang mata hijau terlihat tajam. Ia menggeleng kuat, nyaris menangis. Sebelum akhirnya mengaku bahwa ia juga merasa bahagia saat bersamaku.

"Aku tidak mau alpha lain, Levi," ujarnya dengan suara sedikit serak dan mata berkaca-kaca. "Aku hanya ingin kau. Aku ingin bersamamu selamanya."

Detik itu juga aku tersadar.

Pandangan Eren terhadapku mungkin sama seperti bagaimana aku memandangnya. Ia menganggapku sempurna di antara alpha lainnya. Sama seperti aku melihatnya sebagai omega paling indah dari deretan omega lain di luar sana. Sebuah fakta yang membuatku sadar bahwa kami memang ditakdirkan untuk bersama. Ikatan benang merah di antara kami bukanlah sekadar hiasan belaka.

Aku tidak menyangka akan mendapatkan sebuah kebahagiaan seperti ini. Sejak mulai mengerti bagaimana caranya manusia beranak-pinak, aku tidak pernah membayangkan memiliki keluarga. Di dalam kepalaku, keluarga bukanlah lingkungan yang menyenangkan. Tidak ada masa indah yang membekas selama aku memiliki hal tersebut.

Bagiku, keluarga tidak lebih berharga dari sahabat terdekat.

Namun, kini, pandangan itu berubah. Berkat Eren.

Aku tidak pernah meminta lebih kepada Tuhan. Usai merasakan perjalanan panjang agar dapat bersama dengan Eren, aku memilih untuk mengikuti alur kehidupan. Berhenti menuntut-Nya dengan berbagai macam hal.

Hingga akhirnya Ia memberikanku satu hal penting yang tiba-tiba menjadi pusat prioritas, yaitu; keluarga.

"Papa!"

Aku berkedip beberapa kali dan menoleh ke arah sumber suara. Bocah cilik melambaikan tangan dengan senyum lebar, memamerkan satu gigi ompong di bagian depan. Rambut hitam yang panjang dikuncir kuda menggunakan ikat rambut bergambar kucing. Sepasang mata hijau terlihat berbinar. Aku mengulum senyum, membalas lambaian tangannya.

Tawa riang terdengar saat bocah lain yang sedikit lebih tinggi mendatangi gadis tersebut. Rambut cokelat gelap terlihat berantakan. Ia menunduk dan berbisik, membuat gadis menggemaskan semakin tertawa geli. Aku hanya mengerutkan kening ketika mereka mulai berlari mendekat. Ada seringai yang terlihat jelas dari bocah lelaki yang memiliki mata hitam kebiruan.

When We Meet [Rivaere]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang