15. EPILOG

732 86 2
                                    

Senyum lebar masih terukir di wajah Jemio dengan tatapan yang tidak pernah dia alihkan dari wajah Naya yang saat ini duduk di sampingnya, fokus dengan film di layar di depan. Setelah seharian menghabiskan waktu di rumah Naya, sore hari Jemio dan Naya kembali ke drive in bioskop. Keadaan sekarang tidak berbeda jauh dengan keadaan saat pertama kali mereka kesini. Bedanya sekarang, kedua tangan mereka kini saling bertautan.

"Rugi banget bayar mahal tapi nggak nonton tau." Naya tiba-tiba menoleh dan memencet hidung Jemio dengan tangan kirinya yang bebas.

"Lo lebih menarik sih. Gue ngeliatin lo seharian juga nggak bakalan puas Nay." Ucap Jemio.

"Eww kumat lagi buaya dangdutnya," ringis Naya. "Lagian kalo cuma mau ngeliatin wajah gue, di rumah atau di apart juga bisa. Nggak usah kesini buang-buang duit."

"Kalo di rumah gue nggak bisa pegang tangan atau bebas meluk, kalo di apart gue takut gue yang nggak mau pulang."

Naya tertawa mendengar perkataan Jemio yang beberapa jam lalu sudah resmi menjadi pacarnya. "Mama suka sama lo tau, kata mama yang ini jangan lepas lagi."

"Emang sebelumnya ada yang lepas?" alis Jemio saling bertaut saat dirinya sedang penasaran.

"Ada yang dekat tapi nggak pernah jadian."

"Kenapa nggak jadian?"

"Ya nggak cocok lah."

"Berarti sama gue cocok yah hehehe." Jemio cengengesan sambil menaik turunkan alisnya membuat Naya mencubit pipinya gemas. "Lo juga suka ditanyain mama, pas lihat lo waktu di panti asuhan mama terus-terusan nyuruh gue ajakin lo ke rumah."

"Iya nanti yah pas udah nggak terlalu sibuk." Ucap Naya sambil mengusap permukaan tangan Jemio dengan jempolnya.

Fokus Naya kembali ke layar. Sedang Jemio tetap memandangi Naya dari samping. Kebayang sendiri kan bagaimana bahagianya Jemio saat ini? Hampir 4 tahun waktu yang dia habiskan untuk mengagumi Naya dari jauh dan akhirnya hari ini Naya resmi menjadi pacarnya.

"Nay, lo sama bang Rian gimana?" tanya Jemio hati-hati.

"Hm?" Naya kembali menoleh pada Jemio, "nggak gimana-gimana, sama aja kayak sebelumnya."

"Emang bang Rian nggak pernah suka sama lo?" tanya Jemio lagi.

"Jujur, dia confess ke gue juga." Ucap Naya yang membuat Jemio terkejut tapi segera ditutupinya. "Tapi baik gue atau dia harusnya tau kalau perasaan itu nggak nyata. Kita hanya terlalu nyaman aja satu sama lain sampai salah mengira perasaan kita masing-masing. I have had crush on him too, tapi saat itu gue ragu, itu benar-benar perasaan suka atau hanya karena gue keseringan sama dia sampe gue salah menafsirkan perasaan gue. Dan emang bener beda rasanya saat gue sama lo." Naya mengeratkan genggaman tangannya.

"Gue juga tau Rian masih ada rasa sama kak Ghea. Yang jelas gue sama dia walaupun mau mencoba atau memaksa, nggak bakalan bisa lebih dari sahabat." Ucap Naya lagi yang menghapus rasa khawatir di hati Jemio.

"Jadi lo nggak usah takut gue direbut Rian, karena kalo gue mau sama dia, jadiannya udah lama. kata Rian juga lo nggak boleh cemburu sama dia dan larang-larang gue ketemu sama dia."

Jemio tersenyum, "iyalah gue tau seberarti apa Rian di hidup lo. Gue bukan pacar yang overprotective kok, selama kita tau batasan kita masing-masing."

"Thank you Jemio Adhyatma. Kayaknya gue tau kenapa gue bisa jatuh hati sama lo. Lo dan hati lo yang hangat juga perhatian lo, pertama kali gue merasa dihargai dan dicintai sebesar ini selain dari keluarga gue. Padahal gue nggak pantas mendapat rasa sayang dan cinta sebesar itu, dari cowok populer di kampus pula. Jangan nyesel yah nanti?" Naya memasang cengiran lebar di wajahnya.

AFTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang