Dan sampailah ia di sini. Dikta sudah sampai di titik ikhlas ketika suatu pernyataan dari hakim dinyatakan selaras dengan kenyataan. Demi Tuhan! Dikta tak bisa menahan air matanya. Ia harap Nadia dan Nada dapat mendengar ini bersamanya. Seandainya.
Tok! Tok! Tok!
pukul hakim pada palu. Esther dinyatakan bersalah karena telah melakukan pembunuhan berencana pada satu wanita dan satu anak di bawah umur.
Iya, betul. Kecelakaan itu bukan semata-mata takdir melepaskan benang di antara dua malaikat itu dengan Dikta, melainkan karena ulah Esther yang masih tak terima diputuskan Dikta begitu saja dan malah memilih Nadia.
Memang benar, mau selama apapun ia hidup di dunia, jika tidak ada Nada dan Nadia hidupnya terasa kosong dan tak beraturan.
Jika boleh meminta, Dikta ingin sekali Tuhan memanggilnya juga. Dikta tak kuat jika harus tinggal sendiri tanpa siapapun. Jika ia menangis, siapa yang menyeka airmatanya? Jika ia lelah, siapa yang menghiburnya? Siapa yang bakal memeluknya? Siapa yang bakal memanggilnya "daddy" ketika ia pulang?
Dikta menangis sejadi-jadinya. Tak peduli orang di pengadilan melihatnya selemah apa. Dikta hanya ingin menangis.
*****
Dikta diberikan kesempatan untuk berbicara dengan Esther di ruang jenguk. Dikta menerimanya. Ia ingin lihat Esther mantan sekaligus dalang dari perginya dua malaikat kesayangannya.
Dan di sinilah Dikta. Duduk berhadapan dengan Esther yang menunduk. Entah merasa bersalah atau tak sudi menatap wajah Dikta lagi. Yang jelas, untuk beberapa puluh detik Dikta membuang waktunya berbicara dengan Esther.
"Gimana sekarang? Kamu udah puas?" tanya Dikta sebagai pembuka.
Esther tak menjawab. Wanita itu hanya terus menunduk sambil sesekali melumat bibirnya.
"Saya gak tau kalau kamu seenggak terima itu kita putus. Saya kira, kamu menyetujui itu memang kamu merasa hubungan kita gak bisa lagi dipertahankan. Tapi ternyata saya salah. Kamu punya maksud lain untuk menghancurkan hidup saya,"
Dikta diam sejenak. Dadanya sesak sekali.
"Saya kehilangan dua malaikat di hidup saya dalam waktu yang sama. Saya gak ngira kalau kamu sejahat ini. Kamu punya masalah sama saya, bukan sama mereka. So why do you do that to those who have nothing wrong with you? You should have killed me, not Nada and Nadia."
Kali ini Esther mendongakan kepalanya. Tatapannya nyalang menatap Dikta. Kali ini, Dikta kembali salah menilai Esther. Ia kira Esther merasa bersalah, tapi nyatanya tidak sama sekali.
"Karena mereka orang yang kamu sayang! Sebab itu aku bunuh mereka biar kamu sama terlukanya kayak aku!" katanya.
Dikta menahan amarahnya. Ia ingat jika Nadia dan Nada tak suka ia marah-marah apalagi sampai main tangan.
"Kamu bukan terluka karena kita udah gak bisa sama-sama lagi, tapi kamu terluka karena Bank berjalan kamu memilih untuk melepaskan diri."
"Esther, kamu harus tahu kalau Nada dan Nadia gak pernah sama sekali suka saya menyakiti orang secara fisik maupun kata-kata. Tapi saya mau menentang hal itu sekali ini saja. Dan kamu perlu tahu dan dengar," Dikta menatap Esther tepat di mata nyalang wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beloved Stepmother
ChickLit"Dari sekian banyak wanita yang saya kenalkan ke dia, cuma kamu yang deket sama Nada. Itu tandanya dia sayang sama kamu." - Dikta