•Q.S. Al-Hujurat [39] : 11
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
11. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
•Q.S. Asy-Syura [42] : 39-40
وَالَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَهُمُ الْبَغْيُ هُمْ يَنْتَصِرُوْنَ
39. dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim, mereka membela diri.
وَجَزٰۤؤُا سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا ۚفَمَنْ عَفَا وَاَصْلَحَ فَاَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِ ۗاِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيْنَ
40. Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim.
***
Ingat insiden antara Chris Rock sama Will Smith? Yang Smith menampar Rock gara-gara Si Komedian ini bikin jokes tentang akibat penyakit yang diderita Jada Pinkett Smith--istri Will?
Sebenarnya perkara kayak gini bukan pertama kalinya terjadi, ya. Di kehidupan kita sudah biasa malah. Salah satu anak misalnya, iseng 'mengatai' penampilan orang tua dari anak yang lain. Si anak yang orangtuanya dikatai marah lantas memukul Anak Iseng dan perkelahian terjadi. Seorang cowok SMA, iseng mengganggu seorang gadis teman satu sekolah. Sialnya, gadis ini punya pacar, dan begitu ketahuan sama si pacar, doi marah. , Si Cowok Iseng dilabrak rame-rame sama Pacar Gadis beserta gengnya. Terjadilah tawuran (walaupun untuk contoh terakhir ini terasa nggak ada heroik-heroiknya sih). Yang istimewa dari insiden Rock dan Smith adalah peristiwa itu terjadi di perhelatan besar yaitu Oscar. Dan Will Smith, mengikuti dorongan emosional, dia dengan frontal 'menghajar' orang yang menyinggung-nyinggung istrinya.
Yang menjadi pertanyaan utama--mendasari semua pemberitaan, kontroversi, sampai ada sanksi pula untuk Smith--pantaskah respon impulsif nan frontal itu dikeluarkan di acara sebesar dan sesopan Oscar?
Aku nggak lagi pengen bahas yang berat-berat kayak tadi. Yang mau aku sampaikan adalah kalau diukur dari standar kewajaran, ya wajar sih seorang suami akan marah jika istrinya dijadikan bahan lelucon. Sewajarnya : kalau ada orang yang--entah berani atau sekadar iseng--mengejek kita atau apapun yang berkaitan dengan kita, kita pasti tersinggung, marah. Segala bentuk emosi terutama marah seringkali menutupi kewarasan. Makanya kalau orang bertipe sumbu emosi marah yang pendek jika marah, nggak peduli ada di mana. Labrak dulu, urusan lain belakangan.
Berkaitan dengan marah-marah ini, ada hal yang aku perhatikan dan simpulkan. Ketika orang terdekat seseorang diejek, dibecandain sama seorang lainnya, dan orang itu marah, berarti orang itu memiliki rasa sayang yang membuatnya membela orang yang disinggung. Paling tidak rasa kepedulian. Itulah mengapa sampai ada reaksi pembalasan segala. Sederhananya, kalau kita sayang atau peduli sama siapa aja--ortu, saudara, teman, pasangan-- kita akan membela kehormatan dan harga diri mereka. Bukan cuma karena kita baik tapi juga karena tidak ada seorangpun yang pantas dijelek-jelekkan. Apalagi hal yang disinggung adalah anything about our body atau sisi lain dari diri.
Suatu ketika, ada seorang anak dan seorang ayah. Ayah ini orangnya keras--kalau nggak disebut kasar. Jadi si anak bukan mengenal rasa segan pada beliau, melainkan rasa ketakutan. Mereka ini berdagang di sebuah pasar mingguan, dan di pasar tersebut reputasi Ayah ini juga sama. Orang lebih milih berinteraksi sesedikit mungkin dengan beliau. Suatu hari seorang Pengatur Pasar yang gayanya lebih mirip preman, datang untuk meminta iuran dan membenahi apalah yang--berdasarkan amanat kepala pasar--perlu dibenahi. Kayak batas antar lapak. Semacam itu. Sampai di lapak Ayah dan Anak ini, terjadi keributan. Pendek kata, mungkin Si Ayah ini tidak mau mengurangi sedikit ukuran lapaknya dan Pengatur Pasar Galak ini mengamuk. Keluarlah semua kalimat-kalimat yang tidak enak didengar, perendahan harga diri, bla, bla, bla.
Kalau kayak kasus di atas-atas, apa yang harus dilakukan oleh si anak? Minimal membelanya. Apalagi si Pengatur Pasar ini menyebut-nyebut tentang penampilan terhormat ayahnya yang dikatakan Pengatur Pasar ini hanya omong kosong, kedok. Tak cukup kata-kata bahkan juga menghamburkan barang dagangan mereka ke segala arah.
Tapi tidak. Anak ini hanya diam menyaksikan. Tanpa membela apalagi balas menggertak. Mengapa bisa begitu? Kurang ajar? bisa jadi, itu alasan paling simple kan? Lah kok tega cuma nonton ayahnya disembur orang? Pernah mikir lebih jauh kenapa nih anak jadi "kurang ajar"? Mungkin aja dia takut, perkelahiannya belum pernah dia saksikan. Jadi cuma bisa diam karena nggak bisa gerak mau lari apalagi mikir apa yang seharusnya dia lakukan. Atau sangat mungkin, dia tidak memiliki rasa sayang sama ayahnya jadi refleks impulsnya tidak pernah menyuruh dia untuk--bahkan cuma bilang "Cukup, Pak? Hentikan kata-kata Anda pada Ayah saya!". Ingat, dia cuma punya satu perasaan yang mendeskripsikan ayahnya, ketakutan. Sederhananya, saat kita takut sama hantu terus ada Ustadz sedang yang melakukan pengusiran, kita lega duluan, iya nggak? Jadi dengan ketakutan yang dikenalkan ayahnya, dia tidak pernah diajar atau belajar bagaimana menyayangi orang sampai apapun yang mengancam tindakan yang tepat adalah berjuang melindungi.
Relevansi antara cinta dan marah, sedikit banyak juga memengaruhi respon sikap kita semua.
So, aku belain Will Smith dong? Nggak juga!
Kalau kita masih kuat--dan dianjurkan untuk kuat kan?--nahan emosi akan lebih baik kali ya? Bukannya apa, ada istilah melawan dengan cara yang anggun. Pengendalian diri yang oke. Yang sekali lagi, lumayan susah juga diterapkan di dunia nyata. Tapi, jika ada orang yang bisa, kenapa tidak? Menunda amukan kayaknya nggak mengurangi apa yang mau disampaikan sama Orang Resek ini, yaitu permintaan maafnya dan/atau bersedia menarik kembali ejekan, lelucon atau apapun yang tadi menyinggung.
Dalam dunia Stand Up Comedy ada istilah Roasting. Penyindiran, Kritik Tajam bernuansa lucu. Aku sendiri orang yang suka nonton para komika yang biasa roasting siapa gitu. Kayak sebuah seni membalikkan makna yang rasa-rasa menggigit, nyelekit gitu. Sejauh yang pernah ku lihat, roasting itu ada pelajaran moralnya (apa itu, cari sendiri deh ah!). Dan seringnya, dalam roasting itu, orang yang di- roast hadir di situ. Bersedia dikritik. Pada akhirnya toh, yang di- roast itu mikir juga kan bakal mau berubah apa nggak. Hal yang di roast adalah fakta-fakta atau mungkin kontroversi yang secara tersirat sama komika -nya minta diklarifikasi.
Pernah juga sih dalam penampilan tunggal, ada roasting singkat, nyindir siapa gitu yang orangnya nggak ada di situ. Cuma, sedikit sekali aku nyaksikan para komika yang bernyali begini dapat masalah. Itu pun mungkin karena candaannya emang keterlaluan. Kayak Chris Rock ini. Masa iya penyakit di bawa-bawa. Siapa coba yang mau menyaksikan tubuh kita kayak tergerus dan oleh orang lain malah dikecilkan maknanya? Masih dapat hidup dengan keterbatasan yang baru didapat aja itu udah bersyukur. Dan beradaptasi dengan kekurangan yang baru itu tidak mudah. Kayak menghadapi kenyataan yang benar-benar tak dapat dipercaya.
Akhirnya, bagiku sih pandai-pandai bersikap kali ya. Bercanda dikira-kira. Mau marah, berusaha inhale-exhale . Lagi-lagi dihadapkan oleh kenyataan : selama lidah ini masih elastis dan nafsu amarah masih suka narsis, potensi konflik dan asumsi jelek-jelek akan selalu eksis. Setuju?
🕌
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Ramadhan 1443 H
Non-FictionRamadhan, bulan suci yang selalu dinanti. Udah mau nyiapin apa nih buat ngisi bulan penuh keberkahan? Ramadhan jadi media untuk pelatihan keimanan, penambah kuantitas dan kualitas ibadah, serta media introspeksi diri. Ramadhan adalah waktu saat seti...