"Gak jelas! Bukannya bales malah dibaca doang!"
Nadia sedang duduk sendirian di kelas yang masih kosong. Ini terlalu pagi untuk datang ke kampus. Tapi entah setan apa yang merasuki Nadia hari ini, gadis itu datang jauh sebelum kelasnya dimulai.
Tiba-tiba Pinkan datang diikuti antek-anteknya di belakang—Aldo dan Fadlan. Entah sejak kapan Fadlan terus bersama dengan dua sahabat Nadia itu.
"Nad, Nadia!" panggil Pinkan seraya berlari kecil mendekati Nadia yang tengah duduk sambil menopang dagu—menatap nanar layar ponselnya—yang kini bergerak cepat untuk membalikan layar ponselnya yang masih diposisi roomchat Dikta.
Pinkan duduk di kursi sebelah Nadia, sedangkan Aldo dan Fadlan berdiri di antara keduanya.
"Apaan?" tanya Nadia.
"Lo udah tau belum nama lo dipajang di mading kampus? Oh! Satu lagi! Nama lo disebut di menfess kampus juga!" kata Pinkan.
Dengan cepat Nadia membuka ponselnya. Tangannya bergerak cepat dari roomchat Dikta menuju twitter, tepatnya base kampus.
"Beneran lo, Nad? Sama dosen mana?" tanya Pinkan.
Nadia menatap sendu teman-temannya, lantas mengangguk. Aldo, Pinkan, dan Fadlan terkejut bukan main. Bisa-bisanya mereka bertiga tidak mengatahui fakta tersebut sejak awal.
"Kenapa gak pernah cerita?" tanya Aldo mulai memasang wajah marah. Pura-pura marah maksudnya.
"Maaf. Gue cuma nunggu waktu yang tepat aja tadinya..." balas Nadia pelan.
Keempatnya saling diam. Mereka sama-sama shock luar biasa. Fadlan bahkan tak mampu bertanya apapun padahal banyak sekali pertanyaan di kepalanya mengenai hubungan Nadia dan Dikta.
Sampai kemudian lelaki itu memberanikan diri untuk membuka suara.
"Jadi kapan lo nikah sama pak Dikta?" tanyanya.
Nadia tertegun. "O? Kok lo tau yang mau nikah sama gue pak Dikta?"
"Nebak aja. Soalnya kemarin gue liat lo masuk ke mobilnya pak Dikta. Lebih tepatnya gue sama dua sahabat lo itu yang liat," jelas Fadlan yang diangguki Nadia.
Nadia menghela napas berat. "Besok. Besok gue nikah sama dia."
"HAH?!"
Tiga orang itu seketika kompak bersuara. Ya lagian siapa sih yang gak kaget temannya tiba-tiba mau nikah besok tanpa adanya aba-aba?!
"Lo kebangetan banget gak kasih tau kita! Kalian udah berhubungan berapa lama anjir? Sampe bisa mau nikah besok. Haduh, Ya ampun!" Aldo menepuk dahinya. Mendadak kepalanya pening.
Nadia mengerenyit canggung. Ia hanya bisa menggaruk tekuknya yang mendadak gatal.
"Gak pernah deket, jujur. Semenjak kejadian di tempat makan waktu itu, Pak Dikta terus gangguin gue buat nyuruh gue terima lamarannya. Soalnya anaknya pengen gue jadi ibu sambungnya. Alasannya karena gue mirip almarhumah ibunya," papar Nadia.
Kembali, semuanya saling diam.
"Lo undang kita juga gak ke nikahan lo?" celetuk Aldo.
"Kalian mau dateng? Kalau mau, nanti gue bilang sama Pak Dikta. Gue jamin dia gak akan nolak dan larang. Ini nikah sah kok, bukan siri," balas Nadia.
"Jelas kita mau dateng! Gila aja lo!" balas Pinkan.
Nadia meringis.
"Masih ada lagi?" tanya Fadlan.
"Apa?" Nadia mendongak menatap Fadlan.
"Rahasia yang lo masih sembunyiin dari kita. Nadia, kalau kerasa berat lo boleh bilang sama kita, boleh ngeluh, boleh cerita, boleh cerewet ngomel, marah, nangis, semuanya. Jangan dipendem sendiri karena lo gak sendirian."
Pinkan dan Aldo mengangguk mantap.
Mendadak Nadia jadi melow. Ia ingin cerita perkara penyakit dan umurnya yang tak panjang, tapi itu terlalu menyedihkan. Nadia gak mau mereka sedih.
"Udah gak ada lagi kok, Fadlan. Makasih ya kalian udah mau selalu ada buat gue," kata Nadia yang dibalas peluk oleh Pinkan.
"Lo gak pernah sendiri. Gue yakin lo kuatnya lebih dari yang kita kira..." – Pinkan
*****
Next chapter on progress...
Ini bakal banyak yang diskip kejadian kejadiannya, jadi cuma garis besarnya aja. Dan disclaimer juga kalau ceritanya udah tinggal beberapa part lagi~
Thanks buat yg selalu stay sama aku~
KAMU SEDANG MEMBACA
Beloved Stepmother
ChickLit"Dari sekian banyak wanita yang saya kenalkan ke dia, cuma kamu yang deket sama Nada. Itu tandanya dia sayang sama kamu." - Dikta