18. Blessing

2.9K 355 38
                                    

Semua berawal dari rasa penasaran yang besar. Dua bulan berlalu setelah pernyataan cinta di kantor. Secara keseluruhan memang tidak ada perubahan yang signifikan di antara hubungan Eren dan Levi. Keduanya masih tetap dekat. Sangat dekat. Namun, satu hal yang mungkin terlihat sangat berbeda adalah Levi sudah tidak ragu lagi untuk menandai Eren menggunakan feromonnya. Sengaja membuat aroma tubuh omega manis itu menjadi mirip sepertinya.

Eren sangat tidak keberatan. Justru merasa senang karena beberapa alpha yang dahulu sempat meliriknya, kini perlahan menjauh. Sadar diri bila ada alpha lain yang lebih kuat dari mereka di sisi Eren.

"Alphamu sangat mengerikan," ujar Jean saat makan malam di kantin asrama.

Sebuah pernyataan yang membuat pemuda bermata hijau mengerutkan kening, tidak mengerti. Ya, Levi mungkin selalu memasang ekspresi datar. Setiap kata yang keluar dari mulutnya juga terkesan kasar. Namun, bagi Eren, pria tersebut jauh dari kata mengerikan.

"Aku tidak mengerti bahasa kuda," responnya santai sembari mengaduk sup miso. Tidak peduli dengan tatapan galak dari Jean yang duduk tepat di seberangnya. Dengkusan geli terdengar dari meja mereka. Bahkan Armin harus menutup mulut, berusaha agar tidak tersedak ketika mengunyah makanan.

"Maksud Jean adalah alphamu sangat posesif, Eren," jelas Reiner setelah menepuk punggung Jean, prihatin.

"Levi tidak posesif."

Pemuda dengan tubuh paling kekar itu hanya menggeleng pelan. "Tidak secara langsung, tapi aroma feromon yang ia tinggalkan di tubuhmu mengatakan hal yang berbeda."

Eren mengerutkan kening. Sejenak merasa lebih tertarik dengan penjelasan Reiner yang masih membingungkan. Ia letakkan sepasang sumpit di atas mangkuk berisi nasi panas. Perhatian tertuju sepenuhnya kepada alpha besar tersebut.

"... Maksudnya?"

"Intinya dia menggertak siapa saja seolah mengatakan; Berani dekati omega ini, maka sepuluh jarimu akan hancur," celetuk Jean yang sedang memotong unagi bakar.

"Maksud Jean adalah beberapa hari ini aroma alpha Levi semakin pekat di tubuhmu," lanjut Reiner, berusaha meluruskan pernyataan Jean yang masih belum jelas.

"Dan itu... hal yang buruk?"

"Oh? Tidak, tidak! Bukan begitu maksudku." Reiner menggeleng beberapa kali. Tampak sedikit terkejut dengan pertanyaan Eren. Ia sempat menoleh ke arah Jean dan Berthold, meminta bantuan. Namun keduanya hanya mengangkat bahu. Pandangan beralih kepada Armin yang duduk di samping kanan Eren. Pemuda itu juga melakukan hal yang sama.

Sejenak alpha pirang itu menghela napas panjang. "Apa yang dilakukan alphamu bukan hal yang buruk, Eren. Hanya saja bagi beberapa alpha lain yang mungkin belum pernah bertemu dengan Levi sebelumnya, aroma alphamu sedikit... terlalu kuat mungkin?"

Eren mengangguk paham dan mulai meraih sumpitnya lagi. "Apa kau dan Jean juga merasa seperti itu?"

"Tidak," jawab Reiner singkat. "Bisa dibilang aku sudah terbiasa dengan aroma intimidasinya. Tapi untuk Jean..."

Semua pasang mata di meja itu menatap satu sosok yang masih sibuk menyantap makan malam. Pemuda alpha yang memulai topik aneh tersebut hanya menghela napas, lalu menggeleng pelan. "Aku juga sudah terbiasa, tapi tetap merasa tindakannya mengerikan. Ayolah, memang alpha mana yang tertarik dengan Eren Monyet?"

Dengkusan Connie menjadi satu-satunya jawaban telak yang membuat wajah tersebut merona merah. Bagaimanapun juga, konfrontasi terhadap Eren beberapa waktu lalu tidak bisa dilupakan begitu saja. Sulit untuk diakui, tapi pemuda bermata hijau itu memang memiliki daya tarik tersendiri bagi para alpha lainnya, termasuk Jean.

When We Meet [Rivaere]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang