Q.S. An-Nisa' [4] : 29
وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.
Q.S. Yunus [10] : 49
لِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌ ۚاِذَا جَاۤءَ اَجَلُهُمْ فَلَا يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ
Bagi setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun.
***
Subuh-subuh aku sama Mama ku udah bahas hal yang rada berat dan sensitif : euthanasia. Suatu praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan. Berawal dari kami sama-sama baca novel Me Before You karya Jojo Moyes dan baca berbagai berita tentang negara yang melegalkan praktek tersebut. Ternyata lumayan lho--walau masih dihitung jari. Lebih dari dua untuk fenomena seperti ini itu sudah termasuk banyak.
Di sini ngomongin yang berkaitan dengan manusia. Praktik euthanasia dimaksudkan sebagai tindakan kasih sayang untuk mengakhiri penderitaan seseorang, biasanya ini pasien penyakit keras. Walau aku tidak men- judge, tapi secara pribadi aku tidak setuju. Sama tidak setujunya dengan Louisa Clark di Me Before You itu: "Tidak bisakah kau beri aku kesempatan?".
Siapa sih yang mau kehilangan orang yang kita sayang, dengan cara apa pun lah. Seandainya ada kekuatan super melenyapkan penyakit sampai sehat sentosa--ziiing! gitu-- pasti akan dilakukan. Karena apa? Rasanya waktu yang selama ini dijalani sama dia kayaknya terlalu singkat. Masih banyak cerita yang perlu ditulis bersama dia di dunia ini. Dan menurut aku pribadi, jika itu termasuk dengan menemani dia di saat sakit, nggak papa deh.
Menunggu memang capek, dari sisi orang yang mendampingi-- aku nggak munafik. Tapi, aku tipe orang yang percaya ada mukjizat, keajaiban, entah di titik mana siapa tahu Allah beri kesembuhan. Menunggu dia juga ladang amal kan? Aku banyak berdoa untuk dia. Aku jadi lebih dekat dengan Allah (sekalipun doanya kayak "Ya Allah apa pun yang menurut Engkau baik untuknya, maka mudahkanlah"). Kalau diukur dari rasa tidak tega, aku memang tidak tega dan sakit lihat dia dalam penderitaan seperti itu. Tapi akan lebih sakit bagi aku jika membiarkan dia pergi dengan keputusannya sendiri dan memaksa aku untuk merelakan dia yang sengaja pergi. Kecuali takdir, sulit tapi aku sebisa mungkin serahkan kepada Pemilik Takdir.
Apakah euthanasia bukan takdir? Seperti halnya bunuh diri biasa, jika bukan takdir mengapa mereka diizinkan mati oleh Tuhan, berarti itu Takdir Tuhan dong. Ya, coba aja analogikan dengan ketika pengen pergi jalan-jalan, lebih enak mana setelah minta izin sama orang tua atau sembunyi-sembunyi langsung kabur? Kalau aku pribadi, lebih nyaman dan tenang setelah izin ortu karena aku pernah merasakan bagaimana tersiksanya aku jalan sama teman-teman, senang-senang tapi nggak minta izin. Perasaan aku selalu ketar-ketir takut dimarahin. Sekali lagi, aku tidak men- judge. Bisa jadi analogi ini terlalu sepele dan tidak bisa disandingkan sama keputusan hidup mati. Ini sekadar opini.
Kembali ke tujuan awal euthanasia untuk mengakhiri penderitaan berat seseorang-- biasanya pasien penyakit keras -- kadang aku sedikit bisa memahami tujuan tersebut. Apalagi kalau yang membuat keputusan tersebut adalah si penderita. Kayak menunjukkan rasa cinta memang karena nggak mau membebani yang nunggu lebih lama-- ada campuran putus asa juga nggak sih? Tapi gimana kalau yang bikin keputusan euthanasia ini justru dari pihak pendamping? Apa nggak terkesan kejam? Karena aku pernah dengar pengalaman semacam ini. Bukan yang sakit yang minta justru pihak yang mendampingi yang mengusulkan.
Euthanasia yang legal sekarang baru diterapkan secara ketat hanya kepada seseorang yang mengalami penyakit serius dan tidak ada harapan kesembuhan dan dengan persetujuan si penderita. Baru sebatas penyakit fisik. Aku takutnya itu di masa depan, praktik euthanasia ini malah akan digunakan oleh orang-orang yang punya kelainan. Pernah dengar ada orang sehat tapi mau dirinya cacat sehingga dia menghilangkan salah satu atau lebih anggota tubuhnya supaya dia beneran cacat? Body Integrity Identity Disorder (BIID)? Fenomena ini ada lho walau langka. Mereka berpikir ada yang salah dengan hidup di dalam tubuhnya yang lengkap. Mereka perlu menjadi cacat. Nah, lho? Mereka perlu jadi cacat! Dan sudah ada kasus di mana orang-orang ini meminta pertolongan dokter bedah tertentu untuk mengamputasi bagian tubuh sehat yang dia ingin cacat. Jangan tanya fenomena transgender, itu udah umum. Mereka merasa bahwa mereka bukan dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan dan mereka memutuskan untuk mengubah itu lewat operasi.
Bagaimana di masa depan nanti ada orang "sehat" namun karena sesuatu mereka merasa mereka perlu mati? Mereka merasa menderita dan penderitaan itu sangat berat? Mereka tidak sanggup lagi menanggung penderitaan itu? Bila ada seseorang yang mau membantu untuk melakukan praktik euthanasia dengan dalih definisi awal euthanasia itu sendiri: mencabut kehidupan manusia dengan seminimal mungkin rasa sakit agar lepas dari penderitaan tersebut, apakah praktik ini dapat dibenarkan?
Gerakan bunuh diri massal dong jadinya.
🕌
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Ramadhan 1443 H
Non-FictionRamadhan, bulan suci yang selalu dinanti. Udah mau nyiapin apa nih buat ngisi bulan penuh keberkahan? Ramadhan jadi media untuk pelatihan keimanan, penambah kuantitas dan kualitas ibadah, serta media introspeksi diri. Ramadhan adalah waktu saat seti...