QS. Al-Baqarah [2] : 282
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوْهُۗ وَلْيَكْتُبْ بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌۢ بِالْعَدْلِۖ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ اَنْ يَّكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللّٰهُ فَلْيَكْتُبْۚ وَلْيُمْلِلِ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللّٰهَ رَبَّهٗ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْـًٔاۗ
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun daripadanya....
****
Ayat terpanjang dalam Al-Qur'an isinya bukan tentang keutamaan amal atau ancaman untuk orang fasik. Bukan juga tentang akhirat atau bahkan isyarat ilmu pengetahuan mutakhir apa gitu. Ayat sepanjang 15 baris ini berisi tentang Hukum Utang Piutang (Al-Munadayah). Karena terpanjang, maka pembahasan tentang utang ini dirinci benar-benar.
Pertama kali tahu kalau ayat terpanjang ini dari guru, katanya membahas tentang uang. Awalnya aku kira itu QS.An-Nisa' ayat 11-12. Itu kan tentang rincian warisan ya, tentang uang dong. Tapi ketika akhirnya ketemu Al-Baqarah ayat 282 yang menghabiskan satu halaman Al-Qur'an, aku bandingkan dan ternyata hukum warisan tadi masih kurang panjang, masih kurang urgen. Nggak nyangka sih, kepikiran juga "Kok gitu ya,"
Semakin lama aku terjun di dunia masyarakat, semakin aku tahu dinamika--cialah!--kehidupan sosial masyarakat. Seperti banyak yang sudah tahu kalau Al-Qur'an itu selalu up-to-date , kalau terasa nggak relate saat itu, di zaman inilah yang membuktikan. Zaman sekarang itu zaman di mana apa-apa dipermudah, segala keinginan terwujud, berkat adanya kredit. Pinjaman, kredit sudah jadi alternatif utama dalam pergerakan ekonomi. Ini bukan sindiran apalagi nyinyiran. Aku cuma menampilkan fakta seperti pengantar atau tesis aja.
Aku sering sebal ketika Bapak-ku selalu bilang kayak : lebih baik tak punya dari pada berutang, zaman sekarang nih zaman membodoh; semua serba kredit. Maksudnya baik memang, Hindari Berutang. Tapi kalau dalam seminggu diucapkan 4-5 kali kan keki juga. Mau tak mau anjuran itu melekat di alam bawah sadar, dan sejauh ini aku belum pernah ambil sesuatu secara kreditan, pay-later , dll. Lebih karena takut lihat tagihan selanjutnya.
Setiap orang tidak selalu punya banyak uang untuk bayar kontan. Setiap orang tidak setiap hari megang uang. Setiap orang tidak selalu mampu untuk memenuhi kebutuhan primer sekalipun. Rezeki itu pasti ditanggung sama Allah SWT, jatahnya ada, nggak ketukar, datangnya aja yang tak terduga. Jika untuk urusan kebutuhan dasar yang harus segera diadakan, jelas tidak mungkin untuk menangguhkan sampai kapan dapat rezeki. Makan, tempat tinggal, pendidikan, ini urusan primer kan. Akan jadi sulit ketika memutuskan untuk tidak makan sehari, tidak punya tempat berteduh atau berhenti sekolah gara-gara tidak ada biaya.
Masa sekarang ini semua permasalahan ekonomi terlihat kompleks. Mungkin boleh kali ya dibilang : tuntutan di dunia (tertentu) ini makin banyak syarat dan ketentuan. Yang paling sering dilakukan perkreditan itu berupa kendaraan. Zaman sekarang kendaraan itu urusan primer, nggak ada kendaraan nggak bisa ke mana-mana. Mau nggak mau harus punya. Sedihnya orang pas-pasan kayak aku gini gimana mau bayar kontan sementara satu unit motor paling murah cash seharga 18 juta. Akhirnya, pilihan kredit yang tersisa.
Pinjam meminjam uang sih dasarnya boleh ya, asal ingat bayar. Akan jadi masalah kalo kelamaan nggak dibayar, tahu-tahu malah kabur atau si peminjam terpaksa ikhlasin. Mending kalau yang kasi pinjam itu teman. Kalau pinjaman bank atau e-finance kan nggak ada kata ikhlas mengikhlaskan. Harus bayar disertai bunga. Yang gini ini nih yang belakangan jadi viral kan? Aplikasi pinjol yang ngejar-ngejar nasabah telat bayar sampai temannya pun kena getahnya. Jadi sasaran tagihan. Ini yang terjadi di dunia fana. Terlepas dari drama tagih-menagih utang, utang itu sendiri pada akhirnya dibawa mati. Susahnya nggak selesai sampai nafas ditarik malaikat maut. Katanya kalau utang tak dibayar, arwah yang bersangkutan cuma bisa melayang antara alam dunia dan barzah. Nggak bisa ke mana-mana. Hiih...!
Utang memang diakui tidak bisa dielakkan. Tapi jangan sampai jadiin utang malah untuk gaya hidup. Buat memuaskan nafsu belanja, lapar mata. Biasanya yang gini ini setelahnya memicu masalah susah bayar. Karena belum kelar utang satu, tergoda satu barang ambil lagi, utang lagi. Nyari penyakit namanya. Atau sampai terjebak dalam lingkaran setan; lunas satu ambil utang lagi. Kebutuhan kita, toh kita sendiri yang paham. Sesuaikan dengan kemampuan bukan kemauan. Silakan kalau mau hedonis; meski ini tidak dibolehkan, yang penting ukur diri.
🕌
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Ramadhan 1443 H
Non-FictionRamadhan, bulan suci yang selalu dinanti. Udah mau nyiapin apa nih buat ngisi bulan penuh keberkahan? Ramadhan jadi media untuk pelatihan keimanan, penambah kuantitas dan kualitas ibadah, serta media introspeksi diri. Ramadhan adalah waktu saat seti...