#21 (23 April 2022) : Relativitas Kebenaran?

3 1 0
                                    

QS. Al-Baqarah [2] : 42

وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

42. Dan janganlah kamu campuradukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya.

****

Apa itu kebenaran? Belakangan aku mulai mempertanyakan satu pertanyaan ini. Sebuah pertanyaan ambigu yang kalau disalahartikan akan mengarah pada keingkaran. Satu hal yang pasti, kebenaran sejati adalah kebenaran yang berasal dari hukum Allah SWT.

Di dunia sekarang, aku biasa menyebut ada relativitas kebenaran. Hukum manusia sekarang ini, bukannya nggak percaya, hanya saja banyak bikin mengerutkan kening. Entah aku yang bandel atau memang setiap keinginan manusia tidak bisa dipuaskan semua, kekurangan itu tetap ada. Atau mungkin lebih banyak manipulasi? Lebih baik aku nggak perlu buang tenaga dan pikiran untuk overthinking kali ya.

Kebahagiaan adalah tujuan semua orang tanpa terkecuali. Yang membedakan adalah standarnya, kebahagiaan kayak gimana? Ada yang berupa kesuksesan, kekayaan, ketenangan jiwa. Apapun itu, kebahagiaan pasti jadi satu titik di mana diri merasa lega dan mampu memandang seisi dunia ini dengan ketenangan hati. Tanpa ganjalan, sedikitpun.

Dalam kehidupan sosial yang beragam, di mana hidup bersama dengan sekelompok besar orang lain, pasti memiliki keragaman karakter, nilai dan visi. Tergantung pandangan masing-masing. Agar tidak terjadi singgungan, aturan dibuat, hukum ditetapkan untuk menjaga kehidupan bersama yang tenteram dan saling bergandengan. Aturan itu dibuat berdasarkan kebutuhan umum yang jadi kesepakatan bersama. Terwujudlah kebahagiaan satu kelompok. Jika ingin kebahagiaan pribadi, sudah tentu PR bagi setiap orang untuk mewujudkannya tanpa merusak tatanan yang berlaku dalam satu komunitas.

Nilai yang membentuk kebahagiaan bersama ini kejujuran dan toleransi. Aturan yang terbentuk seperti ini satu bentuk kebenaran yang disepakati. Jika seseorang melanggar, tentu ada sebuah cara untuk memperbaiki tatanan tersebut. Jika satu hal sudah dianggap benar, dipahami oleh persepsi yang sama, satu ganjalan harus dihilangkan agar tidak menimbulkan sandungan bagi keberlangsungan komunitas.

Masalahnya, kenapa bisa terjadi konflik antar sesama? Tinggi rendahnya derajat, bukankah kebenaran tadi sudah jadi panutan dan apa yang membuat salah itu muncul?

Zaman berkembang, persepsi makin meluas. Pola pikir tentu semakin meningkat. Tidak berarti kebenaran yang berlaku tidak bisa dijalankan lagi. Mengapa tidak disusun ulang? Menyeragamkan kembali nilai-nilai dasar kehidupan bersama? Yang terjadi justru persepsi yang berbeda memisahkan golongan intelektual satu dengan satu intelektual lain. Mirisnya, golongan yang menjadi beragam ini malah saling menjatuhkan antar golongan.

Sepertinya singgungan ini lebih karena menurutkan egoisme masing-masing. Egoisme yang membawa-bawa istilah kebenaran. Relativitas kebenaran. Ukuran kebenaran versi dunia sudah tidak lagi terlihat ada benang merahnya. Memaksa beberapa yang lain untuk memihak.

Memihak ke mana?

🕌

Catatan Ramadhan 1443 HTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang