Jemio menatap layar roomchat-nya dengan Naya yang masih sama seperti terakhir kali dia mengirimkan chat. Belum ada balasan apapun. Tadi malam niatnya untuk menyatakan perasaan kepada Naya sepertinya lancar-lancar saja. Jemio berhasil membawakan lagu It Girl yang baru-baru menjadi lagu favorit Naya, dengan lancar, tanpa cela. Bukan hanya Naya yang terhipnotis tapi hampir seluruh kaum Hawa yang berada di lokasi saat itu juga ikut hanyut dalam suara indah Jemio.
Dia juga berhasil mengutarakan isi hatinya pada Naya dengan jantung yang berdebar tidak karuan dan tangan yang berkeringat dingin. Selangkah lagi, tinggal selangkah lagi dia mendapatkan jawaban dari Naya sebelum Naya tiba-tiba mendapat kabar kalau Rian dilarikan ke Rumah Sakit setelah tidak sadarkan diri di kafe miliknya. Suasana yang tadinya romantis berubah atmosfirnya karena kepanikan Naya. Bahkan sepanjang perjalanan saat Jemio, Karin dan Javio mengantarnya ke Rumah Sakit Naya hanya diam sambil menggigiti jempolnya dengan muka pucat. Jemio juga hanya bisa memandangi punggung Naya yang berlari menjauh setelah mengucapkan terima kasih dengan singkat. Dan sampai siang ini belum ada kabar dari Naya selain chat-nya semalam yang menanyakan kalau dia sudah tiba di rumah dengan selamat. Setelah itu tidak ada balasan lagi, bahkan chat-nya ceklis satu.
"Berhenti menghela napas nggak jelas deh lo." Protes Javio yang sudah jengah mendengar helaan napas gelisah saudara kembarnya.
Jemio menoleh malas pada Javio yang sedang memandanginya dengan sebal.
"Mati dong kalo nggak napas." Sahut Jemio dengan tidak bertenaga.
"Lo kenapa sih? Masih mikirin Naya?"
Jemio mengangguk.
"Ya sabar, namanya juga orang panik. Kalo udah baik-baik aja ntar dia ngabarin lo." Ucap Javio dengan mata yang tetap fokus pada layar ponselnya.
"Gue tiba-tiba insecure, gimana kalo Naya nolak gue yah? Lihat dia semalam yang udah panik-panik nggak jelas, kalo Naya goyah gimana?" Jemio memainkan ujung bantalnya dengan gelisah.
"Kenapa lo harus insecure? Nggak usah overthinking, lo juga kalo di posisi Naya bakalan panik. Orang yang udah kayak kakaknya sendiri, yang banyak ngabisin waktu sama dia tiba-tiba sakit pasti bakalan paniklah. Sabar aja, lo baru belum dibalas chat aja bukan ditolak. Lagak lo udah kayak sadboy aja."
Lagi, Jemio menarik napas dan menghembuskan dengan gusar sambil sesekali melirik roomchat-nya dengan Naya.
"Gue bakal patah hati akut kalo sampe ditolak Naya. Saingan gue bang Rian soalnya, udah ganteng, lebih lama mengenal Naya lagi. Udah klop sama keluarga Naya." Jemio berkata dengan lesu.
"Trus kenapa kalo dia lebih lama kenal Naya? Daun jatuh aja itu udah takdir, semua yang terjadi dalam hidup kita itu udah kehendak Allah. Mau sedekat apapun mereka kalau emang nggak ditakdirkan jadi sepasang kekasih ya mau diapain? Mending lo mandi deh, gedek banget gue liat lo seharian kayak orang nggak punya semangat hidup."
Bukannya mandi, Jemio malah kembali rebahan dan menenggelamkan wajahnya di bantal.
"Tungguin aja, ntar Naya pasti ngabarin lo. Pas lo nyanyi kemarin, gue perhatiin Naya. Matanya nggak lepas dari lo sepanjang lo nyanyi, dan dia terus-terusan senyum. The way she looks at you exactly just like the way you look at her. Kasih Naya waktu aja dulu, gimanapun dia nggak bisa mengabaikan bang Rian begitu aja."
Jemio mengangkat wajahnya lagi, mengacak rambutnya pelan dan mengangguk. "Thanks bro."
"Kayak sama siapa aja lo. Mandi sana, nggak lucu kan kalo Naya tiba-tiba nge-chat ngajak ketemu terus lo masih kayak gembel gini."
"Setan." Umpat Jemio membuat Javio terkekeh.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER
Lãng mạnAda yang nyaman, ada yang memendam perasaan sampai terkikis waktu, ada yang menyukai dalam diam. Ada ragu yang terselip dalam hati, apa nyaman berarti cinta? Apa rasa ini bukan semu belaka yang salah mengira nyaman karena lama bersama sebagai cinta...