#14 (16 April 2022) : Ada Apa dengan Kita dan Penguasa?

3 1 0
                                    

QS. Al-Maidah [5] : 48

لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَّمِنْهَاجًا ۗوَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَجَعَلَكُمْ اُمَّةً وَّاحِدَةً وَّلٰكِنْ لِّيَبْلُوَكُمْ فِيْ مَآ اٰتٰىكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِۗ

Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.

مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللهَ، وَمَنْ أَطَاعَ أَمِيْرِي فَقَدْ أَطَاعَنِي وَمَنْ عَصَى أَمِيْرِي فَقَدْ عَصَانِي

“Barang siapa menaatiku, ia telah menaati Allah Subhanahu wata’ala. Barang siapa menentangku, ia telah menentang Allah . Barang siapa menaati pemimpin (umat)ku, ia telah menaatiku; dan barang siapa menentang pemimpin (umat)ku, ia telah menentangku.” (HR. al-Bukhari no. 7137 dan Muslim no. 1835, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

أَلَا مَنْ وَلِيَ عَلَيْهِ وَالٍ، فَرَآهُ يَأْتِي شَيْئًا مِنْ مَعْصِيَةِ اللهِ، فَلْيَكْرَهْ مَا يَأْتِي مِنْ مَعْصِيَةِ اللهِ وَلَا يَنْزِعَنَّ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ

“Ingatlah, barang siapa mempunyai seorang penguasa lalu melihatnya berbuat kemaksiatan, hendaknya ia membenci perbuatan maksiat yang dilakukannya itu, namun jangan sekali-kali melepaskan ketaatan (secara total) kepadanya.” (HR. Muslim no. 1855, Ahmad 4/24, dan ad-Darimi no. 2797, dari Auf bin Malik al-Asyja’i radhiyallahu ‘anhu).

****

Pas di situasi ini, aku baru merasa sedih dengan kondisi bangsa ini. Mungkin sok ya, jadi maafkan. Setelah semua pemberitaan yang aku ikuti, setiap podcast opini bertema sosial politik hukum yang aku simak, negara ini benar-benar Negara Demokrasi secara teori. Faktanya? Kita--rakyat--dan penguasa jelas-jelas sedang bertengkar.

Rakyat ingin kebutuhan mereka terpenuhi. Hanya saja karena jumlah mereka yang banyak tentu tidak semua kebutuhan itu akan terdengar. Maka dibuatlah sebuah lembaga di mana rakyat memilih orang-orang yang mewakili suara dan keinginan mereka. Orang-orang yang membawa intisari dari banyaknya kebutuhan rakyat untuk diminta pada penguasa paling puncak. Para representatif ini benar-benar bagian dari rakyat. Kedudukan mereka setara dengan rakyat--harusnya-- dan paling tahu apa yang sedang urgen dalam gelombang masyarakat.

Seorang penguasa, adalah seseorang yang dipilih oleh banyak orang untuk membuat tatanan hidup suatu bangsa agar rapi, tertib, aman, terpenuhi, sejahtera, dll. Seseorang ini dipilih karena tidak mungkin bagi seluruh rakyat ini yang mengatur satu negara secara bersamaan, sesuai kehendak mereka yang mereka anggap baik. Jujur saja, standar kebaikan setiap orang itu relatif, tidak pasti. Suatu hal bisa baik bagi seseorang tapi tidak dengan yang lain. Itulah tugas pemimpin, mengatur hukum yang meratakan relativitas dan memastikan kebaikan yang terpenuhi untuk semua orang.

Contoh era kepemimpinan yang rahmatan lil 'alamin adalah kepemimpinan oleh Rasulullah Saw. dan empat penerus beliau; Khulafaur Rasyidin. Sebuah gambaran di mana definisi baldatun tayyibatun wa rabbun gafur adalah hal yang nyata. Pemerintahan yang mengayomi rakyat penuh dedikasi. Rakyat yang menghargai pemerintahannya dengan cinta dan kehormatan. Suatu bangsa lahir dengan keagungan nurani dan Rahmat Allah, mengisi hampir separuh dunia.

Apa yang salah dengan sekarang?

Seluruh manusia di saat ini sedang diuji oleh nafsu mereka sendiri. Penguasa maupun rakyat. Entah di titik mana, kerusakan itu lahir dengan disisipkannya orang-orang egois baik di pemerintahan maupun diam di antara masyarakat. Sayangnya orang-orang di antara mereka ini tidak cukup kuat iman termasuk penulis sendiri, yang gercep mengoreksi hal yang salah begitu gejala awal itu muncul. Inilah yang dinamakan fitnah. Ketika terjebak di antara kerakusan sedang diri tidak tahu harus berbuat apa.

Ku akui penguasa di atas sana lebih banyak yang egois dan acuh. Memperkaya diri sendiri. Karena itulah masyarakat di bawah menyuarakan pertentangan. Tapi pernahkah disadari jika di antara masyarakat itu sendiri ada yang mencoba memecah belah. Mengubah setiap pikiran masyarakat hingga yang tertinggal di hati hanyalah antipati, kecurigaan. Dan dengan seluruh kekacauan di sini, siapa yang salah? Satu, penguasa memang sepertinya lebih memilih tawaran mafia daripada mau lebih memperhatikan keganjilan pada rakyat. Dua, rakyat yang sudah hampir kehilangan sikap bijak yang disebabkan oleh para pengadu domba sehingga kita hanya dipenuhi oleh kemarahan pada penguasa dan ketidakpuasan.

Jika bangsa ini akan hancur, itu karena kita dihancurkan dari dua sisi. Menyarankan agar sama-sama introspeksi diri barangkali hanya ocehan omong kosong yang hanya menghabiskan waktu dalam kesia-siaan. Maka jalan terbaik untuk memperbaiki semua ini adalah tanyakan pada hati, lihat pada nurani, dengarkan lagi apa yang Allah SWT firmankan pada kita. Jika itu adalah sebuah tindakan, maka suatu tindakan itu adalah --lagi-lagi-- memperbaiki prinsip kita pada keadilan. Lakukan itu agar orang lain terinspirasi untuk melakukan hal yang sama atau agar kita melahirkan generasi baru yang akan mengubah dunia ini lebih baik esok. Jika harus melawan maka tanyakan lagi apa strategi yang baik dan siapa yang pantas untuk jadi yang terdepan dalam perlawanan ini.

Kekerasan tentu bukan jalan yang utama dan baik sebagai bentuk perbaikan. Hanya diam pun sama saja membawa kita semua pada akhir lebih cepat. Kita --penguasa dan rakyat-- sepertinya memang sedang lupa dengan tugas masing-masing. Ketika bersinggungan kita hanya sama-sama menyalahkan. Sebuah idealisme tentang saling menasihati memang terdengar sebagai bualan yang lucu.

Sekali lagi, ini hanya opini bukan menghakimi.

🕌

Catatan Ramadhan 1443 HTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang