z (Ending Scene)

8K 241 21
                                    

Udah beres baca ini, kuy lanjut baca ke next story yang aku buat ya guys~Thankyouww~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Udah beres baca ini, kuy lanjut baca ke next story yang aku buat ya guys~
Thankyouww~

Sambil dengerin lagu di atas yaa. Bisa didengerin di yt sambil split screen atau engga bisa didenger di spotify dan sejenisnya 😊








JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENTNYA YAA~
KALO ENGGA, NANTI AKU SEDIH :(






*****

Hari ini sudah tepat hari Minggu sore. Semenit lalu Nadia memberitahu Dikta jika ia dan Nada sudah berada di perjalanan menuju pulang—menggunakan kendaraan yang sengaja Dikta pesan untuk antar jemput mereka. Nadia juga bilang jika ia sedang berada di Cafe untuk beli minum dan cemilan buat Nada.

Entah kenapa Dikta merasa sangat rindu dua malaikat cantiknya itu. Bahkan kini matanya terpaut tertarik menatap foto mendiang istrinya—mommy Nada—di dinding. Hatinya mendadak mencelos. Dikta berani bersumpah, ia benar-benar merasa kesepian dan tak sabar ingin memeluk erat Nada dan Nadia.

Sedangkan di lain tempat, tepatnya di Cafe yang dimana Nadia tengah menunggu pesannya—Nada menunggu di mobil bersama pak supir, tiba-tiba seseorang mendekati meja tunggunya. Nadia mengenal dia. Si wanita mewah—mantan Dikta.

Esther duduk di depan Nadia dengan senyum lebar. Sedangkan Nadia menatapnya bingung.

"Hai, Nadia. Aku boleh kan duduk di sini? Aku juga lagi nunggu pesanan. Aku gak nyangka bisa ketemu kamu di Malang dan.... sendirian?"

Esther melirik kanan kirinya Nadia. Memastikan jika tebakannya tidak meleset.

"Silahkan duduk aja, Mbak."

Nadia tak banyak menggubris ucapan Esther. Entah kenapa perasaannya mengatakan jika wanita itu bukan wanita baik-baik. Dalam hati, Nadia mengerti mengapa Nada tak suka pada wanita di depannya itu.

"Aku mau ngobrol bentar dong sama kamu," kata Esther lagi.

Nadia yang semula melirik gusar ke barista, kini tertoleh menatap Esther.

"Ngobrol apa, Mbak? Kalau lama aku gak bisa, aku harus cepat pulang soalnya Mas Dikta lagi nungguin," balas Nadia tak nyaman.

Esther tahu istrinya Dikta itu tidak nyaman berbicara dengannya. Harusnya sih kalau sadar diri dia pergi, bukan malah mengajak ngobrol. Sayangnya ini Esther, bukan orang waras yang peka akan hal begitu.

Esther tertawa renyah mendengar penuturan Nadia. Nadia hanya menekuk wajahnya, tak mengerti dengan respon Esther. Nadia sadar betul jika jawabannya bukan sebuah lelucon yang bisa buat tertawa.

"Iya, iya, bentar aja kok ini. Ibu hamil emang sensitif banget ya kayaknya?" retoris Esther yang bikin Nadia muak.

Esther diam sejenak. Saling melempar pandang dengan Nadia dengan sorot yang berbeda. Di bibirnya, ada segurat senyum tipis.

Beloved StepmotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang