#27 (29 April 2022) : Lailatul Qadar

1 1 0
                                    

QS. Al-Qadr [97] : 1-5

اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ . وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِۗ . لَيْلَةُ الْقَدْرِ ەۙ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ . تَنَزَّلُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِاِذْنِ رَبِّهِمْۚ مِنْ كُلِّ اَمْرٍۛ . سَلٰمٌ ۛهِيَ حَتّٰى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ࣖ.

1. Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam qadar. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar.

QS. Yasin [36] : 58

سَلٰمٌۗ قَوْلًا مِّنْ رَّبٍّ رَّحِيْمٍ
(Kepada mereka dikatakan), “Salam,” sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang.

****

Dari subuh, aku merasa ada yang beda gitu. Kayak nggak sedingin biasanya. Terus aku keluar rumah dan aku masih merasa kalau cuaca saat itu adem, anginnya semilir. Damai gitu. Jadi kupikir apakah aku dapat Lailatul Qadar? Kalau iya, kehormatan sekali itu. Lalu ku tanya ke mama aku apakah beliau merasa hal yang sama. Jawabannya rada nggak jelas tapi yang lain aku tangkap sebagai "Mana orang kayak kita bisa dapat Lailatul Qadar"

Iya juga sih. Aku langsung lesu. Sadar kalau ada benarnya juga. Itu tandanya, apa yang kurasakan itu cuma perasaan doang. Mungkin tabiat aku begini emang nggak bisa diselamatkan sama keajaiban kali.

Biar pun seandainya Lailatul Qadar tidak turun pada ku, tapi berharap tak ada salahnya dong. Lailatul Qadar itu meski untuk orang lain, malaikat tetap turun ke bumi kan? Jadi mumpung ada mereka, sekalian aja aku berdoa, zikir, biar mereka juga mengangkat doa aku sampai ke langit.

Memohon ampunan dan meminta bantuan pada Allah SWT memang tidak menunggu sampai Lailatul Qadar dulu. Di waktu kapan pun, insyaAllah akan diijabah. Tinggal tergantung aku nih, serius nggak taubatnya. Keutamaan suatu ibadah juga nggak menunggu seseorang alim dulu baru dikasi reward. Balik lagi ke niat seseorang, dan jika ikhlas biar lah pahala itu menjadi urusan Allah.

Lailatul Qadar itu--menurut aku-- rasanya berlaku universal. Untuk siapa aja. Sama seperti aku dikasi pencerahan tentang panggilan Allah untuk menunaikan ibadah haji. Allah itu tiap hari sebenarnya mengundang semua umat untuk datang ke rumah-Nya. Tinggal yang bersangkutan aja nih, mau connect atau nggak. Mereka yang sampai di sana adalah mereka yang sudah mendengar panggilan itu dan dengan usaha maksimal mereka datang ke sana. Beda dengan orang-orang yang tidak mengacuhkan. Mereka tahu panggilan itu , namun tidak berusaha lebih untuk mewujudkan ke sana.

Begitu juga Lailatul Qadar, Allah SWT tetap memerintahkan para malaikat-Nya untuk turun dan menebarkan rahmat-Nya ke seluruh alam dan orang-orang yang menunggu rahmat itu. Tinggal para manusia aja nih, setia nunggu atau justru cuek. Aku yakin sekali jika mereka yang sudah beribadah demi menunggu rahmat Lailatul Qadar dan mereka pikir mereka belum merasakan rahmat tersebut, paling tidak mereka sudah merasakan kedamaian ketika proses mendekatkan diri kepada Allah SWT. Biarlah ganjaran itu Allah SWT yang memberi. Sekarang atau nanti.

Mengharapkan rahmat itu tidak sebatas satu waktu aja. Dan berharap juga seharusnya tidak mengenal batas waktu. Aku pikir, aku akan terus berharap rahmat itu datang dan doa-doa ku dikabulkan. Meski belum, aku akan terus dalam pengharapan. Jika berharap dengan manusia harus berakhir jika yang diharapkan sudah menunjukkan perasaan yang tidak sama. Maka berharap pada Allah SWT hanya berakhir jika waktu itu sendiri yang sudah usai. Saat aku sudah pindah kehidupan, saat aku sedang di hari pengadilan kelak.

🕌

Catatan Ramadhan 1443 HTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang